الأربعاء، أكتوبر 31

makalah Sumber-sumber Hukum Islam


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sumber-sumber Hukum Islam
Pengertian Sumber dan Dalil
Kata “sumber“ dalam hukum fiqh adalah terjemahan dari kata mashdar yang jamaknya adalah masha dir, yang dapat diartikan suatu wadah yang dalam wadah tersebut dapat ditemukan atau ditimba norma hukum.
Dalam pengertian ini kata “sumber” hanya digunakan untuk al Qur’an dan Sunnah, karena keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba hukum syara’nya. Hukum syara yaitu seperangkat peraturan berdasarkan ketentuan Allah tentang tingkah laku manusia yang diakui dan diyakini berlaku serta mengikat untuk semua umat yang beragama Islam.
Sedangkan kata “dalil” berarti sesuatu yang dapat menunjuki. Bila dihubungkan dengan kata hukum ataual adillah syar’iyyah berarti sesuatu yang memberi petunjuk dan menuntun kita dalam menemukan hukum Allah. Kata dalil dapat digunakan untuk al Quran, sunnah, ijma, dan qiyas, karena semuanya menuntun kepada penemuan hukum Allah.
Di kalangan fuqoha, dalil diartikan sesuatu yang padanya terdapat penunjukan pengajaran, baik yang dapat menyampaikan kepada sesuatu yang meyakinkan atau kepada dugaan kuat yang tidak meyakinkan.
Menurut ulama ushul fiqh dalil diartikan sesuatu yang menyampaikan kepada tuntutan khabari dengan pemikiran yang shahih.
Prinsip dalil syara menurut al Syatibi :
1. Dalil syara tidak bertentangan dengan tuntutan akal.
2. Tujuan pembentukan dalil adalah menempatkan perbuatan manusia dalam perhitungannya.
3. Setiap dalil bersifat kulli (global).
4. Dalil syara terbagi dalam qathi dan zhanni.
5. Dalil syara terdiri dari dalil naqli dan dalil aqli.
Sumber hukum adalah Alquran, sunnah, ijma’, qiyas, mashlahahmursalah, istihsan, .urf, istishhab, dan syar’u man qablana. Secara umum sumber hukum Islam ada yang disepakati (Musttafaq’ alaih atau mujma’ alaih) dan ada yang diperselisihkan (mukhtalaf). Sumber hukum yang di sepakti adalah alquran dan hadis, sedangkan sumber hukum yang di perselisihkan adalah selain dua sumber hukum yang telah di sebutkan. berikut ini akan di uraikan mengenai sumber hukum secara satu persatu.
Al-qura’an
Alquraan adalah wahyu dari allah, tidak ada perselisihan di kalangan ulama tentang eksistensi nya sebagai sumber hukum islam karena petunjuk nya, bersifat tegas .berbeda dengan ayat yang dahlala nya bersifat zhanni. misalnya, suatu kata mempunyai makna lebih dari 1 yang disebut dengan lafal musytarak.
“Walakum nisfu mataroka azwaajukum illam yakullahunnawalladun”
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yg ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. (QS. Al-Nisa (4):12)
Ayat memiliki petumjuk yang jelas dan tidak ada kemungkinan makna lain. Oleh karna itu, ulama tidak berbeda pendapat .
Sunnah
Ulama sepakat bahwa sunnah sumber tasyri yang ke 2 setelah Al-Qur’an dalam sunnah juga terdapat teks yang tegas dan teks yang tidak tegas.
Pertama, Keterangan Al-Syafi’i(w.204 H) didalam kitab nya,  Al-Ummbahwa ada         seseorang yanmg berkata , “anda adalah orang arab dan Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa anda.
Ijma
Adalah kesepakatan para mujtahid setelah wafatnya Nabi suatu peristiwayang memerlukan   penetapan hukum.
Qiyas
Adalah menyamakan hukum sesuatu yang tidak ada teks nya didalam Al-Qur’an dan hadist, tetapi memounyai alasan ( ‘illat) yang sama.
Istikhsan
Istikhsan Artinya memandang lebih baik.istikhsan menentukan hukum bukan berdasarkan    qiyas yang jelas, mrlainkan berdasarkan qiyas yang tidak jelas, karena maslahat menghendaki kemudian misalnya, air bekas minuman harimau itu najis. akan tetapi bekas minuman burung elang itu tidsak najis perbedaanya harimau minum dengan lidahnya, sedang kan elang dengan patuknya.
Macam-Macam Sumber Hukum Islam
Para ulama sepakat bahwa, Sumber Hukum Islam ada tiga, yaitu; al Quran, Sunnah, dan al Rayu ( akal ).Landasannya adalah :
1.      Al Quran surat al Nisa (4) :59 yang artinya”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah ( al Quran ) dan Rasul ( Sunnah )”.
Perintah mentaati Allah berarti perintah menjalankan hukum yang terdapat dalam al Quran.Perintah mentaati Rasul berarti perintah mengamalkan apa yang disampaikan Rasul dalam Sunnahnya.Perintah mentaati ulil amri berarti perintah mengamalkan hukum yang ditemukan berdasarkan ijma.Perintah mengembalikan sesuatu yang siperselisihkan hukumnya kepada Allah dan Rasul berarti perintah mengamalkan hukum yang ditemukan melalui qiyas. Ijma dan qiyas merupakan hasil dari al Rayu ( hasil ijtihad ).
2.      Sunnah, yaitu kisah pembicaraan Nabi dengan Muaz bin Jabal sewaktu ia diutus oleh Nabi sebagai qadli ( hakim ) ke Yaman.
Nabi : Bagaimana Anda memutuskan seandainya kepada Anda dihadapkan suatu perkara?
Muaz : Saya memutuskan berdasarkan apa yang saya temukan dalam al Quran.
Nabi : Kalau engkau tidak dapat menemukan dalam al Quran ?
Muaz : Saya memutuskan berdasarkan apa yang saya temukan dalam Sunnah.
Nabi : Seandainya dalam Sunnah pun engkau tidak dapat menemukan jawabannya ?
Muaz : Saya mengamalkan ijtihad dengan nalar saya dan saya tidak akan berbuat kelengah-
an.
Nabi : Segala puji untuk Allah yang telah meberikan taufik kepada utusan Rasul Allah me-
Nurut apa yang direlakannya.

B.     Sebab-sebab Perbedaan Pendapat Pada Sumber Hukum Islam
Assalamu’alaikum warrohmatullohi wabarokaatuh
Banyaknya pendapat-pendapat para ulama terkait perbedaan status hukum suatu mu’amallah hingga ibadah sunnah semua terkait dengan perbedaan cara pandang dan mengistimbath suatu hukum yang ada di Al Quran maupun Hadits.
Hal ini sesungguhnya sudah ada sejak jaman dahulu, dimulai sejak jaman tabi’in hingga para imam madzhab dan sampai sekarang.
Untuk mengetahui, mengapa terjadi perbedaan pendapat tersebut, berikut ada tulisan ringkas, hasil rangkuman dari buku Tarikh Tasyri yang artinya secara singkat adalah Sejarah Penentuan Hukum Syariat yang diambil dari buku “Ikhtisar Tarikh Tasyri” karangan Dr H Abdul Majid Khon, M. Ag. Semoga bermanfaat.
PERBEDAAN PENDAPAT ULAMA PADA SEBAGIAN SUMBER HUKUM
Secara umum, sumber hukum Islam ada yang disepakati (muttafaq ‘alaih atau mujma’ `alaih) dan ada yang diperselisihkan (mukhtalaf fih). Sumber hukum yang disepakati adalah Al Quran dan Hadits. Sedangkan sumber hukum yang diperselisihkan adalah ijma’, qiyas, istihsan, mashalih mursalah, istishhab, ‘urf, dan sya’u man qablana..
Berikut akan diuraikan mengenai sumber hukum secara satu persatu secara ringkas..
1.       Al Quran.
Al Quran adalah wahyu dari Allah, tidak ada perselisihan di kalangan ulama tentang eksistensinya sebagai sumber hukum Islam karena petunjuknya bersifat tegas
2.       Sunnah
Sunnah yang dimaksud dalam hal ini adalah hadits.
3.       Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid setelah wafatnya Nabi SAW mengenai hukum suatu peristiwa.
4.       Qiyas.
Qiyas adalah menyamakan hukum sesuatu yang tidak ada teksnya di dalam Al Quran dan hadits, tetapi mempunyai alas an (‘illat) yang sama. Dengan kata lain, membandingkan hukum suatu peristiwa yang belum ada ketentuan hukumnya dengan peristiwa lain yang sudah ada ketentuan hukumnya atas dasar persamaan ‘illat. Misalnya : Minuman keras seperti, tuak, dan bir diqiyaskan dengan khamar karena memiliki ‘illat yang sama, yaitu memabukkan. Contoh lain adalah Haramnya memukul orang tua diqiyaskan dengan larangan berkata ah, sebagaimana disebutkan dalam QS Al Isra’(17);23.
5.       Istihsan
Istihsan artinya memandang lebih baik. Istihsan menentukan hukum bukan berdasarkan qiyas yang jelas melainkan berdasarkan qiyas yang tidak jelas, karena maslahat menghendaki demikian. Misalnya air bekas minuman harimau itu najis. Akan tetapi, bekas minuman burung elang itu tidak najis. Perbedaannya, harimau minum dengan lidahnya, sementara burung elang dengan paruhnya.
6.       Mashalih Mursalah.
Mashalih mursalah ialah maslahat yang tidak disebut dalam hukum. Hukum ditetapkan untuk keselamatan umum dan akan mengalami perubahan sesuai dengan berkembangnya zaman. Misalnya, hadirnya surat nikah atau surat cerai’ penumpasan orang-orang yang tidak mau membayar zakat pada masa Abu Bakar’ penjatuhan hukuman penjara kepada pencuri yang kelaparan, bukan hukuman potong tangan pada masa Umar bin Al Khaththab.
7.       ‘Urf
‘Urf artinya adat atau tradisi masyarakat setempat yang tidak bertentangan dengan Al Quran dan Hadits. Imam Malik banyak memakai ‘urf Madinah sebagai sumber hukum. Demikian juga Imam al Syafi’I, Fatwanya di Irak (Qaul Qadim) berbeda dengan fatwanya di Mesir (Qaul Jadid)
Beberapa contoh ‘urf antara lain membayar makanan atau minuman setelah habis disantap, membayar taksi setelah sampai tujuan, serta bolehnya transaksi jual-beli buah-buahan ketika sudah mulai tampak matan di pohon. (Wahbah Al Zuhaili, Al WQajiz fi Ushul Al Fiqh, hal 99-100
8.       Istishhab
Istishhab artinya berpegang pada hukum semula selama tidak timbul perubahan.  Segala sesuatu di ala mini memiliki hukum ibahah (boleh) selama tidak ada dalil Al Quran, hadits atau dalil lain yang membatalkannya. Contoh-contoh lain seperti berikut ini.
a.       Orang yang yakin punya air qudhu, tetapi ragu sudah berhadas atau belum; dianggap suci menurut jumhur, selain Malikiyyah.
b.      Orang yang meragukan benda suci yang dapat mengubah air, baik itu sedikit maupun banyak, air tersebut tetap suci. (Wahbah Al Zuhaili, Al WQajiz fi Ushul Al Fiqh, hal 116-117)
C.    Perbedaan Pendapat dan Pembaharuan Tasyri
Pengertian Pembahuruan Hukum Islam
Pembaharuan hukum Islam terdiri dari dua kata, yaitu “pembaharuan” yang berarti modernisasi atau suatu upaya yang dilakukan untuk mengadakan atau menciptakan suatu yang baru; dan “hukum Islam”, yakni kumpulan atau koleksi daya upaya para fukaha dalam bentuk hasil pemikiran untuk menerapkan syariat berdasarkan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini hukum Islam sama dengan fiqh, bukan syariat
Sejarah Perkembangan Hukum Islam
diturunkanya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW mulailah tarikh tasyri’ Islami Sebelum penulis membahas pembaharuan hukum Islam di Indonesia, perlu diketahui historitas pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam. Sumber tasyri’ Islami adalah wahyu (Kitabullah dan Sunnah Rasul).Ayat tasyri’ datang secara berangsur-angsur dan bertahap (tadrij).dari masa kemasa.
1.   Pada Masa Rasulullah (610M – 632M)
Dengan tadrij ini berhubungan dengan adat-adat bangsa Arab meninggalkan adat-adat yang lama dengan hukum yang baru/hukum Islam.dan dijadikan prinsip-prinsip umum.
2.      Pada masa Khulafa’ur Rasyidin (632M – 662M)
a)      Abu Bakar Ash-Shiddiiq
Pada masa ini disebut masa penetapan tiang-tiang (da’aa’im) dengan memerangi orang-orang yang murtad mutanabbi dan pembangkang penyerahan zakat.Di masa ini pula dikumpulkan Al-Qur’an pada satu mushaf.
b)      Umar Bin Khatab
Pada masa ini telah bisa menyusun administrasi pemerintahan menetapkan pajak.kharaj atas tanah subur yang dimiliki oleh orang non muslim, menetapkan peradilan, perkantoran, dan kalender penanggalan.
Umar dikenal sebagai imamul-mujtahidin. Di masanya beliau berijtihad, antara lain tidak menghukum pencuri dengan potong tangan karena tidak ada illat untuk memotongnya dan tidak memberi zakat kepada al-muallafatu quluubuhum, karena tidak ada ‘illah untuk memberinya.
c)      Utsman bin Affan
Pada zamannya telah diperintahkan Zaid Ibn Tsabit dan Abdullah Ibn Zubair. Sa’iid Ibn Al-Ash dan Abdurrahman Bin Harits untuk mengumpulkan Al-Qur’an dengan qiraah (dialek) yang satu dengan mushaf satu macam pula pada tahun 30 H./650M.
d)     Ali bin Abi Thalib
Dengan wafatnya Sayyidina Ali, berakhirlah masa Khulafa’ur-Rasyidin dalam perkembangan tasyri’ Islam.
Pada masa ini sumber tasyri’ Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul yang disebut dengan nash atau naql,apabila ada masalah yang tidak jelas dalam nash,para sahabat pada zaman Khulafa’ur-Rasyidin,memakai ijtihad dengan berpegang kepada ma’quul an-nash dan mengeluarkan ‘illah atau hikmah yang dimaksud dari nash itu,kemudian menerapkan pada semua masalah yang sesuai dengan ‘illahnya dengan ‘illah pada yang dinash untuk mendapatkan hukum yang dicari,yang disebut dengan al-qiyaas,jika hukum yang dicari tidak ada nashnya,maka para sahabat bermusyawarah,yang disebut dengan al-ijmaa’. Para Ulama’ menyebutkan bahwa dari praktek khulafa’ur-Rasyidin itu terdapat perluasan dasar tasyri’ Islam disamping Al-Qur’an dan As-Sunnah terdapat juga Al-Qiyaas dan Al-Ijmaa’.
3.      Masa Khilafah Amawiyah
Pada masa ini adalah masa pembentukan fiqh Islami yaitu ilmu furu’ syari’ah dan hukum-hukumnya yang diambil dari dalil-dalilnya yang tafsili.para fuqaha meletakkan peraturan dasar yang diambil dari Al-Qur’an,As-Sunnah dari Ijma’ dan Qiyas. Pada garis besarnya mereka terbagi ke dalam dua aliran,yaitu aliran Hijaz yang berpegang kepada nas-nas as-sunnah/ahli hadis, dan aliran Irak yang telah dipengaruhi kebudayaan masyarakat yang baru, sehingga para fukaha-nya cenderung menggunakan qiyas/ar-ra’yi. Dan masa ini juga telah dimulai penafsiran al-qur’an dan pengumpulan hadits, mempelajari dan mendalaminya, menjaga kepalsuan dari pengaruh politik, pengaruh gololongan, atau sebab-sebab yang lain.
4.      Masa Keemasan Abbasiyah      
Pada masa ini syari’at dipelajari secara khusus dengan ilmu khusus yaitu ushulul-fiqh dan dikarang kitab-kitab dalam hal furu’ fiqh. Dan pada masa ini fuqaha sunni terbagi tiga golongan,yaitu fuqaha sunni ahli Ra’yi tokohnya abu hanifah di iraq,dan fuqaha sunni ahli hadits tokohnya malik ibnu anas di hijaz, dan golongan yang bertentangan dari kedua golongan tersebut yaitu aliran asy-syafi’i. Kemudian muncullah madzhab-madzhab sunni. Yang besar dan masih hidup: hanafi, maliki, syafi’i, dan hanbali. Dari segi sumber tasyri’ selain nash (Al-Qur’an dan Sunna) telah bertambah dalil ‘aqli,yaitu ijma’ dan qiyas,dan dalil-dalil istihsan dari Abi Hanifah dan mashlahatul-mursalah.
5.      Masa Kemerosotan
Ilmu fiqh berhenti sedikit demi sedikit,bahkan mereka melakukan ijtihad fil-madzhab,sehingga khalifah-khalifah hanya menjadi pendukung madzhab yang adaturki mendukung madzhab hanafi, ayyubi mendukung syafi’I, fathimi mendukung madzhab isma’ili.Para hakim menjadi engikut madzhab yang dianut oleh Negara yang tidak berijtihad sendiri. Pada permulaan abad ke empat hijrah, fuqaha sunni menetapkan tertutupnya pintu ijtihad,sehingga berkembanglah bid’ah dan khurafat dan hanya taqlid yang berkembang.
6.      Masa kebangkitan
Pada masa ini Ahmad Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah yang bermadzhab kepada Hanbali memerangi bid’ah dan khurafat, dan menganjurkan memahami syari’at dengan memakai pikiran, penalaran dan akal sehat, dan mengatakan pintu ijtihad itu terus berlaku sampai hari kiamat, dan memerangi taqlid buta.
7.      Perkembangan Fiqh Pada Masa Mujtahihidin
Akhir abad pertama muncul mujtahid-mujtahid dalam furu’. Yang termasyhur serta urutannya sebagai berikut:
Ø  Madzhab Aby Hanifah
Dikalangan sunni madzhab ini banyak memperkenalkan ra’yu.dan dalam berijtihad selain menggunakan Al-Qur’an,Hadits,Ijma’ dan Qiyas juga menggunakan dalil Al-istihsan sebagai dalil yang khusus.madzhab ini menjadi madzhab resmi pemerintahan Utsmaniyah pada zaman Abbasiyah
Ø  Madzhab Maliki
Madzhab ini berimam pada malik ibn anas dan terkenal sebagai madrasah ahlul-hadits.pegangan dalam beristinbath selain Al-Qur’an,Hadits,Ijma’ dan Qiyas juga menggunakan Al-Maslahatul Mursalah,qaul shahabi dan adat yang diikuti di Madinah
Ø  Madzhab Asy-Syafi’i
Dalam beristinbath hukumnya juga menggunakan Al-Qur’an,Hadits,Ijma’ dan Qiyas,tetapi menolak dalil Al-istihsan dari Aby Hanifa dan Al-Maslahatul Mursalah dari imam Maliki.karena madzhab ini merupkaqn pertengahan dari Aby Hanifah dan Imam Maliki.
Ø  Madzhab Ahmad Ibn Hanbal
Madzhab ini merupakan madzhab yang terakhir dikalangan sunni.gurnnya adalah imam Syafi’i,tetapi memiliki madzhab sendiri dan lebih banyak bergerak pada aqidah untuk membersihkan ummat dari khurafat,takhayul,bid’ah.dan dikenal dengan semboyan kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits mengikuti paham salaf.
Ø  Madzhab Syi’ah
Madzhab ini timbul karena problem politik,mereka tidak mengakui Khulafaur-Rasyidin kecuali sayyidina ali,Abbasiyah,dan Amawiyah,karena mereka memiliki statemen “khalifah itu hanya keturunan Nabi (Ahl Al-bait).

Madzhab ini terbagi menjadi dua bagian diantaranya:
a.        Syi’ah Imamiyyah Itsna ‘Asyariyah
Dasar fiqhnya adalah al-qur’an dan hadits yang sanadnya dari Ahlu Bait dan ijma’nya dari imam yang ma’shum,kemudian dengan dalil aqal yang bukan qiyas yang disebut dengan madzhab Ja’fari.
b.      Syi’ah Zaidiyayah
Madzhab ini mengakui kekholifahan Khulafaur-Rasyidin,sehingga diidentifikasi dengan madzhab sunni.
c.       Syi’ah isma’iliyyah
Atau juga disebut madzhab Batiniyah,karena mereka menganggap kalau Al-Qur’an makna-Nya yang batin.
Ø  Madzhab-madzhab lainya
a.       Madzhab Al-Auza’i
b.      Madzhab Dzahiri
Tokoh pendirinya adalah Dawud Ibn Ali (wafat 270 H/883 M).Madzhab ini berpegang kepada zhahir ana al-qur’an dan hadits.mereka tidak menerima ijma’ selain ijma’nya sahabat,dan tidak menerima qiyas selain qiyas nash.
c.       Kadzhab Al-Thabari
8.      Perkembangan Fiqh Pada Masa Utsmani
Pemerintah Utsmani lahir pada abad ke-14 di Anatoli (Turki) dan berlangsung 4 abad dan menganut madzhab hanafi secara resmi untuk fatwa dan keadilan setelah beberapa tahun.
Ada beberapa halangan untuk mengodifikasikan hukum,antara lain:
1)      Sumber Tasyri’ Islami
Mereka khawatir dalam berijtihad mengalami kekeliruan,karena sumber tasyri’ adalah hal yang suci.
2)      Kemerdekaan Berijtihad
Berijtihad merupakan hak asasi bagi yang berhak.Apabila hasil ijtihad telah dikodifikasikan,maka tidak menerima ijtihad orang lain,padahal dalam hal masalah baru harus ber-ijtihad lagi,
3)      Kemerdekaan Aqidah
Islam tidak ada paksaan untuk beragama,jadi apabila fiqh telah dikodifikasikan,berarti membatasi kemerdekaan aqidah bagi yang lain.
Jadi dalam melakukan kodifikasi ditempuh secara bertahap, antara lain:
a.      Menetapkan Yang Resmi Bagi Negara
Pada awalnya untuk menetapkan madzhab yang resmi sangat sulit, karena dikewatirkan terjadi pertentang pendapat.tetapi karena adanya kebutuhan-kebutuhan yang mendesak,maka sultan salim yang memerintah pada saat itu menetapkan madzhab hanafi sebagai madzhab resmi Negara dalam hal peradilan dan fatwa.
b.      Menyusun Pendapat Satu Madzhab
Setalah mempersatukan madzhab diseluruh wilayahnya,maka disusunlah hukum perdata utsmani yang dikenal dengan majallatul-ahkam al-adliyah,selain semua rakyat untuk menaatinya,hakim juga harus mengikuti perintah sultan dan tidak boleh menerima hasil mujtahid yang lainya.
c.       Membuat Kompilasi Madzhab Lain
Pemerintah juga mengambil pendapat dari madzhab yang lain yang sesuai demi kemaslahatan ummat.
d.      Mengambil PerUndang-Undangan Modern
Hukum perdata,hukum perdagangan,hukum pidana yang baru yang lebih modren dititik beratkan harus berdasarkan syari’at Islamiya.
9.      Masuknya Campur Tangan Asing Ke Dalam Undang-Undang Asing
Yang sangat krusial campur tangan asing pada abad ke-19 ketika pemerintahan utsmani sudah melemah,khususnya pada pemerintahan abdul-aziz (1861M – 1876M),ketika Negara jatuh ke dalam hutang luar negeri karena pemborosan keroyalan dan juga karena berpikirnya tidak berdasarkan kesatuan agama tetapi karena kesukuan dan kebangsaanya.
10.  Peraturan Dan PerUndang-Undangan Kerajaan Utsmani
Beberapa Undang-Undang pemerintah Utsmani yang dipengaruhi campur tangan asing,diantaranya adalah:
a)      Undang-Undang perdagangan
b)      Undang-Undang pertahanan
c)      Undang-Undang hukum pidana
d)     Undang-Undang perdagangan laut
e)      Undang-Undang hukum acara











           

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Jadi, dari pembahasan di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa sumber hukum Islam yang disepakati oleh ulama yaitu berupa Al-Qur’an, As-Sunnah, dan juga Ijma’.
Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Rasulullah saw., dan sebagai sumber hukum Islam yang pertama dan utama dalam menentukan hukum fiqih.
As-Sunnah merupakan perbuatan maupun perkataan Rasulullah saw., dan sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.
Ijma’ merupakan kesepakatan seluruh para mujtahid di kalangan umat Islam pada suatu masa ketika Rasulullah saw., wafat atas hukum syara’ mengenai suatu kejadian dan sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an dan As-Sunnah. 

B.     Kritik dan Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan.Sebagai manusia, kami pun tak luput dari kesalahan dan tentunya masih sangat jauh dari kesempurnaan.Tapi, semoga saja yang kita pelajari ini bermanfaat, dengan harapan bisa menambah Pengetahuan dan Keilmuan bagi kita semua.Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk menjadi koreksi kedepan.

makalah Khiyar


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Khiyar
                  1.      Secara Kata Bahasa Arab.
      Menurut kamus besar bahasa arab al-munawwir, kata-kata khiyar dapat di jumpai dengan kata-kata “الحيار ولاختيار ‘’ artinya pilihan. Sedangkan ‘’ حر ية ‘’ artinya kebebasan memilih dan ‘’احتيارا  ‘’ dengan kemauan sendiri serta ‘’ artinya kebaikan dikiuti kata-kata “ الخيرية ‘’ berdasarkan kemauan sendiri.
      Jadi khiyar secara bahasa dapat diartikan ‘’pilihan, kebebasan memilih, kemauan sendiri, kebaikan, berdasarkan kemauan sendiri.

                  2.      Secara Terminology Ulama’
Sedangkan menurut istilah yang disebutkan didalam kiitab fiqih islam yaitu ‘’khiyar artinya boleh memilih antara dua, meneruskan aqad jual beli atau di urungkan, (ditarik kembali tidak jadi jual beli).
Diadakannya khiyar oleh syara’ agar kedua orang yang berjual beli agar dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing lebih jauh. Supaya tidak terjadi penyesalan di kemudia hari, lantaran merasa tertipu.
Secara terminologis para ulama fiqh mendefinisikan al-khiyar dengan:

أَنْ يَكُوْنَ لِلْمُتَعَاقِدِ الْخِيَارُبَيْنَ إِمْضَاءِ الْعَقْدِ وَعَدَمِ إِمْضَائِهِ بِفَسْخِهِ رفقا لِلْمُتَعَا قِدَيْنِ.
          Artinya : hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi masing-masing pihak yang melakukan transaksi.

                  3.      Pendapat Ahli Fiqih
      a.       Menurut dr. H. Hendi suhendi, m.si.
            Yatiu menurut agama islam di bolehkan memilih atau melanjutkan jual beli atau membatalkannya.


      b.      Menurut asy-syekh muhammad bin qosim al-ghozali
            Khiyar adalah bagi penjual dan pembeli ada hak khiyar (memilih) antara meneruskan atau membatalkan jual belinya.
            Maksudnya yaitu bagi penjual dan pembeli ada hak tetap untuk memilih beberapa macam aqad jual beli di tempatnya (khiyar majlis) seperti pesanan (salam), selama keuanya belum terpisah artinya suatu masa tidak terpisah kedua belah pihak menurut kebiasaan.
      c.       Menurut kompilasi hukum ekonomi syariah
            Sedangkan pengertian khiyar menurut kompilasi hukum ekonomi syariah (khes) pasal 20 (8) adalah hak pilih bagi penjual dan pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan akad jual beli yang dilakukannya.
Hadits yang Menjelaskan tentang Khiyar
حدثنا سليمان بن حرب حدثنا شعبة عن قتادة عن صالح أبي الخليل عن عبد الله بن الحارث رفعه الى حكيم بن حزم رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم البيعان بالخيار ما لم يتفرقا أو قال حتى يتفرقا فإن صدقا وبينا بورك لهما في بيعهما وإن كتما وكذبا محقت بركه بيعهما.
Terjemah:
            Telah menceritakan kepada kami badal bin almuhabbar telah menceritakan kepada kami syu’bah dari qotadah berkata, aku mendengar abu khalil menceritakan dari abdullah bi haritsah dari hakim bi hizam r.a. dari nabi saw. bersabda. “dua orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar (pilihan untuk melangsungkan atau membatalkan jual beli) selama keduanya belum berpisah”. atau sabda beliau : hingga keduanya berpisah. jika keduanya jujur dan menampakkan cacat dagangannya maka keduanya diberkahi dalam jual belinya dan bila menyembunyikan cacat dan berdusta maka akan dimusnahkan keberkahan jual belinya”.

      B.     Pembagian Khiyar
Jumlah khiyar sangat banyak dan diantaranya para ulama telah terjadi perbedaan pendapat. Menurut ulama hanafiyah, jumlahnya ada 17.
 ulama malikiyah membagi khiyar menjadi dua bagian yaitu ‘’khiyar al-taammul (melihat, meneliti), yakni khiyar secara mutlaq dan khiyar naish (kurang), yakni apabila terdapat kekurangan atau ‘aib pada barang yang dijual (khiyar al-hukmy). Ulama malikiyah berpendapat bahwa khiyar majlis itu batal.
Ulama syafi’iyah berpendapat bahwa khiyar terbagi menjadi menjadi dua yaitu khiyar at-tasyahi dan khiyar naqishah.
Khiyar at-tasyahi yaitu khiyar yang menyebabkan pembeli memperlama transksi sesuai seleranya terhadap barang, baik didalam majlis maupun syarat.
Khiyar naqishah yaitu adanya perbedaan dalam lafaz atau adanya kesalahan dalam perbuatan atau adanya penggantian.
Adapun khiyar yang didasarkan pada syara’ menurut ulama syafi’iyah ada 16 (enam belas) dan menurut ulama hanabilah jumlah khiyar ada 8 (delapan) macam.

      C.    Pembagian Khiyar
                  1.      Khiyar Syarat
            Menurut ulama fiqih khiyar syarat yaitu:
اَنْ يَكُوْنَ ِلأَحَدِالْعَاقِدَيْنِ اَوْلِكِيْلَهُمَا اَوْ لِغَيْرِهُمَاالْحَقِّ فىِ فَسْحِ الْعَقْدِاِوْاِمْضَائِهِ خِلاَلَ مُدَّةٍ مَعْلُوْمَةٍ
Artinya’’ sesuatu keadaan yang membolehkan salah seorang yang aqad atau masing-masing yang aqad atau selain kedua belah pihak yang aqad memiliki hak atas pembatalan  atau penetapan aqad selama waktu yang ditentukan.’’
Contohnya:
            seorang pembeli berkata ‘’saya beli dari kamu barang ini, dengan catatan saya ber-khiyar (pilih-pilih) selama sehari atau tiga hari.’’ Khiyar di syariatkan antara lain untuk menghilangkan unsur kelalaian atau tipu-menipu bagi pihak yang aqad.

                  2.      Khiyar Majlis
Khiyar majlis menurut pengertian ulama’ fiqih
اَنْ يَكُوْنَ لِكُلِّ مِنَ الْعَا قِدَيْنِ حَقٌّ فَسْحُ الْعَقْدِ مَادَامَ فِى مَجْلِسٍ الْعَقْدِ لَمْ يَتَفَرَّقَاَ بِاَبْدَانِهَايُخَيِّرُاَحَدُهُمَااْلا خَرَ فَيُخْتَارُ لُزُوْمُ اْلعَقْدِ
Artinya: ‘ hak bagi semua pihak yang melakukan ajad untuk membatalkan akad selagi masih berada di tempat akad dan kedua pihak belum berpisah. Keduanya saling memilih sehingga muncul kelaziman dalam akad.
Khiyar majlis di kenal dikalangan ulama syafiiyah dan hanabilah.
Dengan demikian , akad akan menjadi lazim jika kedua belah pihak telah berpisah atau memilih. Khiyar majlis hanya ada pada akad yang sifatnya pertukaran, seperti jual beli, upah-mengupah dan lain-lain.
            3.      Khiyar ‘Aib
Menurut ulama fiqih arti khiyar ‘aib(cacat) yaitu:

اَنْ يَكُوْنَ ِلأَحَدِالْعَاقِدَيِنِ الْحَقَّ فِى فَسْخِ الْعَقْدِاَوْاِمْضَاءِهِ اِذَا وُجِدَ عَيْبٌ فِى اَحَدِ الْبَدْ لَيْنِ وَلَمْ يَكُنْ صَا حِبُهُ عَالِمًابِهِ وَقْتَ الْعَقْدِ
 artinya: keadaan yang membolehkan salah seorang yang akad memiliki hak untuk membatalkan akad atau menjadikannya.
Penyebab khiyar aib adalah adanya cacat pada barang yang dijual belikan (ma’qul alaih) atau harga (tsaman), karena kurang nilainya atau tidak sesuai dengan maksud, atau orang yang dalam akad tidak meneliti kecacatannya ketika akad. khiyar aib disyaratkan dalam islam, yang didasarkan pada hadits, salah satunya ialah:
اَلْمُسْلِمُ اَخُواْلمُسْلِمِ لَايَحِلُّ لِمُسْلِمٍ بَاعَ مِنْ اَخِيْهِ بَيْعًا وَفِيْهِ عَيْبٌ اِلَّابَيّنَةٌ لَهُ.
 (رواه بن ماجه عن عقبة بن عار)

Artinya: “seorang muslim adalah saudara muslim yang lain. Tidaklah halal bagi seorang muslim untuk menjual barang bagi saudaranya yang mengandung kecacatan, kecuali jika menjelaskanya terlebih dahulu.

      4.      Khiyar Ru’yah
Khiyar ru’yah ialah hak pembeli untuk membatalkan atau tetap melangsungkan akad ketika dia melihat obyek akad dengan syarat dia belum melihatnya ketika berlangsung akad atau sebelumnya dia pernah melihatnya dalam batas waktu yang memungkinkan telah terjadi perubahan atasanya.
Konsep khiyar ini disampaikan oleh fuqoha hanafiyah, malikiyah, hanabilah dan dhahiriyah dalam kasus jual beli benda yang ghaib (tidak ada ditempat) atau benda yang belum pernah diperiksa. Sedangkan menurut imam syafi’i khiyar ru’yah ini tidak sah dalam proses jual beli karena menurutnya jual beli terhadap barang yang ghaib (tidak ada ditempat) sejak semula dianggap tidak sah. Adapun landasan hukum mengenai khiyar ru’yah sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits:
من اشترى شيئا لم يراه فهو بالخيار اذاراه (رواهالدارقطنى عن أبي هريرة)
            “barang siapa yang membeli sesuatu yang belum pernah dilihatnya, maka baginya hak khiyar ketika melihatnya.” (hr ad-daruqutni dari abu hurairah).

       5.         Khiyar Naqd (Pembayaran)
Khiyar naqd tersebut terjadi apabila dua pihak melakukan jual beli dengan ketentuan jika pihak pembeli tidak melunasi pembayaran, atau pihak penjual tidak menyerahkan barang dalam batas waktu tertentu. Maka pihak yang dirugikan mempunyai hak untuk membatalkan atau tetap melangsungkan akad.

Tata Cara Khiyar
                  1.      Cara Menggunakan Khiyar
      Dimaklumi bahwa akad atau jual beli yang di dalam nya terdapat khiyar adalah akad yang tidak lazim.dengan demikian,akad tersebut akan menjadi lazim jika khiyar tersebut gugur.

Cara menggugur kan khiyar ada tiga:
                  a.       .penggguran jelas (sharih)
      Pengguguran sharih adalah pengguguran oleh orang yang berhiyar ,seperti menyatakan, “dengan demikian akad menjadi lazim (shahih).sebalik nya ,akad gugur dengan pernyataan ,”saya batal kana tau saya gugur kan akad ini.
                  b.       pengguran dengan dilalah
      Penguguran degan dialah adalah tasharruf (beraktivitas dengan barang tersebut). Dari pelaku khiyar yang menunjukkan bahwa jual beli tersebut jadi di lakukan, seperti pembeli menghibahkan barang tersebut kepada orang lain, sebaliknya, [ebeli mengembalikan kepemilikan kepada penjual. Pembeli menyerahkan kembali barang kepada penjual bahwa ia membatalkan jual beli atau akad.




                  c.        pengguguran khiyar dengan kemadaraatan.
      Penggugaran khiyar dengan adanya kemdaratan terdapat dalam beberapa keadaan, antara lain berikut ini.
                  1.      Habis waktu
Khiyar menjadi gugur setelah habis waktu yang telah ditetapkabn walupun tidak ada pembatalan dari yang khiyar. Dengan demikian, akad menjadi lazim. Ha itu sesuai dengan pendapat ulama’ syafiiyah dan hanabilah. Menurut ulama malikiyah, akad idak laxim dengan berkahirnya waktu , tetapi harus ada penetapan berakhirnya waktu, tetapi harus ada penetapan atau pembatalan dari yang berkhiyar sebab khiyar merupakan hak bukan kewajiban.
Contohnya, janji seorang tuan terhadap budak (al-mukattab) untuk dimerdekakan pada waktu tertentu. Budak tersebut tidak menjadi merdeka karena habis nya waktu.

                  2.      Kematian orang yang meberi syarat.
Menurut ulama’ hanafiyah, khiyar syarat tidak dapat diwariskan, tetapi gugur dengan meninggalnya orang yang memberikan syarat.
Ulama hanabilah berpendapat bahwa, khiyar menjadi batal dengan meninggalnya orang yang member syarat, kecuali jika ia memang mengamanatkan untuk membatalkannya, dalam hal ini khiyar menjadi ahli waris.
Ulama syafiiyah dan malikiyah berpendapat bahwa khiyar menjadi gaknya ahli waris. Dengan demikian, tidak gugur dengan meninggalnya orang yang meninggalkan syarat,

                  3.      Adanya hal-hal yang semakna dengan mati.
   Khiyar gugur dengan adanya perkara-perkara yang semakna dengan mati, seperti gila, mabuk, dan lain-lain. Dengan demikian, jika akal seseorang hilang karena gila, mabuk, tidur, atau hal lainya, akad menjadi lazim.
                  4.      Barang rusak ketika masih khiyar
   Jika barang masuk ditangan penjual batallah jual beli dan khiyarpun gugur.
   Jika barang sudah ada ditangan pembeli jual beli batal jika khiyar berasal dari penjual, tetapi pembeli harus mengantinya.
   Jika barang sudah ada ditangan pembeli dan khiyar berasal dari pembeli jual beli menjadi lazim dan khiyar menjadi gugur.
   Ulama syafiiyah seperti halnya ulama hanafiyah berpendapat bahwa: jika barang rusak denga sendirinya, khiyar gugur dan jual belipun menjadi batal.

                  5.      Adanya cacat pad barang.
   Jika khiyar berasal dari penjual, dan cacat terjadi dengan sendirinya khiyar gugur dan jual-belipun batal.
   Jika khiyar berasal dari pembeli dan ada cacat, khiyar gugur, tetapi jual beli tidak gugur, seba barang berada pada tanggung jawab pada pembeli.

                  2.      Hukum Akad Pada Khiyar.
   Ulama hanafiyah berpendapat bahwa tidak terjadi akad pad jual beli yang mengandung khiyar, tetapi ditanggung sampai gugurnya khiyar.
   Ulama malikiyah dalam riwayat ahmad, barang yang ada pada masa khiyar masih milik penjual, sampai gugurnya khiyar, sedangkan pembeli belum memiliki hak sempurna terhadap barang.
   Ulama syafiiyah berpendapat, jika khiyar syarat berasal dari pembeli, barang menjadi milik pembeli. Sebalik nya, jika khiyar berasal dari penjual, barang menjadi hak penjual. Jika khiyar syarat berasal dari penjual atau pembeli, ditunggu sampai jelas (sampai gugurnya khiyar).
   Ulama hanabilah berpendapat bahwa, dari siapapun khiyar berasal, barang tersebut menjadi milik pembeli. Jual beli dengan khiyar, sama seperti jual beli lainnya, yakni menjadikan pembeli sebagai pemilik barang yang tadinya milik penjual.

      3.      Cara Membatalkan Atau Menjadikan Akad.
      Membatalkan atau menjadikan akad dapat terjadi dengan adanya kemadaratan dengan adanya maksud (niat) dan khiyar (pilihan).
      Dengan kata lain, pembatalan, menurut ulama hanafiyah, cukup dengan lisan apabila pembatalan dengan  lisan tersebut diketahui oleh pemilik barang, baik pemilik barang (penjual) ridha ataupun tidak. Sebaliknya, jika pembatalan tersebut tidak diketahui oleh penjual, baik khiyarnya berasal dari penjual atau pembeli, pembatalan di tangguhkan sampai diketahui penjual. Apabila habis waktu khiyar dan penjual tidak mengetahuinya akad menjadi lazim.
      Ulama malikiyah, syafiiyah, dan hanabilah berpendapat bahwa apabila khiyar berasal dari pembeli, pembatalan akad menjadi sah walaupun tidak diketahui oleh penjual. Hal ini kerena adanya khiyar menunjukkan bahwa penjual rela aabila pembeli membatalkan kapan saja pembeli mengiginkanya.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
      Dalam islam pada hakikatnya rasulullah saw. Diutus ke atas muka bumi adalah sebagai uswat al-hasanat dan rahmat lil-alamin. Semua sunnah rasulullah saw menjadi panduan utama setelah alquran bagi berbagai aspek kehidupan manusia terutama aspek pendidikan. Dan salah satu yang dapat terlihat pada diri rasulillah saw adalah ketika berhijrah ke madinah, dan salah satu da’wah rasulullah saw. Adalah di pasar. Yang mana pasar itu ditempati para penjual dan pembeli. Maka dari ada nya penjual dan pembeli di pasar tersebut, maka terjadilah transaksi jual beli yang melibatkan istilah pilihan terhadap barang yang akan di perjual belikan.
      Dalam islam istilah pilihan biasa di sebut khiyar. Yang mana khiyar ini merupakan salah satu hak yang harus dimiliki antara penjual dan pembeli. Dengan demikian proses jual beli akan berlangsung dengan perasaan aman dan nyaman.
      Maka dari itu, rasulullah saw. Mencontohkan kepada setiap manusia yang di muka bumi pada masa-masanya untuk selalu berjalan sesuai syariat yang telah di tentukan aleh allah swt.
















DAFTAR PUSTAKA

Abd. Rahman.dkk..fuqh muamalah,(jakarta: kencana, 2010).
Http://stitattaqwa.blogspot.com/2012/06/fiqh-muamalah-khiyar.html
Ibnu rusdy, tarjemah bidayatul al-mujtahid, (semarang : as-syifa, 1990) juz iii
Prof.dr. H. Rahmat syafei,2000, fiqih muamalah, bandung, pustaka setia bandung
Qosim al-ghozali, 1991, fat-thul qorib, surabaya, al-hidayah terj. Acmad sunarto