KISAH
ABU BAKAR AS SIDDIQ
Abu
Bakar As Siddiq ayah dari Aisyah istri Nabi Muhammad SAW. Namanya yang
sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah
oleh Rasulullah Saw menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Abu Bakar As
Siddiq atau Abdullah bin Abi Quhafah (Usman) bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin
Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr al-Quraisy
at-Taimi. Bertemu nasabnya dengan Nabi saw kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai,
kakek yang keenam. Dan ibunya, Ummul-Khair, sebenarnya bernama Salma binti
Sakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim. Nabi Muhammad Saw juga memberinya
gelar As Siddiq (artinya 'yang berkata benar'), sehingga ia lebih dikenal
dengan nama Abu Bakar as-Siddiq.
Abu
Bakar As Siddiq tumbuh dan besar di Mekah dan tidak pernah keluar dari Mekah
kecuali untuk tujuan dagang dan bisnis. Beliau memiliki harta kekayaan yang
sangat banyak dan kepribadian yang sangat menarik, memiliki kebaikan yang
sangat banyak, dan sering melakukan perbuatan-perbuatan yang terpuji.
Sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ibnu Dughunnah, sesungguhnya engkau selalu
menyambung tali kasih dan keluarga, bicaramu selalu benar, dan kau menanggung
banyak kesulitan, kau bantu orang-orang yang menderita dan kau hormati tamu.
An-Nawawi
berkata: Abu Bakar As Siddiq termasuk tokoh Quraisy dimasa Jahiliyah, orang
yang selalu dimintai nasehat dan pertimbangannya, sangat dicintai dikalangan
mereka, sangat mengetahui kode etik dikalangan mereka. Tatkala, Islam datang
Abu Bakar As Siddiq mengedepankan Islam atas yang lain, dan beliau masuk Islam
dengan sempurna.
Zubair
bin Bakkar bin Ibnu Asakir meriwayatkan dari Ma’ruf bin Kharbudz dia berkata:
Sesungguhnya Abu Bakar As Siddiq adalah salah satu dari 10 orang Quraisy yang
kejayaannya dimasa Jahiliyah bersambung hingga zaman Islam. Abu Bakar As Siddiq
mendapat tugas untuk melaksanakan diyat (tebusan atas darah kematian) dan
penarikan hutang. Ini terjadi karena orang-orang Quraisy tidak memiliki raja
dimana mereka bisa mengembalikan semua perkara itu kepada raja. Pada setiap
kabilah dikalangan Quraisy saat itu, ada satu kekuasaan umum yang memiliki
kepala suku dan kabilah sendiri.
ISTRI-ISTRI DAN ANAK ABU BAKAR.
Abu
Bakar pernah menikahi Qutailah binti Abdul Uzza bin Abd bin As’ad pada masa
jahiliyyah dan dari pernikahan tersebut lahirlah Abdullah dan Asma’.
Beliau
juga menikah dengan Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Zuhal bin Dahman dari
Kinanah, dari pernikahan tersebut lahirlah Abdurrahman dan ‘Aisyah.
Beliau
juga menikah dengan Asma’ binti Umais bin ma’add bin Taim al-Khatts’amiyyah,
dan sebelumnya Asma’ diperistri oleh Ja’far bin Abi Thalib. Dari hasil
pernikahannya ini lahirlah bin Abu Bakar, dan kelahiran tersebut terjadi pada
waktu haji Wada’ di Dzul Hulaifah.
Beliau
juga menikah dengan Habibah binti Kharijah bin Zaid bin Zuhair dari Bani
al-Haris bin al-Khazraj.
Abu
Bakar pernah singgah di rumah Kharijah ketika beliau datang ke Madinah dan
kemudian mempersunting putrinya, dan beliau masih terus berdiam dengannya di
suatu tempat yang disebut dengan as-Sunuh hingga Rasullullah saw wafat dan
beliau kemudian diangkat menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah saw. Dari
pernikahan tersebut lahirlah Ummu Khultsum.
ORANG YANG PALING BERSIH DI MASA JAHILLIYAH
Ibnu
Asakir meriwayatkan dengan sanadnya yang shahih dari Aisyah, dia berkata: demi
Allah, Abu Bakar As Siddiq tidak pernah melantunkan satu syairpun di masa
Jahiliyah dan tidak pula dimasa Islam. Abu Bakar As Siddiq dan Utsman bin Affan
tidak pernah minum minuman keras di zaman Jahiliyah.
Ibnu
Asakir meriwayatkan dari Abdullah bin Zubair, dia berkata, Abu Bakar As Siddiq
sama sekali tidak pernah mengucapkan syair.
Ibnu
Asakir meriwayatkan dari Abu Al-Aliyyah Ar-rayahi, dia berkata: Dikatakan
kepada Abu Bakar As Siddiq ditengah sekumpulan sahabat Rasulullah: Apakah kamu
pernah meminum minuman keras di zaman Jahiliyah? Beliau berkata, ”Saya
berlindung kepada Allah dari perbuatan itu!”
SIFAT ABU BAKAR AS SIDDIQ
Ibnu
Saad meriwayatkan dari Aisyah bahwa seorang laki-laki berkata kepadanya: Coba
sebutkan kepada saya gambaran tentang Abu Bakar As Siddiq! Kata Aisyah: dia
adalah laki-laki kulit putih, kurus, tidak terlalu lebar bentuk
tubuhnya,sedikit bungkuk, tidak bisa untuk menahan pakaiannya turun dari
pinggangnya, tulang-tulang wajahnya menonjol, dan pangkal jemarinya datar.
Ibnu
Asakir meriwayatkan dari Aisyah, bahwa Abu Bakar As Siddiq mewarnai rambutnya
dengan 'daun pacar' dan katam (nama jenis tumbuhan). Dia juga meriwayatkan dari
Anas, dia berkata, Rasulullah datang ke Madinah, dan tidak ada salah seorang
dari para sahabatnya yang beruban kecuali Abu Bakar As Siddiq, maka dia
menyemirnya dengan daun pacar dan katam.
Abu
Bakar As Siddiq dilahirkan di Mekah dari keturunan Bani Tamim ( Attamimi ),
suku bangsa Quraisy. Berdasarkan beberapa sejarawan Islam, ia adalah seorang
pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar serta
dipercayai sebagai orang yang bisa menafsirkan mimpi.
ERA BERSAMA NABI SAW
Sebagaimana
yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga mengalami
penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk
agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah dialami oleh mereka yang
berasal dari golongan budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya masih
dilindungi oleh para keluarga dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak
tuannya. Hal ini mendorong Abu Bakar As Siddiq membebaskan para budak tersebut
dengan membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan. Sehingga
diriwayatkan bahwa Abu Bakar As Siddiq memiliki 9 toko yang semuanya habis
dibuat untuk tegaknya agama islam. Beberapa budak yang ia bebaskan antara lain
:
Bilal
bin Rabbah
Abu
Fakih
Ammar
Abu
Fuhaira
Lubainah
An
Nahdiah
Ummu
Ubays
Zinnira
Ketika
peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad SAW pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar
As Siddiq adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar As Siddiq juga
terikat dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuannya, Aisyah
menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.
MENJADI KHALIFAH
Selama
masa sakit Rasulullah SAW saat menjelang ajalnya, dikatakan bahwa Abu Bakar As
Siddiq ditunjuk untuk menjadi imam shalat menggantikannya, banyak yang
menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar As Siddiq akan menggantikan
posisinya. Segera setelah kematiannya (632), dilakukan musyawarah di kalangan
para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Madinah, yang akhirnya menghasilkan
penunjukan Abu Bakar As Siddiq sebagai pemimpin baru umat Islam atau khalifah
Islam.
Apa
yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber perdebatan. Penunjukan Abu
Bakar As Siddiq sebagai khalifah adalah subyek yang sangat kontroversial dan
menjadi sumber perpecahan pertama dalam Islam, dimana umat Islam terpecah menjadi
kaum Sunni dan Syi'ah. Di satu sisi kaum Syi'ah percaya bahwa seharusnya Ali
bin Abi Thalib (menantu nabi Muhammad), yang menjadi pemimpin dan dipercayai
ini adalah keputusan Rasulullah SAW sendiri sementara kaum sunni berpendapat
bahwa Rasulullah SAW menolak untuk menunjuk penggantinya. Kaum sunni berargumen
bahwa Rasulullah mengedepankan musyawarah untuk penunjukan pemimpin. Sementara
muslim syi'ah berpendapat kalau Rasulullah saw dalam hal-hal terkecil seperti
sebelum dan sesudah makan, minum, tidur, dll, tidak pernah meninggalkan umatnya
tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan umat terahir, dan juga
banyak hadits di Sunni maupun Syi'ah tentang siapa khalifah sepeninggal
Rasulullah saw, serta jumlah pemimpin islam yang dua belas. Terlepas dari
kontroversi dan kebenaran pendapat masing-masing kaum tersebut, Ali bin Abu
Thalib sendiri secara formal menyatakan kesetiaannya (berbai'at) kepada Abu
Bakar As Siddiq dan dua khalifah setelahnya (Umar bin Khattab dan Usman bin
Affan). Kaum sunni menggambarkan pernyataan ini sebagai pernyataan yang
antusias dan Ali bin Abu Thalib menjadi pendukung setia Abu Bakar As Siddiq dan
Umar bin Khattab. Sementara kaum syi'ah menggambarkan bahwa Ali bin Abu Thalib
melakukan baiat tersebut secara "pro forma," mengingat beliau
berbaiat setelah sepeninggal Fatimah istri beliau yang berbulan bulan lamanya
dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari kehidupan
publik.
PERANG RIDDA
Segera
setelah menjabat Abu Bakar As Siddiq, beberapa masalah yang mengancam persatuan
dan stabilitas komunitas dan negara Islam saat itu muncul. Beberapa suku Arab
yang berasal dari Hijaz dan Nejed membangkang kepada khalifah baru dan sistem
yang ada. Beberapa diantaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak
agama Islam secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi
lamanya yakni penyembahan berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya
memiliki komitmen dengan Nabi Muhammad SAW dan dengan kematiannya komitmennya
tidak berlaku lagi. Berdasarkan hal ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap
mereka yang dikenal dengan nama perang Ridda. Dalam perang Ridda peperangan
terbesar adalah memerangi "Ibnu Habib al-Hanafi" yang lebih dikenal
dengan nama Musailamah Al-Kazab (Musailamah si pembohong), yang mengklaim
dirinya sebagai nabi baru menggantikan Nabi Muhammad SAW. Musailamah kemudian
dikalahkan pada pertempuran Akraba oleh Khalid bin Walid.
AL QURAN
Abu
Bakar As Siddiq juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Quran.
Dikatakan bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah
dalam perang Ridda, banyak penghafal Al Qur'an yang ikut tewas dalam
pertempuran. Abu Bakar As Siddiq lantas meminta Umar bin Khattab untuk
mengumpulkan koleksi dari Al Qur'an. Setelah lengkap koleksi ini, yang
dikumpulkan dari para penghafal Al-Quran dan tulisan-tulisan yang terdapat pada
media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya, oleh sebuah tim yang
diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari
Umar bin Khattab dan juga istri dari Nabi Muhammad SAW. Kemudian pada masa
pemerintahan Ustman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al
Qur'an hingga yang dikenal hingga saat ini.
Abu
Bakar As Siddiq meninggal pada tanggal 23 Agustus 634/ 8 Jumadil Awwal 13 H di
Madinah pada usia 63 tahun. Beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh
Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan di samping makam
Rasulullah. Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah)
. Sedangkan yang turun langsung ke dalam liang lahat adalah putranya yang
bernama Abdurrahman (bin Abi Bakar), Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan
Thalhah bin Ubaidillah.
KISAH TELADAN SAYYIDINA UMAR BIN
KHATTAB RA
Kisah
Teladan Sayyidina Umar bin Khattab ra. - Pada kesempatan ini saya ingin berbagi
sebuah kisah yang cukup mengharukan Umar bin Khattab dengan salah satu putranya
Abu Syahamah. Umar bin Khattab ra. adalah salah seorang khalifah yang terkenal
dengan ketegasannya dalam memimpin, Beliau tidak pernah memandang bulu ketika
hukum-hukum Allah haru dijalankan, termasuk keluarganya sendiri.
Sayyidina
Umar mempunyai beberapa orang anak laki-laki, di antaranya ialah Abdul Rahman
bin Umar. Ia juga terkenal dengan panggilan Abu Syahamah.
Kisah
Teladan Sayyidina Umar bin Khattab ra.
Untuk
mengetahui biografi lengkap dari sayyidina Umar silahkan lihat biografi
lengkapnya di wikipedia http://id.wikipedia.org/wiki/Umar_bin_Khattab
Suatu
hari Abu Syahamah diuji oleh Allah dengan satu penyakit yang dideritainya
selama kira-kira setahun. Berkat kesabaran dan usahanya akhirnya penyakit
tersebut dapat disembuhkan. Sebagai rasa syukur dan tanda gembira terlepas dari
ujian Allah ini, Abu Syahamah yang sudah lama tidak keluar rumah itu,
menghadiri majlis jamuan besar-besaran di sebuah rumah perkampungan Yahudi atas
jemputan kawan-kawannya yang juga terdiri daripada kaum Yahudi. Abu Syahamah
dan kawan-kawannya berpesta sehingga lupa kepada larangan Allah dengan meminum
arak sehingga mabuk.
Dalam
keadaan mabuk itu, Abu Syahamah pulang melintasi pagar kaum Bani Najjar. Dia
melihat seorang perempuan Bani Najjar sedang berbaring, lalu mendekatinya
dengan maksud untuk memperkosanya. Ketika perempuan itu mengetahui maksud buruk
dari Abu Syahamah tersebut, dia berusaha untuk melarikan diri sehingga berhasil
mencakar muka dan merobek baju Abu Syahamah. Malangnya dia tetap saja tidak
berdaya menahan Abu Syahamah yang sudah dikuasai oleh syaitan. Akhirnya
terjadilah pemerkosaan tersebut.
Akibat
pemerkosaan tersebut perempuan itu hamil. Setelah sampai masanya anak yang
dikandung oleh perempuan itu pun lahir, lalu anak tersebut dibawa ke Masjid
Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam untuk mengadap Amirul Mukminin untuk
mengadukan hal kejadian yang menimpa dirinya. Kebetulan yang menjabat sebagai
khalifah pada waktu itu ialah Sayyidina Umar ibnu Khattab.
"Wahai
Amirul Mukminin, ambillah anak ini kerana engkaulah yang lebih bertanggungjawab
untuk memeliharanya daripada aku."
Mendengar
kenyataan tersebut, Sayyidina Umar bin Khattab ra. merasa terkejut dan heran.
Perempuan itu berkata lagi: "Anak kecil ini adalah keturunan darah daging
anak tuan yang bernama Abu Syahamah." Sayyidina Umar bertanya:
"Dengan jalan halal atau haram?"
Perempuan
itu dengan berani menjawab: "Ya Amirul Mukminin, Demi Allah yang nyawaku
di tanganNya, dari pihak aku anak ini adalah halal dan dari pihak Abu Syahamah,
anak ini haram." Sayyidina Umar semakin kebingungan dan tidak mengerti
maksud perempuan Bani Najjar ini lalu menyuruh perempuan ini berterus terang.
Perempuan
itu pun menceritakan kepada Sayyidina Umar peristiwa yang menimpa dirinya
sehingga melahirkan anak itu. Sayyidina Umar mendengar pengakuan perempuan itu
sehingga meneteskan air mata. Kemudian Sayyidina Umar menegaskan: "Wahai
perempuan jariyah (jariyah adalah panggilan budak perempuan bagi orang Arab),
ceritakanlah perkara yang sebenarnya supaya aku dapat menghukum perkara kamu
ini dengan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya."
Perempuan
itu menjawab: "Ya Amirul Mukminin, penjelasan apa yang tuan kehendaki
daripadaku? Demi Allah!, Sesungguhnya aku tidak berdusta dan aku sanggup
bersumpah di hadapan mushaf al-Qur'an."
Lalu
Sayyidina Umar mengambil mushaf al-Qur'an dan perempuan itu pun bersumpah dari
surah al-Baqarah hingga surah Yassiin. Kemudian bertegas lagi: "Ya Amirul
Mukminin, sesungguhnya anak ini adalah dari darah daging anakmu Abu
Syahamah." Kemudian Sayyidina Umar berkata: "Wahai jariyah! Demi
Allah engkau telah berkata benar." Kemudian beliau berpaling kepada para
sahabat, katanya "Wahai sekalian sahabat Rasulullah, aku berharap kamu
semua tetap di sini sehingga aku kembali."
Tak
lama kemudian Sayyidina Umar datang lagi sambil membawa uang dan kain untuk
diberikan kepada perempuan malang itu: "Wahai jariyah, ambillah uang
sebanyak tiga puluh dinar dan sepuluh helai kain ini dan halalkanlah perbuatan
anakku terhadapmu di dunia ini dan jika masih ada yang kurang, maka ambillah
sewaktu berhadapan dengan Allah nanti." Perempuan itu pun mengambil uang
dan kain yang diberikan oleh Sayyidina Umar lalu pulang ke rumah bersama-sama
dengan anaknya.
Setelah
perempuan itu pulang Sayyidina Umar bin Khattab ra. berkata kepada
sahabat-sahabatnya: "Wahai sekalian sahabat Rasulullah, tetaplah kamu di
sini sehingga aku kembali."
Sayyidina
Umar terus pergi menemui anaknya Abu Syahamah yang ketika itu sedang menghadapi
hidangan makanan. Setelah mengucap salam dia pun berkata: "Wahai anakku,
kesinilah dan marilah kita makan sama-sama. Tidakku sangka inilah hari
terakhirmu untuk kehidupan dunia."
Mendengar
perkataan ayahnya itu, Abu Syahamah terkejut seraya berkata, "Wahai
ayahku, siapakah yang memberitahu bahawa inilah hari terakhir bekalanku untuk
kehidupan dunia? Bukankah wahyu itu telah putus setelah wafatnya Rasulullah
Sallallahu 'Alaihi Wasallam."
Kata
Sayyidina Umar: "Wahai anakku, berkata benarlah sesungguhnya Allah Maha
Melihat dan Dia tidak dapat dilihat dengan pandangan mata dan Dialah Maha Luas
Penglihatannya." Sambung Sayyidina Umar lagi: "Masih ingatkah engkau,
hari dimana engkau pergi ke satu majlis di perkampungan Yahudi dan mereka telah
memberikan kamu minum arak sehingga kamu mabuk? Kemudian dalam keadaan mabuk
kamu pulang melintasi perkampungan Bani Najjar di mana engkau bertemu dengan
seorang perempuan lalu memperkosanya? Berkata benarlah anakku, kalau tidak
engkau akan binasa."
Abu
Syahamah mendengar kenyataan ayahnya itu dengan perasaan malu sambil diam
membisu. Dengan perlahan beliau membuat pengakuan: "Memang benar aku
lakukan hal itu, tapi aku telah menyesal di atas perbuatanku itu."
Sayyidina
Umar menegaskan: "Tiada guna bagimu menyesal setelah berbuat suatu
kerugian. Sesungguhnya engkau adalah anak Amirul Mukminin tiada seorang pun
yang berkuasa mengambil tindakan ke atas dirimu, tetapi engkau telah memalukan
aku di hadapan sahabat Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam."
Kemudian
Sayyidina Umar memegang tangan Abu Syahamah lalu membawa ke tempat para sahabat
yang sudah sekian lama menunggu.
"Mengapa
ayahanda melakukan ini?" Tanya Abu Syahamah.
"Kerana
aku mau tunaikan hak Allah semasa di dunia supaya aku dapat lepas daripada
dituntut di akhirat kelak," jawab Sayyidina Umar bin Khattab ra. dengan
tegas.
Abu
Syahamah dengan cemas merayu: "Wahai ayahandaku, aku mohon dengan nama
Allah, tunaikanlah hak Allah itu di tempat ini, jangan malukan aku di hadapan
sahabat Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam."
Jawab
Sayyidina Umar: "Engkau telah membuat malu dirimu sendiri dan engkau telah
menjatuhkan nama baik ayahmu."
Ketika
sampai di hadapan para sahabat mereka pun bertanya: "Siapakah di
belakangmu wahai Amirul Mukminin?" Jawab Sayyidina Umar: "Wahai
sahabatku, sesungguhnya di belakang aku ini adalah anakku sendiri dan dia telah
mengaku segala perbuatannya, benarlah perempuan yang menyampaikan khabar
tadi."
Kemudian
Sayyidina Umar memerintah budaknya (hambanya): "Wahai Muflih, pukullah
anakku Abu Syahamah, pukulah dia dengan rotan dia sehingga dia merasa sakit,
jangan kasihani dia, setelah itu kamu aku merdekakan kerana Allah."
Muflih
agak keberatan untuk melakukannya kerana khuatir tindakannya itu akan memberi
mudharat kepada Abu Syahamah, tetapi terpaksa mengalah apabila diperintah oleh
Sayyidina Umar. Tatkala dia memukul Abu Syahamah sebanyak sepuluh kali,
kedengaranlah Abu Syahamah dalam kesakitan: "Wahai ayahandaku, rasanya
seperti api yang menyala pada jasadku."
Jawab
Sayyidina Umar: "Wahai anakku, jasad ayahmu ini terasa lebih panas dari
jasadmu."
Kemudian
Sayyidina Umar memerintah Muflih memukul sebanyak sepuluh rotan lagi. Berkata
Abu Syahamah: "Wahai ayahandaku, tinggalkanlah aku supaya aku dapat
mengambil sedikit kesenangan."
Jawab
sayyidina Umar: "Seandainya ahli neraka dapat menuntut kesenangan, maka
aku pasti akan berikan kepadamu kesenangan."
Setelah
itu Sayyidina Umar menyuruh Muflih memukul Abu Syahamah sebanyak sepuluh rotan
lagi. Abu Syahamah merayu: "Wahai ayahandaku aku mohon kepadamu dengan
nama Allah, tinggalkanlah aku supaya aku dapat bertaubat."
Jawab
Sayyidina Umar dengan pilu: "Wahai anakandaku, apabila selesai aku
menjalankan hak Allah, jika engkau hendak bertaubat pun maka bertaubatlah dan
jika engkau hendak melakukan dosa itu lagi pun maka lakukanlah dan engkau akan
dipukul seperti ini lagi."
Selanjutnya
Sayyidina Umar menyuruh Muflih memukul Abu Syahamah sebanyak sepuluh kali lagi.
Abu
Syahamah terus merayu: "Wahai ayahandaku, dengan nama Allah aku mohon
kepadamu berilah aku minum seteguk air."
Sayyidina
Umar menjawab dengan tegas: "Wahai anakandaku, seandainya ahli neraka
dapat meminta air untuk diminum, maka aku akan berikan padamu air minum."
Perintah
Sayyidina Umar diteruskan dengan meminta Muflih memukul lagi sebanyak sepuluh
rotan. Abu Syahamah mohon dia dikasihani: "Wahai ayahandaku, dengan nama
Allah aku mohon kepadamu kasihanilah aku." Sayyid
ina
Umar dengan sayu menjawab: "Wahai anakandaku, kalau aku kasihankan kamu di
dunia, maka engkau tidak akan dikasihani di akhirat."
Sayyidina
Umar selanjutnya memerintahkan Muflih memukul lagi sebanyak sepuluh kali
sabetan. Abu Syahamah dengan nada yang lemah berkata: "Wahai ayahandaku,
tak kasihankah ayahanda melihat keadaan aku begini sebelum aku mati?"
Sayyidina
Umar menjawab: "Wahai anakandaku, aku akan heran kepadamu sekiranya engkau
masih hidup dan jika engkau mati kita akan berjumpa di akhirat nanti."
Sayyidina Umar terus memerintahkan Muflih memukul lagi sebanyak sepuluh rotan.
Dalam keadan semakin lemah Abu Syahamah berkata; "Wahai ayahandaku,
rasanya seperti sudah sampai ajalku....."
Sayyidina
Umar dengan perasaan sedih berkata: "Wahai anakandaku, jika engkau bertemu
Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam, sampaikan salamku kepadanya, katakan
bahawa ayahandamu memukul dirimu sehingga kau mati."
Di
saat yang semakin hiba ini Sayyidina Umar terus menyuruh Abu Muflih memukul
lagi sebanyak sepuluh kali rotan. Setelah itu Abu Syahamah dengan kudrat yang
semakin lemah berusaha memohon simpati kepada para hadirin: "Wahai
sekalian sahabat Rasulullah, mengapa kamu tidak meminta pada ayahandaku supaya
memaafkan aku saja?"
Kemudian
salah seorang sahabat pun menghampiri Sayyidina Umar dan berkata: "Wahai
Amirul Mukminin, hentikanlah pukulan atas anakmu itu dan kasihanilah dia."
Sayyidina Umar dengan tegas berkata: "Wahai sekalian sahabat Rasulullah,
apakah kamu tidak membaca ayat Allah dalam surah an-Nuur ayat 2 yang tafsirnya:
"Jangan kamu dipengaruhi kasihan belas pada keduanya dalam menjalankan
hukum Allah." Mendengar penjelasan Sayyidina Umar itu, sahabat Rasulullah
pun diam tidak membantah, sementara itu Sayyidina Umar terus memerintah Muflih
memukul sepuluh sebatan lagi. Akhirnya Abu Syahamah mengangkat kepala dan
mengucapkan salam dengan suara yang sangat kuat sebagai salam perpisahan yang
tidak akan berjumpa lagi sehingga hari kiamat.
Kemudian
berkata Sayyidina Umar: "Wahai Muflih, pukullah lagi sebagai menunaikan
hak Allah." Muflih pun meneruskan pukulan untuk ke seratus kalinya.
"Wahai
Muflih, cukuplah pukulanmu itu," perintah Sayyidina Umar apabila melihat
anaknya tidak bergerak lagi. Setelah itu Sayyidina Umar mengisytiharkan:
"Wahai sekalian umat Islam, bahawasanya anakku Abu Syahamah telah pergi
menemui Allah." Mendengar pengumuman itu ramailah umat Islam datang ke
masjid sehingga masjid menjadi sesak. Ada di antara mereka sedih dan terharu,
malah ramai yang menangis melihat peristiwa tersebut.
Menurut
sumber lain, daripada Kitab Sirah Umar bin al-Khattab al-Khalifatul Rasyid
umumnya masyarakat berpendapat kematian Abu Syahamah adalah disebabkan oleh
pukulan rotan ayahnya sendiri Sayyidina Umar Radhiallah 'Anhu. Setelah selesai
jenazah Abu Syahamah dikebumikan, pada malamnya Ibnu Abbas Radhiallahu 'Anhuma
bermimpi bertemu dengan Rasulullah Sallalllahu 'Alaihi Wasallam yang wajah
baginda seperti bulan purnama, berpakaian putih dan Abu Syahamah duduk di
hadapan baginda dengan berpakaian hijau. Setelah itu Rasululah Sallallahu
'Alaihi Wasallam berkata: "Wahai anak bapa saudaraku, sampaikan salamku
pada Umar dan beritahu kerpadanya bahawa Allah telah membalas setiap
kebajikannya kerana tidak menyepelekan hak Allah dan suatu kebahagiaan baginya
sebab Allah telah menyediakan baginya beberapa mahligai dan beberapa bilik di
dalam Jannatun Na'im. Bahawa sesungguhnya Abu Syahamah telah sampai pada
tingkatan orang-orang yang benar di sisi Allah Yang Maha Kuasa.
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق