الأربعاء، نوفمبر 14

TEORI REALITAS


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
      Manusia adalah makhluk ya penuh dengan masalah. Tiada seorang pun hidup di dunia ini tanpa suatu masalah, baik dengan diri sendiri maupun orang lain. Manusia yang baik adalah manusia yang mampu keluar dari setiap permasalahan hidupnya. Manusia yang mampu menyesuaikan diri dengan realitas yang ada dan memiliki identitas adalah manusia yang dapat berkembang dengan baik dan sehat. Untuk membantu manusia keluar dari masalahnya dan memperoleh identitas diperlukan suatu terapi.
    Di balik semua itu, banyak manusia yang masih belum mencapai identitas keberhasilannya. Mereka masih belum dapat mencapai kebutuhan dasar psikologisnya. Yaitu kebutuhan untuk mencintai dan di cintai serta kebutuhan untuk merasakan bahwa ia berguna bagi diri sendiri maupun orang lain.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa konsep dasar konseling kelompok realitas?
2.      Apa tujuan konseling kelompok realitas?
3.      Apa perann konselor dalam konseling kelompok realitas?









A.    TEORI REALITAS

1.      Konsep  Pokok
Tokoh dari teori  realitas adalah William Glasser. William lahir pada tahun 1925. Teori ini menekankan bahwa semua prilaku yang muncul dalam diri seseorang bertujuan untuk memenuhi satu atau lebih kebutuhan dasar dari dirinya. Terapi bertumpu pada ide yang berpusat pada anggota kelompok yang bebas memilih perilaku dan harus bertanggung jawab tidak hanya atas apa yang kelompok lakukan, tetapi juga bagaimana anggota kelompok berfikir dan merasakan.
Terapi Realitas merupakan terapi jangka pendek yang  berfokus pada saat sekarang, dan konseling realitas merupakan suatu proses yang rasional. Klien  diarahkan untuk menumbuhkan tangung jawab bagi dirinya sendiri.[1]
Konseling kelompok realitas adalah suatu upaya bantuan kepada individu dalam suasana kelompok dimana dapat diperoleh dukungan dan empati yang diperlukan dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka yaitu perilaku yang tidak produktif dan merusak diri sendiri dan orang lain pada saat sekarang.
2.      Konsep utama teori realitas kelompok
Sebagai usahanya untuk memperbaharui teori realita, Glasser mengeksplorasi tema tingkah laku adalah usaha untuk mengendalikan persepsi dalam kelompok terhadap dunia luar, mencocokkan dunia batin dengan dunia pribadi individu.
Oleh karena itu, anggota kelompok akan dapat mencegah masalah-masalah potensial yang mungkin menyebabkan kelompok menggunakan teori realitas. Menurut Corey (1990) ada delapan hal yang menjadi ciri khas dari teori realitas, diantaranya adalah sebagai berikut:
1)      Terapi realitas menolak konsep utama tentang penyakit  mental  (medis). Teori ini beranggapan bahwa pembentukkan perilaku  adalah akibat dari ketidakbertanggungjawaban.
2)      Teori realitas lebih memfokuskan pada tingkah laku sekarang terlebih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap.
3)      Teori realitas berfokus pada saat sekarang, bukan pada masa lampau.
4)      Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai, menempatkan pokok kepentingan pada peran konselidala menilai kualitas tingkah laku konseli sendiri dalam menentukan apa yang menyebabkan kegagalan yang dialami konseli.
5)      Teori ini tidak memandang konsep tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting melainkan sebagai suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadinya.
6)      Terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, kekeliruan yang dilakukan oleh konseli, bagaimana perilaku konseli sekarang. Hingga koseli tidak mendapatkan apa yang diinginkannya.
7)      Terapi ini meniadakan hukuman. Menurut Glasser pemberian hukuman untuk mengubah tingkah laku adalah tidak efektif dan akan membawa kegagalan.
8)      Glasser menyatakan konseli perlu belajar mengoreksi diri apabila konseli berbuat salah dan mengembangkan diri apabila konseli berbuat benar.[2]
3.      Tujuan konseling kelompok realitas
Tujuan dari terapi ini adalah agar setiap individu bisa mendapatkan cara yang lebih efektif untuk memenuhi kebutuhan menjadi bagian dari suatu kelompok, kekuasaan, kebebasan, dan kesenangan.
Tujuan umum terapi realitas adalah membantu seseorang mencapai otonomi. Otonomi adalah kematangan yang diperlukan bagi kemampuan seseorang untuk mengganti dukungan lingkungan dengan dukungan internal.
Tujuan  lain  dari terapi ini adalah menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat menentukan dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata. Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul segala risiko  yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginan nya dalam perkembangan dan  pertimbuhan nya.
Terapi realitas menaruh perhatian khusus tentang mengajar orang untuk dapat berurusan dengan dunia secara efektif. Inti dari terapi realitas  adalah menolong konseli mengevaluasi apakah yang konseli inginkan itu realistik dan apakah perilakunya bisa menolongnya kearah itu.  
4.      Proses dan Teknik Konseling
Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedur-prosedurnya dilakukan pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi konseli yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam hidup.
Dalam membantu konseli untuk menciptakan identitas keberhasilan, menurut corey (2003: 277) terapis bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:[3]
a.       Terlibat dalam permainan peran dengan konseli;
b.      Menggunakan humor;
c.       Mengonfrontasikan konseli dan menolak dalih apapun ;
d.      Membantu konseli dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan;
e.       Bertindak sebagai model dan guru;
f.       Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi;
g.      Menggunakan terapi “kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan konseli dengan tingkah lakunya yang tidak realistis;
h.      Melibatkan  diri dengan konseli dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif;
Terapi realitas tidak memasukkan sejumlah teknik yang secara umum diterima oleh pendekatan-pendekatan terapi lain. Para psikiater yang memperaktikkan terapi realitas tidak menggunakan obat-obatan dan  medikasi-medikasi konservatif, sebab medikasi cenderung menyingkirkan tanggung jawab pribadi.
Corey (2003) mengemukakan tahap-tahap teknik lain yang digunakan dalam teori ini menurut William Glasser adalah (Rusmana, 2009: 76).
1.      Mengembangkan Suatu Hubungan
Pada tahap awal, usaha terapi ini adalah membangun hubungan yang baik dengan setiap anggota kelompok (attending). Orang biasanya terlibat dalam kelompok karena butuh berhubungan dengan orang lain. Oeh karena itu, pimpinan kelompok dapat memenuhi kebutuhan tersebut pada langkah awal. Proses ini dipakai oleh pemimpin kelompok (konselor) melalui penyaringan.
2.      Fokus pada Perilaku Sekarang
Teori ini berfokus pada perbuatan serta pikiran yang dilakukan sekarang dan bukan pada pemahaman, perasaan, pengalaman masa lalu ataupun motivasinya yang tidak disadari. Langkah ini terfokus pada proses pilihan. Anggota kelompok diminta untuk konsentrasi pada pengontrolan perilaku mereka sekarang.[4]
3.      Mengevaluasi Tingkah Laku
Setiap anggota kelompok dapat memperbaiki kualitas hidup melalui proses evaluasi terhadap kelompok, kemudian kepada anggota kelompok diajarkan kebutuhan pokok dan diminta untuk mengidentifikasi keinginan setiap anggota kelompok. Setiap anggota kelompok ditantang untuk mengevaluasi apakah yang angota kelompok lakukan bisa memenuhi kebutuhannya atau tidak.
4.      Pengembangan Rencana
Langkah ini meliputi perencanaan, menasehati , membantu, dan mendorong. Tahap ini berdasarkan pada penyelesaian tahap ketiga, perencanaan tindakan adalah individual, tetapi anggota dan pimpinan kelompok dapat sangat efektif memberikan masukan dan sugesti yangv akan membuat perencanaa potensial.

5.      Mendapatkan Suatu Keterkaitan
Pada tahap ini anggota kelompok mendapatkan suatu keterkaitan dengan rencana yang sudah dirancang dengan bantuan konselor. Anggota harus memiliki tanggung jawab penuh untuk menjalankan rencanannya  untuk perubahan pada diri konseli. Konselor juga harus dapat menumbuhkan rasa keterkaitan pada rencana yang sudah dibuat oleh konseli agar perubahan yang lebih baik itu dapat terealisasikan.
6.      Tidak Ada Kata Maaf
Anggota kelompok tidak akan berhasil dalam rencana bila sering memaafkan kesalahannya.
7.      Tidak Ada Hukuman
Dalam teori ini konselor tidak menggunakan hukuman untuk konseli yang tidak dapat melakukan rencana yang telah disusunya itu. Akan tetapi konselor harus mempertanyakan pada diri konseli mengapa komitmen yang telah dibuat dan disepakati menjadi tidak terealisasi dengan benar, dan konselor tidak menyalahkan konseli atas apa yang telah dilakukan konseli yang menyebabkan tujuan hidupnya tidak tercapai.
8.      Tidak Pernah Berhenti
Perubahan memerlukan waktu, khususnya jika konseli memiliki sejarah kegagalan yang panjang. Awal konsistensi ini diinternalisasikan oleh konseli. Mereka menyadari bahwa pemimpin layaknya teman baik yang  tidak pernah berupaya membantu dengan susah payah. Dengan kenyataan ini,mereka selalu menjadi lebih berkeinginan untuk mencoba perilaku yang , dan proses perubahan itu dapat dimulai.[5]
  
 5.   Peran Konselor Konseling Kelompok Realitas
konselor berperan sebagai berikut.
a.       Motivator, yang mendorong klien untuk menerima dan memperoleh keadaaan nyata, baik dalam perubahan maupun harapan yang ingin dicapainya, dan merangsang klien untuk mampu mengambil keputusan sendiri, sehingga klien tidak menjadi individu yang hidup selalu dalam ketergantungan yang dapat menyulitkan dirinya sendiri.
b.      Penyalur tanggung jawab, sehingga keptusan terakhir berada ditangan klien, klien sadar bertanggung jawab dan objektif serta realistik dalam menilai perilakunya sendiri.
c.       Moralist, yang memegang peranan untuk menentukan kedudukan nilai dari tingkah laku yang dinyatakan kliennya. Konselor akan memberi  pujian apabila klien bertanggung jawab atas perilakunya, sebaliknya akan memberi celaan bila tidak dapat bertanggung jawab terhadap perilakunya.
d.      Guru, yang berusaha mendidik anggota kelompok agar memperoleh berbagai pengalaman dalam mencapai harapanya.
e.       Pengikat janji (contrctor), artinya peranan konselor punya batas-batas kewenangan, baik berupa limit waktu , ruang lingkup kehidupan anggota yang dapat dipajaki maupun akibat yang ditimbulkannya.[6]    

     4.    Kelebihan dan Kelemahan Konseling Kelompok Realitas
a.       Kelebihan
·         Asumsi mengenai tingkah laku merupakan hasil belajar.
·         Asumsi mengena kepribadian dipengaruhi oleh lingkungan dan kematangan.
·         Konseling bertujuan untuk mempelajari tingkah laku baru sebagai upaya untuk memperbaiki tingkah laku malasuai.
·         Klien bisa belajar tingkah laku yang lebih realistik dan karenanya bisa tercapaikeberhasilan.
·         Langsung lebih cepat menyadarkan klien karena menggunakan secara langsung klien berbuat.
·         Bersifat luwes dan efektif.
·         Mudah dilaksanakan dan tidak memerlukan pengetahuan tentang diagnosis.
b.      Kelemahan
·         Teori ini mengabaikan tentang inteligensi manusia, perbedaan individu dan faktor genetik lain.
·         Dalam konseling kurang menekankan hubungan baik antara konselor dan konseli, hanya sekadarnya.
·         Pemberian reinforcement jika tidak tidak dapat mengakibatkan kecanduan atau ketergantungan.
·         Jangka waktu terapi yang relatif pendek dan berurusan dengan masalah tingkah laku sadar pada konseling.
·         Teknik yang digunakan kurang mampu mengungkapkan data yang dialami dari diri pribadi klien.
·         Hanya menekankan perilaku tanpa mempertimbangkan sisi perasaan.
·         Tidak memberikan penekanan yang cukup pada dinamika tidak sadar dan pada masa lampau individu.[7]








BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Konseling realitas dicetuskan oleh William Glasser, yang merupakan suatu bentuk hubungan pertolongan yang praktis, relatif sederhana dan bentuk bantuan langsung pada klien. Perkembangan ini berkembang pada awal tahun 30 an- 60 an. Alasan Glasser mengembangkan pendekatan ini antara lain ketidakpuasan terhadap pendekatan psikoanalisis karena pendekatan psikoanalisis kurang efektif dan efisien. Dan tidak setuju dengan anggapan bahwa pada dasarnya manusia itu baik. Konseling realitas lebih menekankan masa kini, maka dalam memberikan alternatif bantuan tidak usah melacak sejauh mungkin pada masa lalunya, sehingga yang dipentingkan bagaimana klien dapat sukses mencapai hari depannnya karena manusia dalam kehidupan mempunyai kebutuhan dasar, yaitu cita dan harga diri.
  















DAFTAR PUSTAKA
Kurnanto, M.Edi. 2013. Konseling Kelompok. Bandung: ALFABETA, cv
Lumongga Lubis, Namora & Hasnida. 2016. Konseling Kelompok. Jakarta: Kharisma Putra Utama







[1] M. Edi Kurnanto, Konseling Kelompok, ALFABETA, cv, Bandung, 2013, hal. 79.
[2] Ibid., hal.80
[3] Ibid., Hal. 82
[4] Ibid., Hal. 83                                                                                     
[5] Ibid., Hal. 85
[6]Ibid., Hal. 87
[7] Ibid., Hal. 90

ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق