DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.................................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah............................................................................................... 1
BAB 11 PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Aspek-Aspek Ilmu Kalam ................................................................ 2
1.
Aspek
Epistemologi....................................................................................... 2
2.
Aspek
Ontologi.............................................................................................. 2
3.
Aspek
Aksiologi............................................................................................. 2
a)
Aspek
Epistemologi................................................................................. 3
b)
Aspek
Teologi.......................................................................................... 7
c)
Aspek
Aksiologi....................................................................................... 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam aplikasinya aspek-aspek ilmu kalam merupakan sebuah pemikiran manusia yang wacana-wacananya
dihasilkan oleh aliran kalam seperti halnya aliran pemikiran keislaman yang
konstruktif. Diskursus ketuhanan yang menyentuh persoalan-persoalan rilmanusia yang kurang mendapat perhatian dari ilmu kalam yang
banyak disoroti didalam aspek kehidupan.
Pembahasan Ilmu Kalam dalam aspek-aspek kehidupan dihadapkan pada
barbagai macam gerakan pemikiran-pemikiran besar yang semuanya itu dapat
dijadikan sebagai gambaran bahwa agama Islam telah hadir sebagai pelopor
munculnya pemikiran-pemikiran yang hingga sekarang semuanya itu dapat dijumpai
hampir diseluruh dunia. Hal ini juga dapat dijadikan alasan bahwa Islam
sebagimana di jumpai dalam sejarah dunia, bukanlah sesempit yang dipahami pada
umumnya, karena Islam bersumber pada Al-Qu’ran dan As-Sunnah dapat dapat
menghubungkan agama dan masyarakat dalam aspek-aspek kehidupan.
Dalam setiap aspek-aspek kehidupan yang muncul di kalangan umat
Islam bukanlah masalah teologi, melainkan persolaan di bidang politik, hal ini di dasari dengan fakta sejarah yang
menunjukkan bahwa, titik awal munculnya persolan pertama ini di tandai dengan
lahirnya kelompok-kelompok dari kaum muslimin yang telah terpecah yang
kesemuanya itu di awali dengan persoalan politik yang kemudian memunculkan
kelompok-kelompok dengan berbagai Aliran teologi dan berbagai pendapat-pendapat
yang berbeda-beda dalam segi aplikasi dan penerapannya.
B.
Rumusan Makalah
1.
Apa pengertian aspek-aspek ilmu kalam?
2.
Bagaimama kekuranagan aplikasi ilmu kalam dalam kehidupan?
BAB
II
PEMBAHASAN
B.
Pengertian Aspek-Aspek Ilmu Kalam
1.
Aspek Epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme yang artinya
pengetahuan dan logos artinya diskursus yang merupakan cabang dari aspek ilmu
kalam yang berkaitan dengan teori pengetahuan.Epistemologi mempelajari tentang
hakikat dari pengetahuan, justifikasi, dan rasionalitas keyakinan. Banyak
perdebatan dalam epistemologi berpusat pada analisis ilmu kalam yang terkait
dengan hakikat dari pengetahuan dan bagaimana hal tersebut berkaitan dengan
konsep-konsep seperti kebenaran, keyakinan, dan justifikasi,dan juga berbagai
masalah skeptisisme berserta sumber-sumbernya dalam sebuah ruang lingkup
pengetahuan atas keyakinan sebagai kriteria dalam pengetahuan dan justifikasi
ilmu kalam.
Epistimologi dalam ilmu kalam adalah cara yang digunakan oleh para
pemuka aliran kalam dalam menyelsaikan persoalan kalam ketika menafsirkan
al-qur’an yang dalam konteksnya disesuailkan dengan sudut pandang tertentu,
penafsiran-penafsiran teologis yang telah mendekati Al-Qur’an secara atomistik
dan parsial serta yang melingkupi
konteks kesejarahan dan kesusastraannya.
2.
Aspek Ontologi
Menurut bahasa Ontologi berasal dari
bahasa Yunani yaitu On atau Ontos yang berati ada dan Logos yang berati ilmu. Jadi ontologi
adalah ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu
yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate realita baik
yang terbentuk dalam aspek-aspek kehidupan
dalam pembahasan ilmu kalam.
Ilmu Kalam mencangkup diskursus aliran-aliran kalam yang ada pada
persoalan-persoalan ketuhanan dan yang berkaitan dengannya, yang berkesan samar dan persoalan-persoalan yang terjadi
dalam kehidupan manusia.
3.
Aspek Aksiologi
Aksiologi berasal dari kata Yunani yaitu axion berati nilai dan
logos berati teori, yang berarti teori tentang nilai. Menurut istilah Aksiologi
adalah nilai suatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan
tentang apa yang dinilai dalam realita kehidupan yang menjadi pembahasan dalam
suatu ilmu kalam.
Pada aspek aksiologi ilmu kalam menyangkut pada kegunaan ilmu itu
sendiri dalam menyingkapi hakikat kebenaran yang terjadi dalam realita-rialita
kehidupanyang tidak terlepas oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologiberdasarkan perkembangan zaman.B. Kekurangan Aplikasi Aspek-Aspek Ilmu
Kalam
a)
Aspek Epistemologi
Epistemologi pada pembahasan ini cara yang digunakan para pemuka
aliran kalam dalam meyelesaikan persoalan- persoalan kalam, terutama cara penafsiran Al-Qu’ran. Kritikan terhadap
terhadap aspek ini dikemukakan oleh taufiq adnan amal dan syamsul rizal
pangabean.berrikut asdalah pendapat menurut keduanya
Amal dan Pangambean melihat bahwa penafsiran- penafsiran teologis
umumnya telah mendekati Al-Qu’ran secara atomistik dan parsial serta terlepas
dari konteks kesejahteraan dan kesusastraannya, demi membela sudut pandang
tertentu. Pemaksaan gagasan-gagasan asing ke dalam Al-Qu’ran juga merupakan
gejala mewabah didalamnya, seperti halnya berbedanya cara pandang yang ada
didalamnya mengenai keabsaan Al-Qu’ran.
Dalam hal ini golongan asy’ariah percaya bahwa Al-Qu’ran atau kalam
allah itu abadi (qadim) Al-Qu’ran merupakan perintah tuhan dan kata kretif kun
adamerupakan seluruh bentuk sifat kata yamg abadi. Untuk menjelaskan ini
golongan asy’ariah merujuk pada firman allah berikut ini.
إنَّمَآ أَمْرُهُ إِذَآ أَرَادَ شَيْـًٔا أَن يَقُولَ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ
Terjemahannya :”Sesunggunya urusannya apabila dia menhendaki
sesuatu dia hanya berkata kepadanya “jadilah”maka terjadilah
sesuatu”.(Qs.Yasin:25)
Menurut golongan asy’ariah ayat di atas menunjukan adanya perintah
kreatif dan perkataan kreatif kun mendahului segala yang ada di alam. Di
samping itu allah swt berfirman:
وَمِنْ ءَايٰتِهِ أَن تَقُومَ السَّمَآءُ وَالْأَرْضُ بِأَمْرِهِۦۚ ثُمَّ إِذَا دَعَاكُمْ دَعْوَةً مِّنَ الْأَرْضِ إِذَآ أَنتُمْ تَخْرُجُونَ
Terjemahnya :”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil
kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari
kubur)”.(Qs.Ar-Rum:25)Ayat-ayat yang di rujuk tersebut menjelaskan maksud untk
menegaskan kemaha kuasaan tuhan sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta.
Ayat ini telah di belokan maknanya oleh golongan asy’ariah untuk mendukung
gagasan keabadian Al-Qu’ran sebagai tanggapan terhadap pandangan kalangan
muntazilah. Teori golongan asy’ariah teori keabadian Al-Qu’ran dalam
kenyataannya senada dan berada di bawah pengaruh teori-teori teolog Kristen dan
pengikut aliran stoa tentang logos.perintah tuhan dan kata kreatif logos di
jelmakan serta diberi kekuasaan untuk menciptakan dan memelihara yang telah di
ciptakan.selanjutnya logos satu hal identik dengan tuhan dan dalam hal lainnya
berbeda dengan tuhan .akan tetapi kedua duanya kekal abadi dengan tuhan. Kata
kretif tuhan disebut memra dalam teologi yahudi dan oknum kedua dalam ajaran
trinitas Kristen.
Adnan dan Rijal melihat bahwa penafsiran golongan asy’ariah
merupakan tanggapan dalam kebutuhan sejarah,yaitu membela sudut pandang
golongan ahlisunnah.penafsiran tersebut tidak di curahkan dalam
Al-Qu’ran,tetapi lebih merupakan pemaksaan gagasan-gagasan asing ke
dalamnya.itulah sebabnya ayat itu di rujuk untuk membela pandangan mereka
dilepaskan dari konteks sastra dan konteks sejarah yang kemudian di abaikan
contoh tentang gagasan asing telah dipaksakan ke dalam Al-Qu’ran dapat dilihat
dalam paparan mengenai kebangkitan manusia di akhirat.dikalangan ahlisunnah,
terdapat keyakinan yang kut mengenai kebankitan fisik di akhirat.keyakinan
semacam ini yang diperoleh melui pemahaman harfiah akan ayat-ayat ukhrawi
Al-Qu’ran yang sulit diterima kaum fisluf. Oleh karena itu semua ditafsirkan
secara alegoris .
Kritik serupa dikemukakan oleh
Muhamad Husein Adz-Dzarabi yang berpendapat bahwa ada kecenderungan
pemuka-pemuka aliran kalam yang mencocokkan Al-Qu’ran denagan pandangan
madzhabnya.mereka menafsirkan dengan jalan pemikiaran dan keinginannya serta
nenakwilkan Al-Qu’ran berbeda dengan pendapat madzhabnya sehingga berlawanan
dan bertentangan dengan madzhab serta kepercayaannya. Mereka berusaha keras
untuk mempertahankan dan menyebarluaskan madzhabnya dengan menggunakan berbagai
penafsiran yang cenderung menyimpang makna dari firman allah.
Aliran kalam yang banyak mendapat sorotan Adz-Dzahabi adalah
khawariz muntazilah, dan syiah yang dipandang banyak menakwilkan Al-Qu’ran
secara tidak proposional dan menyimpangkan makna sebenarnya dalam rangka
mendukung prinsip dan kebenarannya. Contohnya penafsiran golongan khawarizj
dalam firman allah :
إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ فَلَا تَخْشَوُاالنَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَاتَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Terjemahnya :”Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di
dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu
diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada
Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan
mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi
terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah
kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit.
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”.(Qs.Al-Maidah:44) Tanpa
menyebutkan alasannya Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa para pemuka khawariz
berusaha menafsirkan ayat di atas sesuai dengan pendapat madzhabnya, yaitu
yaitu bahwa setiap orang yang melakukan dosa besar berati telah melakikan
keputusan hukum selain dengan hukuman yang di turunkan allah. contoh lain
adalah penafsiran Al-Qu’ran oleh tokoh-tokoh muntazilah terhadap firman allah:
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَة إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
Terjemahnya :“Dan wajah-wajah (orang-orang Mukmin) pada hari itu
berseri-seri.”(Qs. Al-Qiyamah:22-23)
Tokoh-tokoh muntazilah menakwilkan ayat diatas sesuai denagan
pendapatnya, yaitu ketidak munggkinan allah dapat dilihat diakhirat
kelak.dengan penakwilan nadhira dari arti sebenarnya ,yaitu melihatnya dengan
kepala sendiri.
Contoh penafsiran lain yang dilakukan kelompok muntazilah dan
dianggap menyimpang oleh adz-dzahabi adalah penafsiran terhadap firman allah:
وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَٰهُمْ عَلَيْكَمِ نقَبْلُ وَرُسُلًا لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا
Terjemanya : ”Dan (kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh
telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak
Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan
langsung”.(Qs.an-nissa:164)
Agar tidak bertentangan dengan pendapat tentang sifat allah
“al-kalam” mereka menjelaskan bahwa kallama berasal dari kata al-kalim yang
berati luka
Agar tidak bertentangan pendapat tentang sifat allah “al-kalam”
tokoh-tokoh muntazilah menjelaskan bahwa kata kallama berasal dari kata
al-kalim yang barati luka (al-jahr).oleh karena itu makna ayat tersebut adalah
allah melukai musa dengan kuku-kuku ujian dan cobaan hidup. Pendapat ini
sebagaimana disebutkan Adz-Dzahabi terdapat dalam Kalam Tafsir Al-Kasysyaf
Karya Az-Zamakhari.
Contoh penyimpangan syiah dan dipandang menyimpang oleh Ad-Dzahabi
adalah apa yang dilakukan Hasan Asykari ketika menafsirkan firman allah:
وَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌۖلَاإِلَٰهَ إِلَّاهُوَ الرَّحْمَٰنُ الرَّحِيمُۖ
Terjemahnya :”Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada
Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”.(Qs.Al-Baqarah:163)
Al-asykari mengatakan bahwa kata ar-rahman berati maha pemurah
kepada hamba-hambanya yang beriman dari kalangan (syiah) keluarga muhamad
saw.allah memperkenakan mereka untuk melakukan taqiyah. Mereka memperlihatkan
kesetiaaan kepada para kekasih allah dan siap melawan musuhnya apabila mereka
mampu melukainya atau bersikap diam apabila mereka mereka lemah.
Mananggapi penafsiran diatas, Adz-Dzahabi menjelaskan penyimpangan
yang dilakukan Al-Asykari didorong oleh prinsip ajaran taqiyah yang dinut oleh
paham syiah imamiah. Adz-Dzahabi lebih melihat bahwa penafsiran diatas
bernuansa politik.meskipun masih perlu di kritik kembali tuduhan-tuduhan
Adz-Dzahabi diatas cukup menggambarkan bahwa dalam menafsirkan ayat-ayat
Al-Qu’ran, para pemuka aliran kalam terkesan “memaksakan”menafsirkan Al-Qu’ran
sesuai dengan ajaran yang mereka anut. Dalam bahasa Amin Abdullah tiap-tiap
aliran kalammemanfaatkan untuk tidak memanfaatkan untuk tidak mengatakan
eksploitasi ayat-ayat atau hadis-hadis yang sesuai dengan alur pandangan yang
menguntungkan masing-masing. Semua argumen berserta dalil-dalil penguatnya yang
muncul didorong untuk memenangkan aliran atau golongan yang diinginkan dan
didukung oleh golongan pengusaha atau kelompok tertentu.esensi dan subtansi
ketuhanan dan keberagaman menjadi dinomorduakan bahkan nyaris terlupakan.
Berkaitan dengan kritik yang ditunjukan pada epistemologi ilmu
kalam, Muhamad Iqbal melihat adanya anomali (penyimpangan) yang melekat pada
literature ilmu kalam klasik. Teologi asy’ariah menggunakan cara dan pola pikir
yunani untuk mempertahankan dan mendefinisikan ortodoksi islam .mutazilah
sebaliknya terlalu jauh bersandar pada akal, yang akibatnya tidak menyadari
bahwa dalam wilayah pengetahuan agama, pemisahan antara pemilkiran keagamaan
dari pengalaman konkret merupakan kesalahan besar.
Dengan meninjau ulang adanya anomali-anomali yang melekat pada rancang
bangun epistemologi ilmu kalam, dapat dapat disimpulkan secara tentatif bahwa
ilmu kalam dapat disimpulkan bahwa ilmu kalam dapat dikembangkan dan
diperbaharui sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman yang searah dengan
kehidupan manusia sebagai aplikasinya dalam aspek-ab.
b)
Aspek Teologi
Diskursus ilmu kalam tidak hanya menyentuh persoalan kehidupan
manusia, persoalan tersebut adlah sesuatu yang terjadi pada masa lampau dan
berbeda dengan masa sekarang dengan demikian ilmu kalam dapat memecahkan
aspek-aspek kehidupan manusia kekinian, Falzul Rahman (1929-1982) berupaya
mereformulasi lagi hakikat ilmi kalam dan memperluas dirkursus-dirkirsusnya.
Teologi atau berteologi, harus dapat menumbuhkan moralitas atau sistem atika
untuk membimbing dan menanamkan dalamdiri manusia agar memiliki tanggung jawab
moral, yang dalam Al-Qu’ran disebut takwa. Secara pasti, teologi islam
merupakan usaha konstektual yang memberi penuturan yang koheren yang sesuai
dengan isi yang ada dalam Al-Qu’ran. Teologi harus memiliki kegunaan dalam
agama apabila teologi itu fungsional dalam kehidupan agama.
Dalam perspektif perkembangan masyarakat modern islam harus mampu
meletakakan landasan pemecahan dalam aspek-aspek kehidupan. Teologi yang
fungsional adalah teologi yang memenuhi aspek-aspek tersebut, sekaligus
menunjukan jalan keluar terhadap berbagai persoalan empiris kehidupan.
Teologi islam dan kalam saat ini adalah sebuah teologi yang
berdialog dengan realitas dan perkembangan pemikiran yang berjalan saat ini.
Telaah masa islam diperbolehkan hanya sekedar untuk memenuhi rasa kuirositas
manusia.dan sedangkan teologi islam kontenporer yang diakinatkan oleh perubahan
sosial yang dibawa oleh kemajuan ilmu dan teknologi, yang ditegaskan bahwa ilmu
kalam klasik berdialog dengan pemikiran dan bergaul dengan format pemikiran dan
epistemologi yunani (hellenisme), teologi islam atau kalam moderen harus
bersentuhan dengan pemikiran dan falsafah barat moderen karena falsafah barat
kontemporer di bentuk dan diilhami oleh arus perubahan dan arus perkembangan
iptek.
Diantara diskursus ilmu kalam yang menjadi bahan sorotan tajam para
pemikir kontemporer adalah konstruksi ilmu kalam ala Asy’ariyah, yaitu konsepsi mereka tentang hukum
kausalitas. Sebagaimana diketahui oleh para peminat studi ilmu kalam
Asy’ariyah, yang kemudian dikokohkan
oleh Al-Ghazali bahwa kausalitas tidak cocok dengan realita keilmuan yang
berkembang dewasa ini. Pemikiran kausalitas ilmu kalam Asy’ariyah tidak
kondusif untuk menumbuhkan etos kerja keilmuan, baik dalam wilayah ilmu-ilmu
keagaman maupun humanior.
c)
Aspek Aksiologi
Kritikan yang dialamatkan pada aspek aksiologi ilmu kalam
menyangkut pada kegunaan ilmu itu sendiri dalam menyingkap hakikat kebenaran.
Al-Ghazali tidak serta merta menolak ilmu kalam, tetapi menggaris bawahi
keterbatasan- keterbatasan ilmu ini sehingga menyimpulkan ilmu initidak dapat
mengantarkan manusia untuk mendekati Tuhan. Hanya kehidupan sufilah yang dapat
mengantarkan seseorang dekat dengan Tuhan. Alasan itulah yang menjadikan Ibn
Taimiyah dengan penuh semangat menganjurkan kaum muslimin untuk menjauhi ilmu
kalam seperti halnya orang menjauhi singa.
Bertolak dari kelemahan-kelemahan ilmu kalam di atas, tampaknya
dekonstruksi terhadap ilmu kalam ini merupakan sebuah keniscayaan. Dekonstruksi
tidak hanya berarti membongkar konstruksi yang sudah ada. Tujuan dekonstruksi
adalah melakukan demitologisasi konsep atau pandangan-pandangan yang ada, yang
telah menjadi teks sakral dan mitos keilmuan dalam dunia Islam.
Ahmad Hanafi melihat perlunya pergeseran paradigma dari yang
bercorak tradisional, yang bersandar pada paradigma logika-metafisika
(dialektika kata-kata), ke arah teologi yang mendasarkan pada paradigma empiris
(dialektika sosial politik). teologi bukan mempelajari tentang Tuhan semata, tetapi
menjadi ilmu kalam (ilmu tentang analisis kalam atau ucapan semata dan juga
sebagai konteks ucapan, yang berkaitan dengan pengertian yang mengacu pada
iman). Jadi, teologi juga bisa diartikan dengan antropologi dan hermeneutika,
teologi berarti suatu teori pemahaman tentang proses wahyu dari huruf sampai ke
tingkat kenyataan, dari logos ke praktis, dan juga transformatika wahyu dari
pikiran Tuhan kedalam kehidupan manusia. Untuk itu perlu keasadaran historis
yang menetukan keaslian teks dan tingkat kepastiannya; kesadaran eidetik yang
menjelaskan makna teks menjadi rasional dan kesadaran paktis yang menggunakan
makna tersebut sebagai dasar teoritik bagi tindakan dan mengantarkan wahyu pada
tujuan akhir dalam kehidupan manusia di dunia.spek kehidupan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme yang artinya
pengetahuan dan logos artinya diskursus yang merupakan cabang dari aspek ilmu
kalam yang berkaitan dengan teori pengetahuan. Epistimologi dalam ilmu kalam
adalah cara yang digunakan oleh para pemuka aliran kalam dalam menyelsaikan
persoalan kalam.
Menurut bahasa Ontologi berasal dari
bahasa Yunani yaitu On atau Ontos yang berati ada dan Logos yang berati ilmu. Jadi ontologi
adalah ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu
yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate realita baik
yang terbentuk dalam aspek-aspek kehidupan
dalam pembahasan ilmu kalam.
Aksiologi berasal dari kata Yunani yaitu axion berati nilai dan
logos berati teori, yang berarti teori tentang nilai. Menurut istilah Aksiologi
adalah nilai suatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan
tentang apa yang dinilai dalam realita kehidupan yang menjadi pembahasan dalam
suatu ilmu kalam.
Kekurangan studi kritis terhadap ilmu kalam dari aspek
estimologilnya:
1.
Penafsiran-penafsiran teologis umumnya telah mendekati Al-Qu’ran
secara atomistik dan parisal serta terlepas dari konteks sejarahan dan
kesusastraannya demi membela sudut pandang tertentu.
2.
Ada kecenderungan pemuka-pemuka aliran kalam yang mencocokkan
Al-Qu’ran dengan pandangan madzhabnya, yaitu menafsirkan Al-Qu’ran sesuai
dengan jalan pikiran dan keinginannya serta menakwilkan ayat yang berbeda
sesuai dengan pandangan madzhabnya sehingga tidak Nampak berlawanan dan
bertentangan dengan madzhab kepercayaannya.
3.
Ada anomali (penyimpangan) lain yang melekat pada litenatur ilmu
kalam klasik.
Kekurangan studi kritis terhadap ilmu kalam dari aspek ontologinya:
Diskursus aliran- aliran kalam yang berkisar persoaalan ketuhanan
yang terkesan jauh dari persoalan-persoalan kehidupan manusia.
Kekurangan
studi kritis terhadap ilmu kalam dari aspek aksiologinya:
1.
Ilmu kalam tidak mengantarkan manusia mendekati tuhan, tetapi hanya
kehidupan sufi yang mengantarkan seseorang dekat dengan tuhan.
2.
Obyek penelaaahan dan penelitian akal pikiran manusia pada dasarnya
adalah sifat-sifat dasar dari segala macam fenomena yang ditemui dalam
kehidupan, dari penelitian sifat-sifat dasar tersebut akaln ditemukan hukum
sebab dan akibat yang melatarbelakanginya. Diluar wilayah itu akal pikiran
tidak dapat menembusnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ismail Fuad Farid dan
Mutawalli Abdul Hamid, Berfilsaf Itu Gampang (Yogyakarta:Diva
Press,2017)
Amal Taufiq Adnan dan Panggambean Syamsul Rizal, Tafsir dan
Konstektual Al-
Qu’ran(Bandung:Mizan,1989)
Adz-Dzahabi Muhamad Husein, penyimpangan-penyimpangan dalam
penafsiran Al-Qu’ran,
(Jakarta :Rajawali Press,1978)
Rozak Abdul dan Anwar Rohison,ilmu kalam,(bandung:pustaka setia
2013),
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق