BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sumber-sumber Hukum Islam
Pengertian Sumber dan Dalil
Kata “sumber“
dalam hukum fiqh adalah terjemahan dari kata mashdar yang jamaknya adalah masha dir, yang
dapat diartikan suatu wadah yang dalam wadah tersebut dapat
ditemukan atau ditimba norma hukum.
Dalam
pengertian ini kata “sumber” hanya digunakan untuk al Qur’an dan Sunnah, karena
keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba hukum syara’nya. Hukum syara yaitu
seperangkat peraturan berdasarkan ketentuan Allah tentang tingkah laku manusia
yang diakui dan diyakini berlaku serta mengikat untuk semua umat yang beragama
Islam.
Sedangkan kata
“dalil” berarti sesuatu yang dapat menunjuki. Bila dihubungkan dengan kata
hukum ataual
adillah syar’iyyah berarti sesuatu yang memberi petunjuk dan
menuntun kita dalam menemukan hukum Allah. Kata dalil dapat digunakan untuk al
Quran, sunnah, ijma, dan qiyas, karena semuanya menuntun kepada penemuan hukum
Allah.
Di kalangan
fuqoha, dalil diartikan sesuatu yang padanya terdapat penunjukan
pengajaran, baik yang dapat menyampaikan kepada sesuatu yang meyakinkan atau
kepada dugaan kuat yang tidak meyakinkan.
Menurut ulama
ushul fiqh dalil diartikan sesuatu yang menyampaikan kepada tuntutan
khabari dengan pemikiran yang shahih.
Prinsip dalil syara menurut al
Syatibi :
1. Dalil syara tidak bertentangan
dengan tuntutan akal.
2. Tujuan pembentukan dalil adalah
menempatkan perbuatan manusia dalam perhitungannya.
3. Setiap dalil bersifat kulli
(global).
4. Dalil syara terbagi dalam qathi
dan zhanni.
5. Dalil syara terdiri dari dalil
naqli dan dalil aqli.
Sumber hukum
adalah Alquran, sunnah, ijma’, qiyas, mashlahahmursalah,
istihsan, .urf, istishhab, dan syar’u
man qablana. Secara umum sumber hukum Islam ada yang disepakati (Musttafaq’ alaih atau mujma’ alaih) dan ada yang
diperselisihkan (mukhtalaf). Sumber hukum yang di sepakti adalah alquran dan
hadis, sedangkan sumber hukum yang di perselisihkan adalah selain dua sumber
hukum yang telah di sebutkan. berikut ini akan di uraikan mengenai sumber hukum
secara satu persatu.
Al-qura’an
Alquraan adalah
wahyu dari allah, tidak ada perselisihan di kalangan ulama tentang eksistensi
nya sebagai sumber hukum islam karena petunjuk nya, bersifat tegas .berbeda
dengan ayat yang dahlala nya bersifat
zhanni. misalnya, suatu kata
mempunyai makna lebih dari 1 yang disebut dengan lafal musytarak.
“Walakum nisfu mataroka azwaajukum illam yakullahunnawalladun”
Dan bagimu
(suami-suami) seperdua dari harta yg ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika
mereka tidak mempunyai anak. (QS. Al-Nisa (4):12)
Ayat memiliki petumjuk yang jelas
dan tidak ada kemungkinan makna lain. Oleh karna itu, ulama tidak berbeda
pendapat .
Sunnah
Ulama sepakat
bahwa sunnah sumber tasyri yang ke 2 setelah Al-Qur’an dalam sunnah juga
terdapat teks yang tegas dan teks yang tidak tegas.
Pertama,
Keterangan Al-Syafi’i(w.204 H) didalam kitab nya, Al-Ummbahwa ada seseorang yanmg berkata , “anda adalah
orang arab dan Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa anda.
Ijma
Adalah
kesepakatan para mujtahid setelah wafatnya Nabi suatu peristiwayang
memerlukan penetapan hukum.
Qiyas
Adalah
menyamakan hukum sesuatu yang tidak ada teks nya didalam Al-Qur’an dan hadist,
tetapi memounyai alasan ( ‘illat) yang sama.
Istikhsan
Istikhsan
Artinya memandang lebih baik.istikhsan menentukan hukum bukan berdasarkan qiyas yang jelas, mrlainkan berdasarkan
qiyas yang tidak jelas, karena maslahat menghendaki kemudian misalnya, air
bekas minuman harimau itu najis. akan tetapi bekas minuman burung elang itu
tidsak najis perbedaanya harimau minum dengan lidahnya, sedang kan elang dengan
patuknya.
Macam-Macam Sumber Hukum Islam
Para ulama
sepakat bahwa, Sumber Hukum Islam ada tiga, yaitu; al Quran, Sunnah, dan al
Rayu ( akal ).Landasannya adalah :
1.
Al
Quran surat al Nisa (4) :59 yang artinya”Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah ( al
Quran ) dan Rasul ( Sunnah )”.
Perintah
mentaati Allah berarti perintah menjalankan hukum yang terdapat dalam al
Quran.Perintah mentaati Rasul berarti perintah mengamalkan apa yang disampaikan
Rasul dalam Sunnahnya.Perintah mentaati ulil amri berarti perintah mengamalkan
hukum yang ditemukan berdasarkan ijma.Perintah mengembalikan sesuatu yang
siperselisihkan hukumnya kepada Allah dan Rasul berarti perintah mengamalkan
hukum yang ditemukan melalui qiyas. Ijma dan qiyas merupakan hasil dari al Rayu
( hasil ijtihad ).
2.
Sunnah,
yaitu kisah pembicaraan Nabi dengan Muaz bin Jabal sewaktu ia diutus oleh Nabi
sebagai qadli ( hakim ) ke Yaman.
Nabi : Bagaimana Anda memutuskan
seandainya kepada Anda dihadapkan suatu perkara?
Muaz : Saya memutuskan berdasarkan
apa yang saya temukan dalam al Quran.
Nabi : Kalau engkau tidak dapat
menemukan dalam al Quran ?
Muaz : Saya memutuskan berdasarkan
apa yang saya temukan dalam Sunnah.
Nabi : Seandainya dalam Sunnah pun
engkau tidak dapat menemukan jawabannya ?
Muaz : Saya mengamalkan ijtihad
dengan nalar saya dan saya tidak akan berbuat kelengah-
an.
Nabi : Segala puji untuk Allah yang
telah meberikan taufik kepada utusan Rasul Allah me-
Nurut apa yang direlakannya.
B.
Sebab-sebab Perbedaan Pendapat Pada Sumber Hukum Islam
Assalamu’alaikum
warrohmatullohi wabarokaatuh
Banyaknya pendapat-pendapat para ulama terkait
perbedaan status hukum suatu mu’amallah hingga ibadah sunnah semua terkait
dengan perbedaan cara pandang dan mengistimbath suatu hukum yang ada di Al
Quran maupun Hadits.
Hal ini sesungguhnya sudah ada sejak jaman
dahulu, dimulai sejak jaman tabi’in hingga para imam madzhab dan sampai
sekarang.
Untuk mengetahui, mengapa terjadi perbedaan
pendapat tersebut, berikut ada tulisan ringkas, hasil rangkuman dari buku
Tarikh Tasyri yang artinya secara singkat adalah Sejarah Penentuan Hukum
Syariat yang diambil dari buku “Ikhtisar Tarikh Tasyri” karangan Dr H Abdul
Majid Khon, M. Ag. Semoga bermanfaat.
PERBEDAAN
PENDAPAT ULAMA PADA SEBAGIAN SUMBER HUKUM
Secara umum, sumber hukum Islam ada yang
disepakati (muttafaq ‘alaih atau mujma’ `alaih) dan ada yang diperselisihkan
(mukhtalaf fih). Sumber hukum yang disepakati adalah Al Quran dan Hadits.
Sedangkan sumber hukum yang diperselisihkan adalah ijma’, qiyas, istihsan,
mashalih mursalah, istishhab, ‘urf, dan sya’u man qablana..
Berikut
akan diuraikan mengenai sumber hukum secara satu persatu secara ringkas..
1.
Al Quran.
Al Quran adalah wahyu dari Allah, tidak ada
perselisihan di kalangan ulama tentang eksistensinya sebagai sumber hukum Islam
karena petunjuknya bersifat tegas
2.
Sunnah
Sunnah yang dimaksud dalam hal ini adalah
hadits.
3.
Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid setelah
wafatnya Nabi SAW mengenai hukum suatu peristiwa.
4.
Qiyas.
Qiyas adalah menyamakan hukum sesuatu yang
tidak ada teksnya di dalam Al Quran dan hadits, tetapi mempunyai alas an
(‘illat) yang sama. Dengan kata lain, membandingkan hukum suatu peristiwa yang
belum ada ketentuan hukumnya dengan peristiwa lain yang sudah ada ketentuan
hukumnya atas dasar persamaan ‘illat. Misalnya : Minuman keras seperti, tuak,
dan bir diqiyaskan dengan khamar karena memiliki ‘illat yang sama, yaitu
memabukkan. Contoh lain adalah Haramnya memukul orang tua diqiyaskan dengan
larangan berkata ah, sebagaimana disebutkan dalam QS Al Isra’(17);23.
5.
Istihsan
Istihsan artinya memandang lebih baik. Istihsan
menentukan hukum bukan berdasarkan qiyas yang jelas melainkan berdasarkan qiyas
yang tidak jelas, karena maslahat menghendaki demikian. Misalnya air bekas
minuman harimau itu najis. Akan tetapi, bekas minuman burung elang itu tidak
najis. Perbedaannya, harimau minum dengan lidahnya, sementara burung elang
dengan paruhnya.
6.
Mashalih Mursalah.
Mashalih mursalah ialah maslahat yang tidak
disebut dalam hukum. Hukum ditetapkan untuk keselamatan umum dan akan mengalami
perubahan sesuai dengan berkembangnya zaman. Misalnya, hadirnya surat nikah
atau surat cerai’ penumpasan orang-orang yang tidak mau membayar zakat pada
masa Abu Bakar’ penjatuhan hukuman penjara kepada pencuri yang kelaparan, bukan
hukuman potong tangan pada masa Umar bin Al Khaththab.
7. ‘Urf
‘Urf artinya adat atau tradisi masyarakat
setempat yang tidak bertentangan dengan Al Quran dan Hadits. Imam Malik banyak
memakai ‘urf Madinah sebagai sumber hukum. Demikian juga Imam al Syafi’I,
Fatwanya di Irak (Qaul Qadim) berbeda dengan fatwanya di Mesir (Qaul Jadid)
Beberapa contoh ‘urf antara lain membayar
makanan atau minuman setelah habis disantap, membayar taksi setelah sampai
tujuan, serta bolehnya transaksi jual-beli buah-buahan ketika sudah mulai
tampak matan di pohon. (Wahbah Al Zuhaili, Al WQajiz fi Ushul Al Fiqh, hal
99-100
8.
Istishhab
Istishhab artinya berpegang pada hukum semula
selama tidak timbul perubahan. Segala sesuatu di ala mini memiliki hukum
ibahah (boleh) selama tidak ada dalil Al Quran, hadits atau dalil lain yang
membatalkannya. Contoh-contoh lain seperti berikut ini.
a.
Orang yang yakin punya air qudhu, tetapi ragu
sudah berhadas atau belum; dianggap suci menurut jumhur, selain Malikiyyah.
b.
Orang yang meragukan benda suci yang dapat
mengubah air, baik itu sedikit maupun banyak, air tersebut tetap suci. (Wahbah
Al Zuhaili, Al WQajiz fi Ushul Al Fiqh, hal 116-117)
Pengertian
Pembahuruan Hukum Islam
Pembaharuan hukum Islam terdiri dari dua kata,
yaitu “pembaharuan” yang berarti modernisasi atau suatu upaya yang dilakukan
untuk mengadakan atau menciptakan suatu yang baru; dan “hukum Islam”, yakni
kumpulan atau koleksi daya upaya para fukaha dalam bentuk hasil pemikiran untuk
menerapkan syariat berdasarkan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini hukum Islam
sama dengan fiqh, bukan syariat
Sejarah Perkembangan Hukum Islam
diturunkanya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW mulailah
tarikh tasyri’ Islami Sebelum penulis membahas pembaharuan hukum Islam di
Indonesia, perlu diketahui historitas pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam.
Sumber tasyri’ Islami adalah wahyu (Kitabullah dan Sunnah Rasul).Ayat tasyri’
datang secara berangsur-angsur dan bertahap (tadrij).dari masa kemasa.
1. Pada Masa Rasulullah (610M – 632M)
Dengan tadrij ini berhubungan dengan adat-adat bangsa
Arab meninggalkan adat-adat yang lama dengan hukum yang baru/hukum Islam.dan
dijadikan prinsip-prinsip umum.
2. Pada masa Khulafa’ur Rasyidin
(632M – 662M)
a) Abu Bakar Ash-Shiddiiq
Pada masa ini disebut masa penetapan tiang-tiang
(da’aa’im) dengan memerangi orang-orang yang murtad mutanabbi dan pembangkang
penyerahan zakat.Di masa ini pula dikumpulkan Al-Qur’an pada satu mushaf.
b) Umar Bin Khatab
Pada masa ini telah bisa menyusun administrasi
pemerintahan menetapkan pajak.kharaj atas tanah subur yang dimiliki oleh orang
non muslim, menetapkan peradilan, perkantoran, dan kalender penanggalan.
Umar dikenal sebagai imamul-mujtahidin. Di masanya
beliau berijtihad, antara lain tidak menghukum pencuri dengan potong tangan
karena tidak ada illat untuk memotongnya dan tidak memberi zakat kepada
al-muallafatu quluubuhum, karena tidak ada ‘illah untuk memberinya.
c) Utsman bin Affan
Pada zamannya telah diperintahkan Zaid Ibn Tsabit dan
Abdullah Ibn Zubair. Sa’iid Ibn Al-Ash dan Abdurrahman Bin Harits untuk
mengumpulkan Al-Qur’an dengan qiraah (dialek) yang satu dengan mushaf satu
macam pula pada tahun 30 H./650M.
d) Ali bin Abi Thalib
Dengan wafatnya Sayyidina Ali, berakhirlah masa
Khulafa’ur-Rasyidin dalam perkembangan tasyri’ Islam.
Pada masa ini sumber tasyri’ Islam adalah Al-Qur’an
dan Sunnah Rasul yang disebut dengan nash atau naql,apabila ada masalah yang
tidak jelas dalam nash,para sahabat pada zaman Khulafa’ur-Rasyidin,memakai
ijtihad dengan berpegang kepada ma’quul an-nash dan mengeluarkan ‘illah atau
hikmah yang dimaksud dari nash itu,kemudian menerapkan pada semua masalah yang
sesuai dengan ‘illahnya dengan ‘illah pada yang dinash untuk mendapatkan hukum
yang dicari,yang disebut dengan al-qiyaas,jika hukum yang dicari tidak ada
nashnya,maka para sahabat bermusyawarah,yang disebut dengan al-ijmaa’. Para
Ulama’ menyebutkan bahwa dari praktek khulafa’ur-Rasyidin itu terdapat
perluasan dasar tasyri’ Islam disamping Al-Qur’an dan As-Sunnah terdapat juga
Al-Qiyaas dan Al-Ijmaa’.
3. Masa Khilafah Amawiyah
Pada masa ini adalah masa pembentukan fiqh Islami
yaitu ilmu furu’ syari’ah dan hukum-hukumnya yang diambil dari dalil-dalilnya
yang tafsili.para fuqaha meletakkan peraturan dasar yang diambil dari
Al-Qur’an,As-Sunnah dari Ijma’ dan Qiyas. Pada garis besarnya mereka terbagi ke
dalam dua aliran,yaitu aliran Hijaz yang berpegang kepada nas-nas as-sunnah/ahli
hadis, dan aliran Irak yang telah dipengaruhi kebudayaan masyarakat yang baru,
sehingga para fukaha-nya cenderung menggunakan qiyas/ar-ra’yi. Dan masa ini
juga telah dimulai penafsiran al-qur’an dan pengumpulan hadits, mempelajari dan
mendalaminya, menjaga kepalsuan dari pengaruh politik, pengaruh gololongan,
atau sebab-sebab yang lain.
4. Masa Keemasan Abbasiyah
Pada masa ini syari’at dipelajari secara khusus dengan
ilmu khusus yaitu ushulul-fiqh dan dikarang kitab-kitab dalam hal furu’ fiqh.
Dan pada masa ini fuqaha sunni terbagi tiga golongan,yaitu fuqaha sunni ahli
Ra’yi tokohnya abu hanifah di iraq,dan fuqaha sunni ahli hadits tokohnya malik
ibnu anas di hijaz, dan golongan yang bertentangan dari kedua golongan tersebut
yaitu aliran asy-syafi’i. Kemudian muncullah madzhab-madzhab sunni. Yang besar
dan masih hidup: hanafi, maliki, syafi’i, dan hanbali. Dari segi sumber tasyri’
selain nash (Al-Qur’an dan Sunna) telah bertambah dalil ‘aqli,yaitu ijma’ dan
qiyas,dan dalil-dalil istihsan dari Abi Hanifah dan mashlahatul-mursalah.
5. Masa Kemerosotan
Ilmu fiqh berhenti sedikit demi sedikit,bahkan mereka
melakukan ijtihad fil-madzhab,sehingga khalifah-khalifah hanya menjadi
pendukung madzhab yang adaturki mendukung madzhab hanafi, ayyubi mendukung
syafi’I, fathimi mendukung madzhab isma’ili.Para hakim menjadi engikut madzhab
yang dianut oleh Negara yang tidak berijtihad sendiri. Pada permulaan abad ke
empat hijrah, fuqaha sunni menetapkan tertutupnya pintu ijtihad,sehingga
berkembanglah bid’ah dan khurafat dan hanya taqlid yang berkembang.
6. Masa kebangkitan
Pada masa ini Ahmad Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu
Qayyim Al-Jauziyah yang bermadzhab kepada Hanbali memerangi bid’ah dan
khurafat, dan menganjurkan memahami syari’at dengan memakai pikiran, penalaran
dan akal sehat, dan mengatakan pintu ijtihad itu terus berlaku sampai hari
kiamat, dan memerangi taqlid buta.
7. Perkembangan Fiqh Pada Masa
Mujtahihidin
Akhir abad pertama muncul mujtahid-mujtahid dalam
furu’. Yang termasyhur serta urutannya sebagai berikut:
Ø Madzhab Aby Hanifah
Dikalangan sunni madzhab ini banyak memperkenalkan
ra’yu.dan dalam berijtihad selain menggunakan Al-Qur’an,Hadits,Ijma’ dan Qiyas
juga menggunakan dalil Al-istihsan sebagai dalil yang khusus.madzhab ini
menjadi madzhab resmi pemerintahan Utsmaniyah pada zaman Abbasiyah
Ø Madzhab Maliki
Madzhab ini berimam pada malik ibn anas dan terkenal
sebagai madrasah ahlul-hadits.pegangan dalam beristinbath selain
Al-Qur’an,Hadits,Ijma’ dan Qiyas juga menggunakan Al-Maslahatul Mursalah,qaul
shahabi dan adat yang diikuti di Madinah
Ø Madzhab Asy-Syafi’i
Dalam beristinbath hukumnya juga menggunakan
Al-Qur’an,Hadits,Ijma’ dan Qiyas,tetapi menolak dalil Al-istihsan dari Aby
Hanifa dan Al-Maslahatul Mursalah dari imam Maliki.karena madzhab ini merupkaqn
pertengahan dari Aby Hanifah dan Imam Maliki.
Ø Madzhab Ahmad Ibn Hanbal
Madzhab ini merupakan madzhab yang terakhir dikalangan
sunni.gurnnya adalah imam Syafi’i,tetapi memiliki madzhab sendiri dan lebih
banyak bergerak pada aqidah untuk membersihkan ummat dari
khurafat,takhayul,bid’ah.dan dikenal dengan semboyan kembali kepada Al-Qur’an
dan Hadits mengikuti paham salaf.
Ø Madzhab Syi’ah
Madzhab ini timbul karena problem politik,mereka tidak
mengakui Khulafaur-Rasyidin kecuali sayyidina ali,Abbasiyah,dan Amawiyah,karena
mereka memiliki statemen “khalifah itu hanya keturunan Nabi (Ahl Al-bait).
Madzhab ini terbagi menjadi dua bagian diantaranya:
a. Syi’ah Imamiyyah Itsna
‘Asyariyah
Dasar fiqhnya adalah al-qur’an dan hadits yang
sanadnya dari Ahlu Bait dan ijma’nya dari imam yang ma’shum,kemudian dengan
dalil aqal yang bukan qiyas yang disebut dengan madzhab Ja’fari.
b. Syi’ah Zaidiyayah
Madzhab ini mengakui kekholifahan Khulafaur-Rasyidin,sehingga
diidentifikasi dengan madzhab sunni.
c. Syi’ah isma’iliyyah
Atau juga disebut madzhab Batiniyah,karena mereka
menganggap kalau Al-Qur’an makna-Nya yang batin.
Ø Madzhab-madzhab lainya
a. Madzhab Al-Auza’i
b. Madzhab Dzahiri
Tokoh pendirinya adalah Dawud Ibn Ali (wafat 270 H/883
M).Madzhab ini berpegang kepada zhahir ana al-qur’an dan hadits.mereka tidak
menerima ijma’ selain ijma’nya sahabat,dan tidak menerima qiyas selain qiyas
nash.
c. Kadzhab Al-Thabari
8. Perkembangan Fiqh Pada Masa
Utsmani
Pemerintah Utsmani lahir pada abad ke-14 di Anatoli
(Turki) dan berlangsung 4 abad dan menganut madzhab hanafi secara resmi untuk
fatwa dan keadilan setelah beberapa tahun.
Ada beberapa halangan untuk mengodifikasikan hukum,antara lain:
1) Sumber Tasyri’ Islami
Mereka khawatir dalam berijtihad mengalami
kekeliruan,karena sumber tasyri’ adalah hal yang suci.
2) Kemerdekaan Berijtihad
Berijtihad merupakan hak asasi bagi yang
berhak.Apabila hasil ijtihad telah dikodifikasikan,maka tidak menerima ijtihad
orang lain,padahal dalam hal masalah baru harus ber-ijtihad lagi,
3) Kemerdekaan Aqidah
Islam tidak ada paksaan untuk beragama,jadi apabila
fiqh telah dikodifikasikan,berarti membatasi kemerdekaan aqidah bagi yang lain.
Jadi dalam melakukan kodifikasi ditempuh secara bertahap, antara lain:
a. Menetapkan Yang Resmi Bagi Negara
Pada awalnya untuk menetapkan madzhab yang resmi
sangat sulit, karena dikewatirkan terjadi pertentang pendapat.tetapi karena
adanya kebutuhan-kebutuhan yang mendesak,maka sultan salim yang memerintah pada
saat itu menetapkan madzhab hanafi sebagai madzhab resmi Negara dalam hal
peradilan dan fatwa.
b. Menyusun Pendapat Satu Madzhab
Setalah mempersatukan madzhab diseluruh
wilayahnya,maka disusunlah hukum perdata utsmani yang dikenal dengan
majallatul-ahkam al-adliyah,selain semua rakyat untuk menaatinya,hakim juga
harus mengikuti perintah sultan dan tidak boleh menerima hasil mujtahid yang
lainya.
c. Membuat Kompilasi Madzhab
Lain
Pemerintah juga mengambil pendapat dari madzhab yang
lain yang sesuai demi kemaslahatan ummat.
d. Mengambil PerUndang-Undangan
Modern
Hukum perdata,hukum perdagangan,hukum pidana yang baru
yang lebih modren dititik beratkan harus berdasarkan syari’at Islamiya.
9. Masuknya Campur Tangan Asing Ke
Dalam Undang-Undang Asing
Yang sangat krusial campur tangan asing pada abad
ke-19 ketika pemerintahan utsmani sudah melemah,khususnya pada pemerintahan
abdul-aziz (1861M – 1876M),ketika Negara jatuh ke dalam hutang luar negeri
karena pemborosan keroyalan dan juga karena berpikirnya tidak berdasarkan
kesatuan agama tetapi karena kesukuan dan kebangsaanya.
10. Peraturan Dan PerUndang-Undangan Kerajaan Utsmani
Beberapa Undang-Undang pemerintah Utsmani yang
dipengaruhi campur tangan asing,diantaranya adalah:
a) Undang-Undang perdagangan
b) Undang-Undang pertahanan
c) Undang-Undang hukum pidana
d) Undang-Undang perdagangan laut
e) Undang-Undang hukum acara
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi, dari pembahasan di atas, dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa sumber hukum Islam yang disepakati oleh ulama yaitu berupa
Al-Qur’an, As-Sunnah, dan juga Ijma’.
Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada
Rasulullah saw., dan sebagai sumber hukum Islam yang pertama dan utama dalam
menentukan hukum fiqih.
As-Sunnah merupakan perbuatan maupun perkataan
Rasulullah saw., dan sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.
Ijma’ merupakan kesepakatan seluruh para mujtahid
di kalangan umat Islam pada suatu masa ketika Rasulullah saw., wafat atas hukum
syara’ mengenai suatu kejadian dan sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an
dan As-Sunnah.
B. Kritik dan Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan.Sebagai
manusia, kami pun tak luput dari kesalahan dan tentunya masih sangat jauh dari
kesempurnaan.Tapi, semoga saja yang kita pelajari ini bermanfaat, dengan
harapan bisa menambah Pengetahuan dan Keilmuan bagi kita semua.Kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk menjadi koreksi kedepan.
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق