BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk ya penuh dengan
masalah. Tiada seorang pun hidup di dunia ini tanpa suatu masalah, baik dengan
diri sendiri maupun orang lain. Manusia yang baik adalah manusia yang mampu
keluar dari setiap permasalahan hidupnya. Manusia yang mampu menyesuaikan diri
dengan realitas yang ada dan memiliki identitas adalah manusia yang dapat
berkembang dengan baik dan sehat. Untuk membantu manusia keluar dari masalahnya
dan memperoleh identitas diperlukan suatu terapi.
Di
balik semua itu, banyak manusia yang masih belum mencapai identitas
keberhasilannya. Mereka masih belum dapat mencapai kebutuhan dasar
psikologisnya. Yaitu kebutuhan untuk mencintai dan di cintai serta kebutuhan
untuk merasakan bahwa ia berguna bagi diri sendiri maupun orang lain.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa konsep dasar konseling kelompok
realitas?
2. Apa tujuan konseling kelompok realitas?
3. Apa perann konselor dalam konseling
kelompok realitas?
A. TEORI
REALITAS
1. Konsep Pokok
Tokoh dari teori
realitas adalah William Glasser. William lahir pada tahun 1925. Teori
ini menekankan bahwa semua prilaku yang muncul dalam diri seseorang bertujuan
untuk memenuhi satu atau lebih kebutuhan dasar dari dirinya. Terapi bertumpu
pada ide yang berpusat pada anggota kelompok yang bebas memilih perilaku dan
harus bertanggung jawab tidak hanya atas apa yang kelompok lakukan, tetapi juga
bagaimana anggota kelompok berfikir dan merasakan.
Terapi Realitas merupakan terapi jangka pendek
yang berfokus pada saat sekarang, dan
konseling realitas merupakan suatu proses yang rasional. Klien diarahkan untuk menumbuhkan tangung jawab
bagi dirinya sendiri.[1]
Konseling kelompok realitas adalah suatu upaya bantuan
kepada individu dalam suasana kelompok dimana dapat diperoleh dukungan dan
empati yang diperlukan dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka yaitu perilaku
yang tidak produktif dan merusak diri sendiri dan orang lain pada saat
sekarang.
2. Konsep utama
teori realitas kelompok
Sebagai usahanya untuk memperbaharui teori realita,
Glasser mengeksplorasi tema tingkah laku adalah usaha untuk mengendalikan
persepsi dalam kelompok terhadap dunia luar, mencocokkan dunia batin dengan
dunia pribadi individu.
Oleh karena itu, anggota kelompok akan dapat mencegah
masalah-masalah potensial yang mungkin menyebabkan kelompok menggunakan teori
realitas. Menurut Corey (1990) ada delapan hal yang menjadi ciri khas dari
teori realitas, diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Terapi realitas menolak konsep utama
tentang penyakit mental (medis). Teori ini beranggapan bahwa
pembentukkan perilaku adalah akibat dari
ketidakbertanggungjawaban.
2) Teori realitas lebih memfokuskan pada
tingkah laku sekarang terlebih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap.
3) Teori realitas berfokus pada saat sekarang,
bukan pada masa lampau.
4) Terapi realitas menekankan
pertimbangan-pertimbangan nilai, menempatkan pokok kepentingan pada peran
konselidala menilai kualitas tingkah laku konseli sendiri dalam menentukan apa
yang menyebabkan kegagalan yang dialami konseli.
5) Teori ini tidak memandang konsep
tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting melainkan sebagai
suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadinya.
6) Terapi realitas menekankan aspek-aspek
kesadaran, kekeliruan yang dilakukan oleh konseli, bagaimana perilaku konseli
sekarang. Hingga koseli tidak mendapatkan apa yang diinginkannya.
7) Terapi ini meniadakan hukuman. Menurut
Glasser pemberian hukuman untuk mengubah tingkah laku adalah tidak efektif dan
akan membawa kegagalan.
8) Glasser menyatakan konseli perlu belajar
mengoreksi diri apabila konseli berbuat salah dan mengembangkan diri apabila
konseli berbuat benar.[2]
3. Tujuan
konseling kelompok realitas
Tujuan dari terapi ini adalah agar setiap individu
bisa mendapatkan cara yang lebih efektif untuk memenuhi kebutuhan menjadi
bagian dari suatu kelompok, kekuasaan, kebebasan, dan kesenangan.
Tujuan umum terapi realitas adalah membantu seseorang
mencapai otonomi. Otonomi adalah kematangan yang diperlukan bagi kemampuan
seseorang untuk mengganti dukungan lingkungan dengan dukungan internal.
Tujuan
lain dari terapi ini adalah
menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat menentukan dan
melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata. Mendorong konseli agar berani
bertanggung jawab serta memikul segala risiko
yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginan nya dalam perkembangan
dan pertimbuhan nya.
Terapi realitas menaruh perhatian khusus tentang
mengajar orang untuk dapat berurusan dengan dunia secara efektif. Inti dari
terapi realitas adalah menolong konseli
mengevaluasi apakah yang konseli inginkan itu realistik dan apakah perilakunya
bisa menolongnya kearah itu.
4. Proses dan
Teknik Konseling
Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang
aktif secara verbal. Prosedur-prosedurnya dilakukan pada kekuatan-kekuatan dan
potensi-potensi konseli yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan
usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam hidup.
Dalam membantu konseli untuk menciptakan identitas
keberhasilan, menurut corey (2003: 277) terapis bisa menggunakan beberapa
teknik sebagai berikut:[3]
a. Terlibat dalam permainan peran dengan
konseli;
b. Menggunakan humor;
c. Mengonfrontasikan konseli dan menolak dalih
apapun ;
d. Membantu konseli dalam merumuskan
rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan;
e. Bertindak sebagai model dan guru;
f. Memasang batas-batas dan menyusun situasi
terapi;
g. Menggunakan terapi “kejutan verbal” atau
sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan konseli dengan tingkah lakunya yang
tidak realistis;
h. Melibatkan diri dengan konseli dalam upayanya mencari
kehidupan yang lebih efektif;
Terapi realitas tidak memasukkan sejumlah teknik yang
secara umum diterima oleh pendekatan-pendekatan terapi lain. Para psikiater
yang memperaktikkan terapi realitas tidak menggunakan obat-obatan dan medikasi-medikasi konservatif, sebab medikasi
cenderung menyingkirkan tanggung jawab pribadi.
Corey (2003) mengemukakan tahap-tahap teknik lain yang
digunakan dalam teori ini menurut William Glasser adalah (Rusmana, 2009: 76).
1.
Mengembangkan Suatu Hubungan
Pada
tahap awal, usaha terapi ini adalah membangun hubungan yang baik dengan setiap
anggota kelompok (attending). Orang biasanya terlibat dalam kelompok karena
butuh berhubungan dengan orang lain. Oeh karena itu, pimpinan kelompok dapat
memenuhi kebutuhan tersebut pada langkah awal. Proses ini dipakai oleh pemimpin
kelompok (konselor) melalui penyaringan.
2.
Fokus pada
Perilaku Sekarang
Teori
ini berfokus pada perbuatan serta pikiran yang dilakukan sekarang dan bukan
pada pemahaman, perasaan, pengalaman masa lalu ataupun motivasinya yang tidak
disadari. Langkah ini terfokus pada proses pilihan. Anggota kelompok diminta
untuk konsentrasi pada pengontrolan perilaku mereka sekarang.[4]
3.
Mengevaluasi Tingkah Laku
Setiap
anggota kelompok dapat memperbaiki kualitas hidup melalui proses evaluasi
terhadap kelompok, kemudian kepada anggota kelompok diajarkan kebutuhan pokok
dan diminta untuk mengidentifikasi keinginan setiap anggota kelompok. Setiap
anggota kelompok ditantang untuk mengevaluasi apakah yang angota kelompok
lakukan bisa memenuhi kebutuhannya atau tidak.
4.
Pengembangan Rencana
Langkah
ini meliputi perencanaan, menasehati , membantu, dan mendorong. Tahap ini berdasarkan
pada penyelesaian tahap ketiga, perencanaan tindakan adalah individual, tetapi
anggota dan pimpinan kelompok dapat sangat efektif memberikan masukan dan
sugesti yangv akan membuat perencanaa potensial.
5.
Mendapatkan Suatu Keterkaitan
Pada
tahap ini anggota kelompok mendapatkan suatu keterkaitan dengan rencana yang
sudah dirancang dengan bantuan konselor. Anggota harus memiliki tanggung jawab
penuh untuk menjalankan rencanannya
untuk perubahan pada diri konseli. Konselor juga harus dapat menumbuhkan
rasa keterkaitan pada rencana yang sudah dibuat oleh konseli agar perubahan
yang lebih baik itu dapat terealisasikan.
6.
Tidak Ada Kata Maaf
Anggota
kelompok tidak akan berhasil dalam rencana bila sering memaafkan kesalahannya.
7.
Tidak Ada Hukuman
Dalam
teori ini konselor tidak menggunakan hukuman untuk konseli yang tidak dapat
melakukan rencana yang telah disusunya itu. Akan tetapi konselor harus
mempertanyakan pada diri konseli mengapa komitmen yang telah dibuat dan
disepakati menjadi tidak terealisasi dengan benar, dan konselor tidak
menyalahkan konseli atas apa yang telah dilakukan konseli yang menyebabkan
tujuan hidupnya tidak tercapai.
8.
Tidak Pernah Berhenti
Perubahan
memerlukan waktu, khususnya jika konseli memiliki sejarah kegagalan yang
panjang. Awal konsistensi ini diinternalisasikan oleh konseli. Mereka menyadari
bahwa pemimpin layaknya teman baik yang
tidak pernah berupaya membantu dengan susah payah. Dengan kenyataan
ini,mereka selalu menjadi lebih berkeinginan untuk mencoba perilaku yang , dan
proses perubahan itu dapat dimulai.[5]
5. Peran Konselor Konseling Kelompok Realitas
konselor berperan sebagai berikut.
a.
Motivator, yang mendorong klien untuk menerima dan memperoleh
keadaaan nyata, baik dalam perubahan maupun harapan yang ingin dicapainya, dan
merangsang klien untuk mampu mengambil keputusan sendiri, sehingga klien tidak
menjadi individu yang hidup selalu dalam ketergantungan yang dapat menyulitkan
dirinya sendiri.
b.
Penyalur tanggung jawab, sehingga keptusan terakhir berada ditangan
klien, klien sadar bertanggung jawab dan objektif serta realistik dalam menilai
perilakunya sendiri.
c.
Moralist, yang memegang peranan untuk menentukan kedudukan nilai
dari tingkah laku yang dinyatakan kliennya. Konselor akan memberi pujian apabila klien bertanggung jawab atas
perilakunya, sebaliknya akan memberi celaan bila tidak dapat bertanggung jawab
terhadap perilakunya.
d.
Guru, yang berusaha mendidik anggota kelompok agar memperoleh
berbagai pengalaman dalam mencapai harapanya.
e.
Pengikat janji (contrctor), artinya peranan konselor punya
batas-batas kewenangan, baik berupa limit waktu , ruang lingkup kehidupan
anggota yang dapat dipajaki maupun akibat yang ditimbulkannya.[6]
4. Kelebihan dan Kelemahan Konseling Kelompok Realitas
a.
Kelebihan
·
Asumsi mengenai tingkah laku merupakan hasil belajar.
·
Asumsi mengena kepribadian dipengaruhi oleh lingkungan dan
kematangan.
·
Konseling bertujuan untuk mempelajari tingkah laku baru sebagai
upaya untuk memperbaiki tingkah laku malasuai.
·
Klien bisa belajar tingkah laku yang lebih realistik dan karenanya
bisa tercapaikeberhasilan.
·
Bersifat luwes dan efektif.
·
Mudah dilaksanakan dan tidak memerlukan pengetahuan tentang
diagnosis.
b.
Kelemahan
·
Teori ini mengabaikan tentang inteligensi manusia, perbedaan
individu dan faktor genetik lain.
·
Dalam konseling kurang menekankan hubungan baik antara konselor dan
konseli, hanya sekadarnya.
·
Pemberian reinforcement jika tidak tidak dapat mengakibatkan kecanduan
atau ketergantungan.
·
Jangka waktu terapi yang relatif pendek dan berurusan dengan
masalah tingkah laku sadar pada konseling.
·
Teknik yang digunakan kurang mampu mengungkapkan data yang dialami
dari diri pribadi klien.
·
Hanya menekankan perilaku tanpa mempertimbangkan sisi perasaan.
·
Tidak memberikan penekanan yang cukup pada dinamika tidak sadar dan
pada masa lampau individu.[7]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Konseling realitas dicetuskan oleh William
Glasser, yang merupakan suatu bentuk hubungan pertolongan yang praktis, relatif
sederhana dan bentuk bantuan langsung pada klien. Perkembangan ini berkembang
pada awal tahun 30 an- 60 an. Alasan Glasser mengembangkan pendekatan ini
antara lain ketidakpuasan terhadap pendekatan psikoanalisis karena pendekatan
psikoanalisis kurang efektif dan efisien. Dan tidak setuju dengan anggapan
bahwa pada dasarnya manusia itu baik. Konseling realitas lebih menekankan masa
kini, maka dalam memberikan alternatif bantuan tidak usah melacak sejauh
mungkin pada masa lalunya, sehingga yang dipentingkan bagaimana klien dapat
sukses mencapai hari depannnya karena manusia dalam kehidupan mempunyai
kebutuhan dasar, yaitu cita dan harga diri.
DAFTAR PUSTAKA
Kurnanto, M.Edi. 2013. Konseling
Kelompok. Bandung: ALFABETA, cv
Lumongga Lubis, Namora & Hasnida. 2016.
Konseling Kelompok. Jakarta: Kharisma Putra Utama
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق