الخميس، نوفمبر 15

Aspek-Aspek Ilmu Kalam


DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.................................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................................... 1

BAB 11 PEMBAHASAN
A.    Pengertian Aspek-Aspek Ilmu Kalam ................................................................ 2
1.      Aspek Epistemologi....................................................................................... 2
2.      Aspek Ontologi.............................................................................................. 2
3.      Aspek Aksiologi............................................................................................. 2
a)      Aspek Epistemologi................................................................................. 3
b)      Aspek Teologi.......................................................................................... 7
c)      Aspek Aksiologi....................................................................................... 8

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan......................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam aplikasinya aspek-aspek ilmu kalam merupakan sebuah  pemikiran manusia yang wacana-wacananya dihasilkan oleh aliran kalam seperti halnya aliran pemikiran keislaman yang konstruktif. Diskursus ketuhanan yang menyentuh persoalan-persoalan rilmanusia yang kurang mendapat perhatian dari ilmu kalam yang banyak disoroti didalam aspek kehidupan.
Pembahasan Ilmu Kalam dalam aspek-aspek kehidupan dihadapkan pada barbagai macam gerakan pemikiran-pemikiran besar yang semuanya itu dapat dijadikan sebagai gambaran bahwa agama Islam telah hadir sebagai pelopor munculnya pemikiran-pemikiran yang hingga sekarang semuanya itu dapat dijumpai hampir diseluruh dunia. Hal ini juga dapat dijadikan alasan bahwa Islam sebagimana di jumpai dalam sejarah dunia, bukanlah sesempit yang dipahami pada umumnya, karena Islam bersumber pada Al-Qu’ran dan As-Sunnah dapat dapat menghubungkan agama dan masyarakat dalam aspek-aspek kehidupan.
Dalam setiap aspek-aspek kehidupan yang muncul di kalangan umat Islam bukanlah masalah teologi, melainkan persolaan di bidang politik,  hal ini di dasari dengan fakta sejarah yang menunjukkan bahwa, titik awal munculnya persolan pertama ini di tandai dengan lahirnya kelompok-kelompok dari kaum muslimin yang telah terpecah yang kesemuanya itu di awali dengan persoalan politik yang kemudian memunculkan kelompok-kelompok dengan berbagai Aliran teologi dan berbagai pendapat-pendapat yang berbeda-beda dalam segi aplikasi dan penerapannya.

B.     Rumusan Makalah
1.      Apa pengertian aspek-aspek ilmu kalam?
2.      Bagaimama kekuranagan aplikasi ilmu kalam dalam kehidupan?







BAB II
PEMBAHASAN

B.     Pengertian Aspek-Aspek Ilmu Kalam
1.      Aspek Epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme yang artinya pengetahuan dan logos artinya diskursus yang merupakan cabang dari aspek ilmu kalam yang berkaitan dengan teori pengetahuan.Epistemologi mempelajari tentang hakikat dari pengetahuan, justifikasi, dan rasionalitas keyakinan. Banyak perdebatan dalam epistemologi berpusat pada analisis ilmu kalam yang terkait dengan hakikat dari pengetahuan dan bagaimana hal tersebut berkaitan dengan konsep-konsep seperti kebenaran, keyakinan, dan justifikasi,dan juga berbagai masalah skeptisisme berserta sumber-sumbernya dalam sebuah ruang lingkup pengetahuan atas keyakinan sebagai kriteria dalam pengetahuan dan justifikasi ilmu kalam.
Epistimologi dalam ilmu kalam adalah cara yang digunakan oleh para pemuka aliran kalam dalam menyelsaikan persoalan kalam ketika menafsirkan al-qur’an yang dalam konteksnya disesuailkan dengan sudut pandang tertentu, penafsiran-penafsiran teologis yang telah mendekati Al-Qur’an secara atomistik dan parsial serta  yang melingkupi konteks kesejarahan dan kesusastraannya.
2.      Aspek Ontologi
Menurut  bahasa Ontologi  berasal dari  bahasa  Yunani  yaitu On atau Ontos yang berati  ada dan Logos yang berati ilmu. Jadi ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate realita baik yang terbentuk dalam aspek-aspek kehidupan  dalam pembahasan ilmu kalam.
Ilmu Kalam mencangkup diskursus aliran-aliran kalam yang ada pada persoalan-persoalan ketuhanan dan yang berkaitan dengannya, yang berkesan  samar dan persoalan-persoalan yang terjadi dalam kehidupan manusia.
3.      Aspek Aksiologi
Aksiologi berasal dari kata Yunani yaitu axion berati nilai dan logos berati teori, yang berarti teori tentang nilai. Menurut istilah Aksiologi adalah nilai suatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai dalam realita kehidupan yang menjadi pembahasan dalam suatu ilmu kalam.
Pada aspek aksiologi ilmu kalam menyangkut pada kegunaan ilmu itu sendiri dalam menyingkapi hakikat kebenaran yang terjadi dalam realita-rialita kehidupanyang tidak terlepas oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologiberdasarkan perkembangan zaman.B. Kekurangan Aplikasi Aspek-Aspek Ilmu Kalam
a)      Aspek Epistemologi
Epistemologi pada pembahasan ini cara yang digunakan para pemuka aliran kalam dalam meyelesaikan persoalan- persoalan kalam, terutama  cara penafsiran Al-Qu’ran. Kritikan terhadap terhadap aspek ini dikemukakan oleh taufiq adnan amal dan syamsul rizal pangabean.berrikut asdalah pendapat menurut keduanya
Amal dan Pangambean melihat bahwa penafsiran- penafsiran teologis umumnya telah mendekati Al-Qu’ran secara atomistik dan parsial serta terlepas dari konteks kesejahteraan dan kesusastraannya, demi membela sudut pandang tertentu. Pemaksaan gagasan-gagasan asing ke dalam Al-Qu’ran juga merupakan gejala mewabah didalamnya, seperti halnya berbedanya cara pandang yang ada didalamnya mengenai keabsaan Al-Qu’ran.
Dalam hal ini golongan asy’ariah percaya bahwa Al-Qu’ran atau kalam allah itu abadi (qadim) Al-Qu’ran merupakan perintah tuhan dan kata kretif kun adamerupakan seluruh bentuk sifat kata yamg abadi. Untuk menjelaskan ini golongan asy’ariah merujuk pada firman allah berikut ini.
إنَّمَآ أَمْرُهُ إِذَآ أَرَادَ شَيْـًٔا أَن يَقُولَ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ
Terjemahannya :”Sesunggunya urusannya apabila dia menhendaki sesuatu dia hanya berkata kepadanya “jadilah”maka terjadilah sesuatu”.(Qs.Yasin:25)
Menurut golongan asy’ariah ayat di atas menunjukan adanya perintah kreatif dan perkataan kreatif kun mendahului segala yang ada di alam. Di samping itu allah swt berfirman:
وَمِنْ ءَايٰتِهِ أَن تَقُومَ السَّمَآءُ وَالْأَرْضُ بِأَمْرِهِۦۚ ثُمَّ إِذَا دَعَاكُمْ دَعْوَةً مِّنَ الْأَرْضِ إِذَآ أَنتُمْ تَخْرُجُونَ
Terjemahnya :”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur)”.(Qs.Ar-Rum:25)Ayat-ayat yang di rujuk tersebut menjelaskan maksud untk menegaskan kemaha kuasaan tuhan sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta. Ayat ini telah di belokan maknanya oleh golongan asy’ariah untuk mendukung gagasan keabadian Al-Qu’ran sebagai tanggapan terhadap pandangan kalangan muntazilah. Teori golongan asy’ariah teori keabadian Al-Qu’ran dalam kenyataannya senada dan berada di bawah pengaruh teori-teori teolog Kristen dan pengikut aliran stoa tentang logos.perintah tuhan dan kata kreatif logos di jelmakan serta diberi kekuasaan untuk menciptakan dan memelihara yang telah di ciptakan.selanjutnya logos satu hal identik dengan tuhan dan dalam hal lainnya berbeda dengan tuhan .akan tetapi kedua duanya kekal abadi dengan tuhan. Kata kretif tuhan disebut memra dalam teologi yahudi dan oknum kedua dalam ajaran trinitas Kristen.
Adnan dan Rijal melihat bahwa penafsiran golongan asy’ariah merupakan tanggapan dalam kebutuhan sejarah,yaitu membela sudut pandang golongan ahlisunnah.penafsiran tersebut tidak di curahkan dalam Al-Qu’ran,tetapi lebih merupakan pemaksaan gagasan-gagasan asing ke dalamnya.itulah sebabnya ayat itu di rujuk untuk membela pandangan mereka dilepaskan dari konteks sastra dan konteks sejarah yang kemudian di abaikan contoh tentang gagasan asing telah dipaksakan ke dalam Al-Qu’ran dapat dilihat dalam paparan mengenai kebangkitan manusia di akhirat.dikalangan ahlisunnah, terdapat keyakinan yang kut mengenai kebankitan fisik di akhirat.keyakinan semacam ini yang diperoleh melui pemahaman harfiah akan ayat-ayat ukhrawi Al-Qu’ran yang sulit diterima kaum fisluf. Oleh karena itu semua ditafsirkan secara alegoris .
Kritik serupa  dikemukakan oleh Muhamad Husein Adz-Dzarabi yang berpendapat bahwa ada kecenderungan pemuka-pemuka aliran kalam yang mencocokkan Al-Qu’ran denagan pandangan madzhabnya.mereka menafsirkan dengan jalan pemikiaran dan keinginannya serta nenakwilkan Al-Qu’ran berbeda dengan pendapat madzhabnya sehingga berlawanan dan bertentangan dengan madzhab serta kepercayaannya. Mereka berusaha keras untuk mempertahankan dan menyebarluaskan madzhabnya dengan menggunakan berbagai penafsiran yang cenderung menyimpang makna dari firman allah.
Aliran kalam yang banyak mendapat sorotan Adz-Dzahabi adalah khawariz muntazilah, dan syiah yang dipandang banyak menakwilkan Al-Qu’ran secara tidak proposional dan menyimpangkan makna sebenarnya dalam rangka mendukung prinsip dan kebenarannya. Contohnya penafsiran golongan khawarizj dalam firman allah :
إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ فَلَا تَخْشَوُاالنَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَاتَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Terjemahnya :”Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit.
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”.(Qs.Al-Maidah:44) Tanpa menyebutkan alasannya Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa para pemuka khawariz berusaha menafsirkan ayat di atas sesuai dengan pendapat madzhabnya, yaitu yaitu bahwa setiap orang yang melakukan dosa besar berati telah melakikan keputusan hukum selain dengan hukuman yang di turunkan allah. contoh lain adalah penafsiran Al-Qu’ran oleh tokoh-tokoh muntazilah terhadap firman allah:
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَة إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
Terjemahnya :“Dan wajah-wajah (orang-orang Mukmin) pada hari itu berseri-seri.”(Qs. Al-Qiyamah:22-23)
Tokoh-tokoh muntazilah menakwilkan ayat diatas sesuai denagan pendapatnya, yaitu ketidak munggkinan allah dapat dilihat diakhirat kelak.dengan penakwilan nadhira dari arti sebenarnya ,yaitu melihatnya dengan kepala sendiri.
Contoh penafsiran lain yang dilakukan kelompok muntazilah dan dianggap menyimpang oleh adz-dzahabi adalah penafsiran terhadap firman allah:
وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَٰهُمْ عَلَيْكَمِ نقَبْلُ وَرُسُلًا لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا
Terjemanya : ”Dan (kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung”.(Qs.an-nissa:164)
Agar tidak bertentangan dengan pendapat tentang sifat allah “al-kalam” mereka menjelaskan bahwa kallama berasal dari kata al-kalim yang berati luka
Agar tidak bertentangan pendapat tentang sifat allah “al-kalam” tokoh-tokoh muntazilah menjelaskan bahwa kata kallama berasal dari kata al-kalim yang barati luka (al-jahr).oleh karena itu makna ayat tersebut adalah allah melukai musa dengan kuku-kuku ujian dan cobaan hidup. Pendapat ini sebagaimana disebutkan Adz-Dzahabi terdapat dalam Kalam Tafsir Al-Kasysyaf Karya Az-Zamakhari.
Contoh penyimpangan syiah dan dipandang menyimpang oleh Ad-Dzahabi adalah apa yang dilakukan Hasan Asykari ketika menafsirkan firman allah:
وَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌۖلَاإِلَٰهَ إِلَّاهُوَ الرَّحْمَٰنُ الرَّحِيمُۖ
Terjemahnya :”Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”.(Qs.Al-Baqarah:163)
Al-asykari mengatakan bahwa kata ar-rahman berati maha pemurah kepada hamba-hambanya yang beriman dari kalangan (syiah) keluarga muhamad saw.allah memperkenakan mereka untuk melakukan taqiyah. Mereka memperlihatkan kesetiaaan kepada para kekasih allah dan siap melawan musuhnya apabila mereka mampu melukainya atau bersikap diam apabila mereka mereka lemah.
Mananggapi penafsiran diatas, Adz-Dzahabi menjelaskan penyimpangan yang dilakukan Al-Asykari didorong oleh prinsip ajaran taqiyah yang dinut oleh paham syiah imamiah. Adz-Dzahabi lebih melihat bahwa penafsiran diatas bernuansa politik.meskipun masih perlu di kritik kembali tuduhan-tuduhan Adz-Dzahabi diatas cukup menggambarkan bahwa dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qu’ran, para pemuka aliran kalam terkesan “memaksakan”menafsirkan Al-Qu’ran sesuai dengan ajaran yang mereka anut. Dalam bahasa Amin Abdullah tiap-tiap aliran kalammemanfaatkan untuk tidak memanfaatkan untuk tidak mengatakan eksploitasi ayat-ayat atau hadis-hadis yang sesuai dengan alur pandangan yang menguntungkan masing-masing. Semua argumen berserta dalil-dalil penguatnya yang muncul didorong untuk memenangkan aliran atau golongan yang diinginkan dan didukung oleh golongan pengusaha atau kelompok tertentu.esensi dan subtansi ketuhanan dan keberagaman menjadi dinomorduakan bahkan nyaris terlupakan.
Berkaitan dengan kritik yang ditunjukan pada epistemologi ilmu kalam, Muhamad Iqbal melihat adanya anomali (penyimpangan) yang melekat pada literature ilmu kalam klasik. Teologi asy’ariah menggunakan cara dan pola pikir yunani untuk mempertahankan dan mendefinisikan ortodoksi islam .mutazilah sebaliknya terlalu jauh bersandar pada akal, yang akibatnya tidak menyadari bahwa dalam wilayah pengetahuan agama, pemisahan antara pemilkiran keagamaan dari pengalaman konkret merupakan kesalahan besar.
Dengan meninjau ulang adanya anomali-anomali yang melekat pada rancang bangun epistemologi ilmu kalam, dapat dapat disimpulkan secara tentatif bahwa ilmu kalam dapat disimpulkan bahwa ilmu kalam dapat dikembangkan dan diperbaharui sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman yang searah dengan kehidupan manusia sebagai aplikasinya dalam aspek-ab.      
b)      Aspek Teologi
Diskursus ilmu kalam tidak hanya menyentuh persoalan kehidupan manusia, persoalan tersebut adlah sesuatu yang terjadi pada masa lampau dan berbeda dengan masa sekarang dengan demikian ilmu kalam dapat memecahkan aspek-aspek kehidupan manusia kekinian, Falzul Rahman (1929-1982) berupaya mereformulasi lagi hakikat ilmi kalam dan memperluas dirkursus-dirkirsusnya. Teologi atau berteologi, harus dapat menumbuhkan moralitas atau sistem atika untuk membimbing dan menanamkan dalamdiri manusia agar memiliki tanggung jawab moral, yang dalam Al-Qu’ran disebut takwa. Secara pasti, teologi islam merupakan usaha konstektual yang memberi penuturan yang koheren yang sesuai dengan isi yang ada dalam Al-Qu’ran. Teologi harus memiliki kegunaan dalam agama apabila teologi itu fungsional dalam kehidupan agama.
Dalam perspektif perkembangan masyarakat modern islam harus mampu meletakakan landasan pemecahan dalam aspek-aspek kehidupan. Teologi yang fungsional adalah teologi yang memenuhi aspek-aspek tersebut, sekaligus menunjukan jalan keluar terhadap berbagai persoalan empiris kehidupan.
Teologi islam dan kalam saat ini adalah sebuah teologi yang berdialog dengan realitas dan perkembangan pemikiran yang berjalan saat ini. Telaah masa islam diperbolehkan hanya sekedar untuk memenuhi rasa kuirositas manusia.dan sedangkan teologi islam kontenporer yang diakinatkan oleh perubahan sosial yang dibawa oleh kemajuan ilmu dan teknologi, yang ditegaskan bahwa ilmu kalam klasik berdialog dengan pemikiran dan bergaul dengan format pemikiran dan epistemologi yunani (hellenisme), teologi islam atau kalam moderen harus bersentuhan dengan pemikiran dan falsafah barat moderen karena falsafah barat kontemporer di bentuk dan diilhami oleh arus perubahan dan arus perkembangan iptek.
Diantara diskursus ilmu kalam yang menjadi bahan sorotan tajam para pemikir kontemporer adalah konstruksi ilmu kalam ala Asy’ariyah,  yaitu konsepsi mereka tentang hukum kausalitas. Sebagaimana diketahui oleh para peminat studi ilmu kalam Asy’ariyah,  yang kemudian dikokohkan oleh Al-Ghazali bahwa kausalitas tidak cocok dengan realita keilmuan yang berkembang dewasa ini. Pemikiran kausalitas ilmu kalam Asy’ariyah tidak kondusif untuk menumbuhkan etos kerja keilmuan, baik dalam wilayah ilmu-ilmu keagaman maupun humanior.
c)      Aspek Aksiologi
Kritikan yang dialamatkan pada aspek aksiologi ilmu kalam menyangkut pada kegunaan ilmu itu sendiri dalam menyingkap hakikat kebenaran. Al-Ghazali tidak serta merta menolak ilmu kalam, tetapi menggaris bawahi keterbatasan- keterbatasan ilmu ini sehingga menyimpulkan ilmu initidak dapat mengantarkan manusia untuk mendekati Tuhan. Hanya kehidupan sufilah yang dapat mengantarkan seseorang dekat dengan Tuhan. Alasan itulah yang menjadikan Ibn Taimiyah dengan penuh semangat menganjurkan kaum muslimin untuk menjauhi ilmu kalam seperti halnya orang menjauhi singa.
Bertolak dari kelemahan-kelemahan ilmu kalam di atas, tampaknya dekonstruksi terhadap ilmu kalam ini merupakan sebuah keniscayaan. Dekonstruksi tidak hanya berarti membongkar konstruksi yang sudah ada. Tujuan dekonstruksi adalah melakukan demitologisasi konsep atau pandangan-pandangan yang ada, yang telah menjadi teks sakral dan mitos keilmuan dalam dunia Islam.
Ahmad Hanafi melihat perlunya pergeseran paradigma dari yang bercorak tradisional, yang bersandar pada paradigma logika-metafisika (dialektika kata-kata), ke arah teologi yang mendasarkan pada paradigma empiris (dialektika sosial politik). teologi bukan mempelajari tentang Tuhan semata, tetapi menjadi ilmu kalam (ilmu tentang analisis kalam atau ucapan semata dan juga sebagai konteks ucapan, yang berkaitan dengan pengertian yang mengacu pada iman). Jadi, teologi juga bisa diartikan dengan antropologi dan hermeneutika, teologi berarti suatu teori pemahaman tentang proses wahyu dari huruf sampai ke tingkat kenyataan, dari logos ke praktis, dan juga transformatika wahyu dari pikiran Tuhan kedalam kehidupan manusia. Untuk itu perlu keasadaran historis yang menetukan keaslian teks dan tingkat kepastiannya; kesadaran eidetik yang menjelaskan makna teks menjadi rasional dan kesadaran paktis yang menggunakan makna tersebut sebagai dasar teoritik bagi tindakan dan mengantarkan wahyu pada tujuan akhir dalam kehidupan manusia di dunia.spek kehidupan.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme yang artinya pengetahuan dan logos artinya diskursus yang merupakan cabang dari aspek ilmu kalam yang berkaitan dengan teori pengetahuan. Epistimologi dalam ilmu kalam adalah cara yang digunakan oleh para pemuka aliran kalam dalam menyelsaikan persoalan kalam.
Menurut  bahasa Ontologi  berasal dari  bahasa  Yunani  yaitu On atau Ontos yang berati  ada dan Logos yang berati ilmu. Jadi ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate realita baik yang terbentuk dalam aspek-aspek kehidupan  dalam pembahasan ilmu kalam.
Aksiologi berasal dari kata Yunani yaitu axion berati nilai dan logos berati teori, yang berarti teori tentang nilai. Menurut istilah Aksiologi adalah nilai suatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai dalam realita kehidupan yang menjadi pembahasan dalam suatu ilmu kalam.
Kekurangan studi kritis terhadap ilmu kalam dari aspek estimologilnya:
1.      Penafsiran-penafsiran teologis umumnya telah mendekati Al-Qu’ran secara atomistik dan parisal serta terlepas dari konteks sejarahan dan kesusastraannya demi membela sudut pandang tertentu.
2.      Ada kecenderungan pemuka-pemuka aliran kalam yang mencocokkan Al-Qu’ran dengan pandangan madzhabnya, yaitu menafsirkan Al-Qu’ran sesuai dengan jalan pikiran dan keinginannya serta menakwilkan ayat yang berbeda sesuai dengan pandangan madzhabnya sehingga tidak Nampak berlawanan dan bertentangan dengan madzhab kepercayaannya.
3.      Ada anomali (penyimpangan) lain yang melekat pada litenatur ilmu kalam klasik.



Kekurangan studi kritis terhadap ilmu kalam dari aspek ontologinya:
Diskursus aliran- aliran kalam yang berkisar persoaalan ketuhanan yang terkesan jauh dari persoalan-persoalan kehidupan manusia.
Kekurangan studi kritis terhadap ilmu kalam dari aspek aksiologinya:
1.      Ilmu kalam tidak mengantarkan manusia mendekati tuhan, tetapi hanya kehidupan sufi yang mengantarkan seseorang dekat dengan tuhan.
2.      Obyek penelaaahan dan penelitian akal pikiran manusia pada dasarnya adalah sifat-sifat dasar dari segala macam fenomena yang ditemui dalam kehidupan, dari penelitian sifat-sifat dasar tersebut akaln ditemukan hukum sebab dan akibat yang melatarbelakanginya. Diluar wilayah itu akal pikiran tidak dapat menembusnya.


DAFTAR PUSTAKA

Ismail Fuad Farid  dan Mutawalli Abdul Hamid, Berfilsaf Itu Gampang (Yogyakarta:Diva
Press,2017)

Amal Taufiq Adnan dan Panggambean Syamsul Rizal, Tafsir dan Konstektual Al-
Qu’ran(Bandung:Mizan,1989)

Adz-Dzahabi Muhamad Husein, penyimpangan-penyimpangan dalam penafsiran Al-Qu’ran,
(Jakarta :Rajawali Press,1978)

Rozak Abdul dan Anwar Rohison,ilmu kalam,(bandung:pustaka setia 2013),


























ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق