BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah anugrah dan amanat dari Allah yang merupakan aset bangsa, pewaris, sekaligus sebagai generasi penerus bangsa. Oleh sebab itu diharapkan anak dapat tumbuh dan berkembang sebaik-baiknya sehingga kelak menjadi orang dewasa yang sehat secara fisik, mental, maupun sosial dan emosional. Dengan demikian dapat mencapai perkembangan optimal berbagai potensi yang dimilikinya menjadi sumber daya manusia yang berkualitatas.
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), tercantum bahwa pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal, dan atau informal.
Pendidikan anak usia dini (prasekolah) adalah pendidikan bagi anak usia 0-6 tahun. Anak usia dini adalah kelompok manusia yang berusia 0-6 tahun (di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional), adapun berdasarkan pada pakar pendidikan anak, yaitu kelompok manusia yang berusia 0-8 tahun. Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, dalam arti memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual), sosial emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.
Sesuai dengan keunikan masing-masing anak, maka pembelajaran di Taman Kanak-kanak menggunakan metode belajar melalui bermain. Anak-anak menjelajah lingkungan sekitar baik secara fisik, emosi, bahasa, sosial maupun kognitif. Hal ini dilakukan oleh masing-masing anak dengan didampingi oleh guru untuk mendapatkan dan membangun pengetahuan baru. Setiap anak memiliki potensi yang perlu dikembangkan secara optimal. Salah satu potensi tersebut adalah potensi kecerdasan logika matematika.
Pengetahuan logika matematika dibangun ketika anak bermain atau memanipulasi material/ benda-benda yang ada di sekitarnya. Selain itu interaksi anak dengan orang dewasa juga bisa membangun pengetahuan ini. Ketika seorang dewasa membimbing, bertanya, memberi respon, bereaksi terhadap anak saat mereka memanipulasi objek, keinginan untuk belajar logika matematika akan muncul. Kemampuan anak berkaitan dengan logika matematika dapat ditingkatkan sejak usia dini. Orang tua sangat berperan dalam hal ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja strategi pembelajaran logika matematika untuk AUD?
2. Bagaimanakah cara pembiasaan untuk AUD?
3. Apa saja media yang digunakan dalam pembelajaran logika matematika?
4. Bagaimanakah cara evaluasi dalam pembelajaran logika matematika?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui strategi apa saja yang dapat dilakukan dalm pembelajaran logika matematika AUD
2. Untuk mengetahui pembiasaan yang baik untuk AUD
3. Untuk mengetahui media apa saja yang dapat diberikan pada AUD
4. Untuk mengetahui cara mengevaluasi pembelajaran logika matematika AUD
BAB II
PEMBAHASAN
A. Strategi pembelajaran logika matematika
1. Tanya Jawab/Bercakap-Cakap
Bercakap-cakap menurut Moeslichatoen berarti saling mengkomunikasikan pikiran dan perasaaan secara verbal atau mewujudkan kemampuan berbahasa reseptif dan bahasa ekspresif. Bercakap-cakap dapat pula diartikan sebagai dialog. Pada saat tanya jawab terjadi gagasan dan perasaan akan terorganisasi menjadi bahasa verbal. Pada saat guru menggunakan metode bercakap-cakap ini maka scara langsung guru telah menstimulasi anak untuk membantu perkembangan kognitif anak.
Metode bercakap-cakap/ tanya jawab terjadi dalam tiga situasi yaitu (1) di awal kegiatan, (2) ketika kegiatan sedang berlangsung, dan (3) di akhir kegiatan. Karakteristik metode ini diantaranya adalah: (1) guru menyapa anak dengan panggilan ’anak pintar’, anak hebat’ anak menjawab sapaan guru, (2) mengucapkan dan menjawab salam, (3) guru mengajukan pertanyaan, anak menjawab atau sebaliknya, (4) guru menyampaikan pengumuman atau nasehat, (5) guru menyampaikan perintah atau larangan kepada anak.
Pada saat bercakap-cakap, pertukaran gagasan dan ide-ide pasti akan terjadi. Apabila ini terjadi, maka penalaran anak-anak akan berkembang. Meskipun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat distimulasi oleh konfronstasi kritis.
Metode tanya jawab/ bercakap-cakap adalah salah satu pembangkit anak untuk merangsang dalam berpikir. Dengan tanya jawab anak didorong untuk mencari dan menemukan jawaban yang tepat. Dalam mencari jawaban, anak akan belajar menghubung-hubungkan bagian pengetahuan yang ada pada dirinya dengan isi pertanyaan tersebut.
Moeslichatoen dalam bukunya Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak mengatakan bahwa metode demonstrasi dapat digunakan dengan maksud untuk memberikan ilustrasi dalam menjelaskan informasi kepada anak. Dengan ilustrasi tersebut anak dapat melihat secara langsung proses atau tahap-tahap dalam melaksanakan suatu keterampilan yang diharapkan dari anak. Hal senada diungkapkan oleh Roestiyah bahwa metode demonstrasi dilaksanakan bukan saja melibatkan pendengaran dan penglihatan anak tetapi juga meraba atau merasakan apa yang dipertunjukkan oleh guru, berpartisipasi aktif dan memperoleh pengalaman langsung dari proses belajar tersebut. Dengan demikian dapat meningkatkan daya pikir anak dalam memperoleh pengalaman belajar.
2. Metode Demonstrasi
Demonstrasi berarti menunjukkan, mengerjakan, dan menjelaskan. Pada saat guru mendemonstrasikan cara-cara mengerjakan sesuatu maka diharapkan anak dapat mengenal tata cara pelaksanaannya. Metode demonstrasi adalah metode yang paling pertama dilakukan oleh guru untuk memasukkan informasi baru kepada anak. Metode demonstrasi ini adalah metode yang dilakukan secara rutin. Dengan metode ini anak berkesempatan mengembangkan kemampuan mengamati segala sesuatu kemudian terlibat dalam kegiatan tersebut.
Metode demonstrasi terjadi ketika (1) membuat garis lengkung di papan tulis membentuk balon dan membuat angka dua ‘2’ di sebelah gambar balon, (2) Guru menempelkan kertas origami yang berwarna-warni (bulat 1 buah, segitiga 2 buah, segiempat 3 buah) pada papan tulis, kemudian menuliskan lambang bilangan (Angka) di sebelahnya, (3) Guru mendemonstrasikan cara menebalkan titik-titik pada huruf O, (4) Guru mendemonstrasikan kertas origami berwarna merah dan mengajak anakanak untuk menghitung jumlah sudutnya, (5) Guru mendemonstrasikan cara melipat kertas origami membentuk layang-layang, (6) Guru menjelaskan bentuk-bentuk geometri (Lingkaran, segitiga, segi empat), (7) Guru mendemonstrasikan cara menempelkan bentuk geometri pada selembar kertas, (8) Guru mengambil berbagai bentuk geometri dan mengajak untuk menghitung jumlah sudut-sudutnya, (9) Guru mendemonstrasikan cara mewarnai gambar obeng dengan berwarna-warni.
Metode demonstrasi sangat penting dilakukan oleh guru dan anak karena kegiatan demonstrasi dapat memperlihatkan secara konkret apa yang dilakukan dan diperagakan. Pada saat demonstrasi berlangsung, gagasan, konsep dan peragaan dapat dikomunikasikan. Dan yang lebih penting metode demonstrasi membantu mengembangkan kemampuan untuk melakukan segala pekerjaan dengan teliti, cermat, dan tepat.
3. Metode Penugasan
Pemberian tugas merupakan salah satu metode dimana guru memberikan tanggung jawab kepada anak untuk melaksanakan suatu kegiatan sesuai dengan petunjuk guru. Pemberian tugas merupakan kegiatan yang memungkinkan anak untuk mengembangkan kemampuan bahasa reseptif, kemampuan mendengar dan menangkap arti dan kemampuan kognitif, khususnya memperhatikan dan kemauan bekerja sampai tuntas. Metode pemberian tugas merangsang anak untuk aktif belajar baik secara afektif, kognitif maupun psikomotorik. Metode penugasan ini dilaksanakan dengan cara: (1) menugaskan kepada setiap anak untuk berhitung berurutan dari belakang sampai ke belakang pada saat kegiatan baris berbaris, (2) menyuruh anak untuk berhitung bersamasama, (3) memberikan tugas kepada anak untuk mencocokkan (menghubungkan) gambar dengan angka, (4) menugaskan kepada anak untuk menggambar angka DUA “2” di papan tulis secara bergiliran, (4) menugaskan anak untuk menuliskan angka dua(2) pada garis kotakkotak yang ada di papan tulis seperti yang telah didemonstrasikan, (5) menugaskan anak untuk mengumpulkan buku kotaknya apa bila selesai mengerjakan tugasnya sesuai dengan tempatnya, (6) menugaskan anak untuk menggambar bendera di papan tulis satu persatu, (7) menugaskan anak untuk melipat sesuai dengan petunjuk yang diberikan (melipat kertas origami membentuk Layang-layang), (8)menugaskan anak untuk menebalkan titik-titik berbentuk huruf O dengan cara menebalkan titiktitik yang diberikan oleh guru, (9)menugaskan anak-anak untuk membuat lingkaran kecil dan lingkaran besar serta setengah lingkaran (10) menugaskan kepada anak untuk mewarnai gambar obeng (11) manugaskan anak untuk memasukkan ranting ke dalam kotak, (12) menugaskan anak untuk menempelkan bentuk segiempat pada buku kerja.
Dari kegiatan tersebut nampak bahwa guru memberikan tanggung jawab kepada siswa agar siswa menyelesaikan tugasnya dengan baik. Pada saat anak melaksanakan tugasnya, guru akan melihat proses perkembangan pembelajaran, apakah anak telah dapat memahami apa yang disampaikan atau perlu bimbingan.
Bahwa Pembiasaan Kegiatan yang dilakukan dengan pembiasaan yang didapatkan di lapangan adalah (1) berbaris sebelum masuk kelas, (2) bertepuk jari tangan bersama-sama sambil berhitung, (3) bernyanyi sebelum pembelajaran dan sebelum pulang, (4) menghitung jumlah sudut kertas origami, (5) berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan, (6) menyapa dan merespon guru.
Menurut Ulwan, pembiasaan merupakan dimensi praktis dalam upaya membina anak. Segala sesuatu yang bersifat teoritis yang diajarkan kepada anak harus diiringi dengan dimensi praktis dengan cara pembiasaan. Jika pembiasaan tersebut dilakukan terus-menerus akan menjadi suatu kebutuhan untuk melakukannya dalam kehidupan seharihari.
4. Bimbingan atau Pujian
Bentuk bimbingan yang dilakukan guru Ikal berupa bimbingan yang disertai dengan penguatan dan bimbingan yang disertai dengan peringatan. Bimbingan yang disertai dengan penguatan dilakukan dengan cara (1) memuji anak dengan kata-kata, seperti ‘anak yang pintar’, ‘anak hebat’, ‘terima kasih’, ‘selamat’, (2) memuji anak dengan sikap, seperti guru mengajak anak untuk bertepuk tangan yang ramai atau mengacungkan jempol kepada anak.
Di samping memberikan penguatan, guru juga memberikan peringatan kepada anak jika anak melakukan kegiatan yang tidak sepantasnya atau tidak sesuai dengan kegiatan yang sedang dilaksanakan. Bentuk peringatan yang diberikan berupa (1) memanggil nama anak tersebut, (2) guru menghampiri dan menyentuh tangan anak, (3) guru mendekatkan mulutnya ke arah telinga anak, (4) guru memberi persyaratan, seperti ‘bagi yang mulutnya tidak bersuara tidak boleh pulang’, (5) memperbaiki perilaku dengan menuntun anak. (6) guru meninggikan intonasi suara ketika belajar, (7) mengulangi membaca.
5. Bermain
Bermain adalah kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakan untuk kepentingan sendiri bermain dapat membantu perkembangan sosial anak-anak, perkembangan kognitinya, dan fisiknya. Bermain dapat mengorganisasikan kebutuhan-kebutuhan dan minat anak. Pada saat bermain, anak menjalani suatu proses. Anak menjelajah, mencoba, menemukan, menguji-coba, berbicara, dan mendengar. Bermain memiliki nilai yang penting terhadap kemajuan perkembangan anak karena dunia nak adalah dunia bermain. Secara spesifik fungsi bermain terhadap perkembangan intelektual atau kecerdasan logika matematika adalah: 1) merangsang perkembangan kognitif, 2) membangun struktur kognitif, 3) membangun kemampuan kognitif, 4) belajar memecahkan masalah, dan 5)mengembangkan kemampuan konsentrasi.
Terdapat banyak sekali kegiatan bermain yang dilaksanakan, namun kegiatan yang berkaitan dengan logika mtaematika dapat ditemui dengan cara antara lain: (1) mengajak anak untuk tebak-tebakan tentang badut, dan (2) memasukkan bola ke dalam keranjang yang berwarna sama.
Dari dua kegiatan tersebut terlihat bahwa guru mengajak anak untuk mendengarkan apa yang dikatakan guru pada saaaat tebak-tebakkan, sehingga anak berkomsentrasi dalam mencari jawaban atau merespon guru. Kegiatan lain yang dilakukan dalam bermain adalah pada saat memasukkan bola ke dalam keranjang yang berwarna sama dengan bola yang ada di tangan anak. Keiatan ini mengajak anak untuk berkonsentrasi dengan benda yang ada di tangannya.
6. Metode Bernyanyi
Dengan bernyanyi anak-anak dapat berekspresi, bergerak bebas dan lebih ceria. Penyampaian materi dengan metode bernyanyi ini dirasa lebih mudah dipahami anak daripada menggunakan metode lain seperti ceramah atau dibacakan saja kepada anak-anak.
Berdasarkan deskripsi hasil pengamatan ditemukan bahwa guru menggunakan metode bermain dalam rangka (1) pengenalan pengenalan angka melalui lagu ’balonku’, satu-satu aku sayang ibu’ (2) bernyanyi lagu ’satu-satu aku sayang ibu’ dalam rangka nasehat agar menjadi anak yang baik, (3) bernyanyi mengurutkan tata cara membuat sambal, (4) bernyanyi ’berbaris pramuka dengan memperagakan cara berbaris’.
Metode bernyanyi menurut Irawati juga dipraktekkan dalam pembelajaran ‘Funny Learning’ atau belajar ceria. Ia mengatakan bahwa teori pendidikan terbaru sekarang ini menggambarkan bentuk kerja otak akan maksimal jika kedua belahan otak tersebut dipergunakan secara bersama-sama. Otak kanan yang memiliki spesifikasi berpikir dan mengolah data seputar perasaan, emosi, seni dan musik. Sedangkan otak belahan kiri merupakan spesifikasi cara berpikir logis, sekuensial, linier dan rasional. Maka untuk menyeimbangkan penggunaan otak kiri dan kanan dapat dicapai dengan memadukan antara spesifikasi pekerjaan otak kiri dengan otak kanan. Misalnya mengerjakan tugas dengan diiringi musik yang mengalun lembut, belajar dengan menggunakan lagu-lagu atau di saat istirahat sebelum beranjak dari pelajaran berikutnya anak didengarkan musik ceria yang dapat merangsang anak menggerakkan badan sehingga ketika anak memasuki pelajaran berikutnya mereka merasa segar kembali dan dapat mengukuti kegiatan dengan lebih bersemangat.
B. Pengertian Pembiasaan
Pengertian pembiasaan dapat diartikan sebagai sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan ajaran islam. Pembiasaan dinilai efektif jika penerapannya dilakukan terhadap peserta didik yang berusia kecil. Karean memiliki “rekaman” ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang, sehingga mereka mudah terlarut dengan kebiasaankebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari. “Pengertian pembiasaan dapat diartikan sebagai sebuah metode dalam pendidikan berupa proses penanaman kebiasaan”. “Inti dari pembiasaan ialah pengulangan. Jika guru setiap masuk kelas mengucapkan salam, itu telah dapat diartikan sebagai usaha membiasakan”.
Pembiasaan merupakan upaya praktis dalam pendidikan dan pembinaan anak. Hasil dari pembiasaan yang dilakukan seorang pendidik adalah terciptanya suatu kebiasaan bagi anak didiknya. Seorang anak yang terbiasa mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam lebih dapat diharapkan dalam kehidupannya nanti akan menjadi seorang muslim yang saleh. Pembiasaan yang dilakukan sejak dini akan membawa kegemaran dan kebiasaan tersebut menjadi semacam kebiasaan sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari kepribadiannya. Al- Ghazali mengatakan: Anak adalah amanah orang tuanya, hatinya yang bersih adalah permata berharga nan murni, yang kosong dari setiap tulisan dan gambar. Hati itu siap menerima setiap tulisan dan cenderung pada setiap yang ia inginkan. Oleh karena itu, jika dibiasakan mengerjakan yang baik, lalu tumbuh di atas kebaikan itu maka bahagialah ia didunia dan akhirat, orang tuanya pun mendapat pahala bersama.
1. Dasar dan Tujuan Metode Pembiasaan
Pembiasaan meruapakan salah satu metode pendidikan yang sangat penting, terutama bagi anak-anak. Mereka belum menginsafi apa yang disebut baik dan buruk salam ari susila. Mereka juga belum mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan seperti orang dewasa. Sehingga mereka perlu dibiasakan dengan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan dan pola berfikir tertentu. Anak perlu dibiasakan pada sesuatu yang baik. Lalu mereka akan mengibah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan banyak tenaga dan tanpa menemukan banyak kesulitan.
2. Pelaksanaan Metode Pembiasaan
Pembiasaan pada pendidikan anak sangatlah penting, khususnya dalam pembentukan pribadi dan akhlak. Pembiasaan agama akan memasukkan unsur-unsur positif pada pertumbuhan anak. Semakin banyak pengalaman agama yang didapat anak melalu pembiasaan, maka semakin banyak unsure agama dalam kepribadiannya dan semakin mudahlah ia memahami ajaran agama.
Jika pembiasaan sudah ditanamkan, maka anak tidak akan merasa berat lagi untuk beribadah, bahkan ibadah akan menjadi bingkai amal dan sumber kenikmatan dalam hidupnya karena bisa berkomunikasi langsung dengan Allah dan sesama manusia. Agar anak dapat melaksanakan shalat secara benar dan rutin mereka perlu dibiasakan shalat sejak masih kecil, dari waktu ke waktu.
3. Syarat-syarat pelaksanaaan metode pembiasaan
Ada beberapa syarat yang perlu dilakukan dan diperhatikan oleh orang tua dalam melakukan metode pembiasaan kepada anak-anaknya sebagaimana yang dikatakan oleh Armai Arief, yaitu:
a. Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat, jadi sebelum anak itu mempunyai kebiasaan lain yang berlawanan dengan hal-hal yang akan dibiasakan.
b. Pembiasaan hendaknya dilakukan secara terus menerus (berulangulang) dijalankan secara teratur sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang otomatis.
c. Pembiasaan hendaknya konsekuen, bersikap tegas dan tetap teguh terhadap pendiriannya yang telah diambilnya. Jangan memberi kesempatan kepada anak untuk melanggar pembiasaan yang telah ditetapkan itu.
d. Pembiasaan yang pada mulanya mekanistis itu harus semakin menjadi pembiasaan yang disertai kata hati anak itu sendiri.
Dari uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa indikator metode pembiasaan itu adalah suatu cara atau jalan yang dilakukan dengan sengaja, berulang-ulang, terus-menerus, konsisten, berkelanjutan, untuk menjadikan sesuatu itu kebiasaan (karakter) yang melekat pada diri sang anak, sehingga nantinya anak tidak memerlukan pemikiran lagi untuk melakukannya.
4. Kelebihan dan kelemahan Metode Pembiasaan
Adapun kelebihan metoe pembiasaan sebagai suatu metode pendidikan
anak adalah:
anak adalah:
a. Dapat menghemat tenaga dan waktu dengan baik
b. Pembiasaan tidak hanya berkaitan dengan aspek lahiriah tetapi juga berhubungan dengan aspek batiniyah.
c. Pembiasaan dalam sejarah tercatat sebagai metode yang paling berhasil dalam pembentukan kepribadian anak didik.
Sedangkan kelemahan metode pembiasaan sebagai suatu metode
pendidikan anak antara lain:
pendidikan anak antara lain:
a. Membutuhlan tenaga pendidik yang benar-benar dapat dijadikan contoh serta teladan yang bagi peserta didik.
b. Membutuhkan tenaga pendidik yang dapat mengaplikasikan antara teori pembiasaa dengan kenyataan atau praktek nilai-nilai yang disampaikannya.
C. Media Pembelajaran Dalam Logika Matematika
Media yang digunakan dalam pembelajaran adalah benda-benda nyata. Alasannya adalah, pengetahuan anak pada usia 4-5 tahun adalah pada tingkat intelegensi praktis. Artinya anak-anak akan membangun pengetahuan yang diperolehj dari interaksi fisik secara langsung pada benda-benda sekitar. Pada saat berinteraksi inilah akan terbangun kecerdasan logika matematikanya. Dengan berinteraksi secara langsung terhadap benda-benda nyata, maka mereka akan melogika-matematikakan kenyataan bukan dengan belajar kata-kata namun dengan berfikir mengenai alam nyata.
Diantaranya adalah (1) papan tulis dan spidol untuk menulis contoh-contoh huruf dan menuliskan angka, (2) buku kerja untuk menyelesaikan tugas dari ibu guru, (3) ranting yang dimasukkan ke dalam kotak, (4) kertas origami yang berwarna-warni, (5) krayon dan meja yang digunakan untuk mewarnai, (6) bola dan keranjang yang berwarna-warni yang digunakan untuk melaksanakan lomba memasukkan bola ke dalam keranjang yang berwarna sama, (7) batu, pasir, daun, bunga, digunakan anak-anak untuk mengelompokkan, (8) kartu-kartu bergambar.
Alat-alat tersebut digunakan sesuai dengan kegiatan yang sedang dilakukan. Miarso mengatakan bahwa media adalah segala bentuk dan saluran untuk proses transmisi informasi. Sehingga dalam lingkup pendidikan, media diartikan sebagai segala benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan untuk kegiatan tersebut. Dalam hal ini Briggs menyatakan bahwa media pembelajaran ialah sarana untuk memberikan perangsang bagi si belajar supaya proses belajar terjadi. Media yang digunakan itu mesti dapat merangsang anak untuk belajar yang dapat dilihat dari berbagai aspek seperti pikiran, perasaan dan perhatian.
Rossi dan Breidle seperti yang dikutip oleh Sanjaya, mengemukakan bahwa media pembelajaran diartikan sebagai seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan. Rossi mencontohkan alat-alat seperti radio, televisi, buku, koran dan majalah, jika diprogram untuk pendidikan maka alat tersebut merupakan media pembelajaran.
D. Evaluasi Pembelajaran Dalam Logika Matematika
Evaluasi yang dilakukan adalah (1) formatif dengan kriteria nilai berupa simbol gambar bintang, (2) penilaian sumatif yang dilakukan di akhir semester dengan kriteria bagus, cukup dan kurang.
Wand dan Brown seperti yang dikutip oleh Kunandar mengatakan bahwa evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sehingga dalam evaluasi hasil belajar, dimaksudkan sebagai suatu proses untuk menentukan nilai keberhasilan belajar peserta didik setelah mengalami proses belajar selama periode tertentu.
Evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik dan terarah berdasarkan atas tujuan yang jelas. Kegiatan yang terencana tersebut dapat menggunakan instrumen evaluasi dengan teknik tes dan nontes. Teknik tes terdiri dari tiga macam yaitu tes diagnostik, formatif dan sumatif. Tes diagnostik digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan tersebut dapat diberikan perlakuan yang tepat. Tes formatif digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti suatu program tertentu. Dan tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program yang lebih besar. Dengan kata lain tes formatif sama artinya dengan ulangan harian sedangkan tes sumatif sama artinya dengan ulangan umum yang dilaksanakan di akhir semester
Berdasarkan hasil pembahasan tersebut, diperoleh gambaran bahwa strategi pembelajaran logika matematika yang diterapkan adalah: (1) metode tanya-jawab/bercakap-cakap, (2) metode demonstrasi, (3) metode penugasan, (4) metode bermain, (5) metode bernyanyi, (6) bimbingan dengan penguatan dan peringatan, (7) pembiasaan, (8) media pembelajaran, (9) evaluasi pembelajaran. Dengan demikian guru-guru telah menggunakan berbagai strategi dalam mengembangkan logika matematika menuju terbentuknya manusia yang cerdas dan kreatif sehingga menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa serta mampu melaksanakan tugasnya dalam kehidupan sehari-hari.
Bertitik tolak dari analisis hasil penelitian maka dirumuskan teori substantif sebagai berikut: ”Apabila guru telah melakukan serangkaian proses pembelajaran seperti menggunakan metode pembelajaran dengan melibatkan anak dalam tanya jawab dan percakapan, memperagakan, penugasan, bermain, bernyanyi, melakukan bimbingan dengan penguatan dan peringatan, membiasakan, menggunakan media yang bervariasi dan melakukan evaluasi pembelajaran maka anak akan mudah memahami logika matematika”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada Bab sebelumnya maka disimpulkan bahwa:
Bentuk kecerdasan logika matematika yang dilaksanakan berupa konsep dasar logika matematika seperti aritmatika, analisis, dan geometri meskipun sangat sederhana karena masih dalam bentuk pengenalan. Bentuk logika matematika yang dimaksud tersebut adalah: (1) pengenalan angka, (2) pengenalan perbedaan, (3) Pengenalan lambang bilangan, (4)klasifikasi, (5) pengenalan bentuk geometri, dan (6) pengenalan warna.
Bertitik tolak dari analisis hasil penelitian maka dirumuskan teori substantif sebagai berikut: ”Apabila telah terlihat anak melaksanakan bentuk logika matematika seperti pengenalan angka, pengenalan perbedaan, pengenalan lambang bilangan, klasifikasi, pengenalan bentuk geometri, dan pengenalan warna, maka guru telah mengajarkan pembelajaran logika matematika”.
Dalam proses pembelajaran, guru menggunakan berbagai cara dalam mengajarkan kepada anak tentang Logika matematika. Beberapa strategi yang diterapkan adalah: guru menggunakan (1) metode tanya jawab/bercakap-cakap; menyapa anak dengan panggilan ’anak pintar, anak menjawab sapaan guru, mengucapkan dan menjawab salam, guru mengajukan pertanyaan tentang angka, warna, anak menjawab atau sebaliknya, guru menyampaikan nasehat agar rajin belajar, guru menyampaikan perintah atau larangan kepada anak. (2) Penggunaan metode demonstrasi; guru memperagakan tata cara membuat simbol angka, memperagakan membuat layang-layang, guru memperagakan cara membuat huruf A,I,U dan O di papan tulis, guru memperagakan cara, guru bercerita sambil memperlihatkan gambar yang ada dalam buku cerita tersebut. (3) Penggunaan metode praktek langsung; mengumpulkan batu, daun dan ranting, praktek menghitung batu, mengenal huruf-huruf A, I, U, O dengan mewarnai, menulis, mambaca dan menyambung titik-titik membentuk huruf. (4) (Penggunaan metode bernyanyi; pengenalan nama-nama Hari, melalui lagu nama-Nama Hari, pengenalan satu, dua, tiga, melalui lagu ”satu ditambah Satu” dan tepuk Jari dari jari satu samapi sepuluh. bernyanyi ’jika berhitung memperagakan jumlah jari, (5) Bimbingan yang dilakukan dengan penguatan; memuji anak dengan kata-kata, seperti ‘anak pintar, ‘terima kasih’, ‘selamat’, memuji anak dengan sikap seperti tepuk tangan, dan acungan jempol kepada anak. Bimbingan yang dilakukan guru dengan peringatan; memanggil nama anak tersebut, guru menghampiri dan menyentuh tangan anak, guru mendekatkan mulutnya ke arah telinga anak, guru memberi persyaratan, seperti ‘bagi yang tidak membaca tidak boleh pulang’, memperbaiki perilaku dengan menuntun anak, guru meninggikan intonasi suara ketika belajar, mengulangi membaca. (6) Pembiasaan; membiasakan mengucapkan kalimat yang baik, (8) Penggunaan media pembelajaran; kartu, batu, ranting, kertas, krayon digunakan sebagai bahan yang akan digunakan untuk pembelajaran, buku cerita yang digunakan guru untuk bercerita tentang baik dan buruk. (9) Evaluasi pembelajaran dengan bentuk penilaian formatif dengan kriteria nilai berupa simbol gambar bintang dan penilaian sumatif yang dilakukan di akhir semester dengan kriteria B (Bagus), C (Cukup) dan K (Kurang).
Bertitik tolak dari analisis hasil penelitian maka dirumuskan teori substantif sebagai berikut: ”Apabila guru telah melakukan serangkaian proses pembelajaran seperti menggunakan metode pembelajaran dengan melibatkan anak dalam tanya jawab dan percakapan, memperagakan, praktek langsung, bercerita kepada anak, bernyanyi, melakukan bimbingan dengan penguatan dan peringatan, membiasakan, menggunakan media yang bervariasi dan melakukan evaluasi pembelajaran maka anak akan mudah memahami logika matematika”.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta:Ciputat Press.
Khasanah Ismatul. 2013 “Pembelajaran Logika Matematika Anak Usia Dini (Usia 4 – 5
Tahun) Di Tk Ikal Bulog Jakarta Timur”.
Kunandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: Rajawali.
Miarso Yusuf Hadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Rabbi Muhammad dan Muhammad Jauhari. 2006. Akhlaquna terjemahan Dadang Sobar Ali.
Bandung : Pustaka Setia.
Roestiyah NK. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Sanjaya Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana.
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق