BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN AHLAK
Akhlak adalah sebagai budi pekerti atau kelakuan. Secara bahasa, pengertian akhlak diambil dalam bahasa arab yang
berarti:
1) Perangai, tabiat, adat (diambil dari kata
dasar khuluqun).
2) Kejadian, buatan, ciptaan (diambil dari
kata khalqun).[1]
Dalam Bahasa Arab kata akhlak (akhlaq) di artikan sebagai tabiat,
perangai, kebiasaan, bahkan agama. Meskipun kata akhlak berasal dari Bahasa
Arab, tetapi kata akhlak tidak terdapat di dalam Al Qur'an. Kebanyakan kata akhlak
dijumpai dalam hadis. Satu-satunya kata yang ditemukan semakna akhlak dalam al
Qur'an adalah bentuk tunggal, yaitu khuluq, tercantum dalam surat al Qalam ayat
4: "Wa innaka la'ala khuluqin 'adzim", yang artinya:
Sesungguhnya
engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung.
Sedangkan hadis yang sangat populer
menyebut akhlak adalah hadis riwayat Malik, Innama bu'itstu liutammima makarima
al akhlagi, yang artinya: bahwasanya aku (Muhammad) diutus menjadi Rasul tak lain adalah
untuk menyempurnakan akhlak mulia. Perjalanan keilmuan selanjutnya kemudian
mengenal istilah-istilah adab (tatakrama), etika, moral, karakter disamping
kata akhlak itu sendiri, dan masing-masing mempunyai definisi yang berbeda.
Menurut Imam Gazali, akhlak adalah
keadaan yang bersifat batin dimana dari sana lahir perbuatan dengan mudah tanpa
dipikir dan tanpa dihitung resikonya (al khuluqu haiatun rasikhotun tashduru
'anha al afal bi suhulatin wa yusrin min ghoiri hqjatin act_ fikrin wa
ruwiyyatin.
Sedangkan ilmu akhlak adalah ilmu
yang berbicara tentang baik dan buruk dari suatu perbuatan. Dari definisi itu
maka dapat difahami bahwa istilah Akhlak
adalah netral, artinya ada akhlak yang terpuji (al akhlaq al mahmudah) dan ada
akhlak yang tercela (al akhlaq al mazmumah). Ketika berbicara tentang nilai
baik buruk maka muncullah persoalan tentang konsep baik buruk. Dari sinilah
kemudian terjadi perbedaan konsep antara akhlak dengan etika.
Etika (ethica) juga berbicara
tentang baik buruk, tetapi konsep baik buruk dalam ethika bersumber kepada
kebudayaan, sementara konsep baik buruk dalam ilmu akhlak bertumpu kepada
konsep wahyu, meskipun akal juga mempunyai kontribusi dalam menentukannya. Dari segi ini maka dalam ethica dikenal ada
ethica Barat, ethika Timur dan sebagainya, sementara al akhlaq al karimah tidak
mengenal konsep regional, meskipun perbedaan pendapat juga tak dapat
dihindarkan.
Dari uraian di atas memperhatikan bahwa akhlak dalam islam sangat
komprehensif, menyeluruh dan mencakup berbagai makhluk yang diciptakan tuhan.
Hal yang demikian dilakukan secara fungsional, karena seluruh makhluk tersebut
satu sama lain saling membutuhkan. Punah dan rusaknya salah satu bagian dari
makhluk tuhan akan berdampak negatif bagi makhluk lainnya.[2]
B.
PENGERTIAN
TASAWUF
Arti tasawuf dan asal katanya menurut logat sebagaimana tersebut
dalam buku Mempertajam Mata Hati (dalam melihat Allah). Menurut Syekh
Ahmad ibn Athaillah yang diterjemahkan oleh Abu Jihaduddin Rafqi al-Hānif :
1.
Berasal dari kata suffah (صفة)=
segolongan sahabat-sahabat Nabi yang menyisihkan dirinya di serambi masjid
Nabawi, karena di serambi itu para sahabat selalu duduk bersama-sama Rasulullah
untuk mendengarkan fatwa-fatwa beliau untuk disampaikan kepada orang lain yang
belum menerima fatwa itu.
2. Berasal dari kata sūfatun
(صوفة)=
bulu binatang, sebab orang yang memasuki tasawuf itu memakai baju dari
bulu binatang dan tidak senang memakai pakaian yang indah-indah sebagaimana
yang dipakai oleh kebanyakan orang.
3. Berasal dari kata sūuf
al sufa’ (صوفة الصفا)=
bulu yang terlembut, dengan dimaksud bahwa orang sufi itu bersifat
lembut-lembut.
4. Berasal dari kata safa’
(صفا)=
suci bersih, lawan kotor. Karena orang-orang yang mengamalkan tasawuf
itu, selalu suci bersih lahir dan bathin dan selalu meninggalkan
perbuatan-perbuatan yang kotor yang dapat menyebabkan kemurkaan Allah.
Pendapat tersebut di
atas menjadi khilaf (perbedaan pendapat) para ulama, bahkan ada pendapat
tidak menerima arti tasawuf dari makna logat atau asal kata. Menurut
al-Syekh Abd. Wahid Yahya berkata: Banyak perbedaan pendapat mengenai kata”sufi”
dan telah ditetapkan ketentuan yang bermacam-macam, tanpa ada satu pendapat
yang lebih utama dari pendapat lainnya kerena semua itu bisa diterima.
Dengan pendapat para
ahli tasawuf tentang arti tasawuf menurut bahasa tersebut di
atas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa nama-nama dan istilah menurut bahasa
adalah arti simbolik yang bermakna kebersihan dan kesucian untuk senantisa
berhubungan dengan Allah. Untuk mencapai tingkat ma’rifat untuk menjadi
manusia yang berkualitas lagi kamil.
C. ALIRAN-ALIRAN DALAM
FILSAFAT
1. Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal
dari kata Latin utilis, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah, atau
menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar
(the greatest happiness theory). Utilitarianisme sebagai teori sistematis
pertama kali dipaparkan oleh Jeremy Bentham dan muridnya, John Stuart Mill. Utilitarianisme
merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang
berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah
yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan. Karena itu, baik buruknya
perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan
menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan.[3]
2. Idealisme
Idealisme berasal dari
kata ide yang artinya adalah dunia di dalam jiwa (Plato), jadi pandangan ini
lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan merendahkan hal-hal yang materi dan
fisik. Realitas sendiri dijelaskan dengan gejala-gejala psikis, roh, pikiran,
diri, pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan materi. Kata idealisme pun
merupakan istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia filsafat oleh Leibniz
pada awal abad 18. Ia menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, seraya
memperlawankan dengan materialisme Epikuros.[4] Istilah
Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang yang mental dan ideasional
sebagai kunci ke hakikat realitas. Dari abad 17 sampai permulaan abad 20
istilah ini banyak dipakai dalam pengklarifikasian filsafat. Tokoh-tokoh lain
cukup banyak ; Barkeley, Jonathan Edwards, Howison, Edmund Husserl, Messer dan
sebagainya.
3. Rasionalisme
Rasionalisme atau
gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran
haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan
fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama.[5]
Pada pertengahan abad
ke-20, ada tradisi kuat rasionalisme yang terencana, yang dipengaruhi secara
besar oleh para pemikir bebas dan kaum intelektual. Rasionalisme modern hanya
mempunyai sedikit kesamaan dengan rasionalisme kontinental yang diterangkan
René Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat pada ketergantungan
rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan percobaan dan pengamatan,
suatu hal yang ditentang rasionalisme kontinental sama sekali
4. Pragmatisme
Pragmatisme adalah
aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya
yang bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari
pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan
kepada individu-individu. Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di
mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta
individual dan konkret. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima
begitu saja.
Representasi atau
penjelmaan realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan
bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi
pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau
direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang
bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat
di dalam sejarah.
5. Empirisme
Empirisme adalah suatu
aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari
pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa
fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir di Inggris
dengan tiga eksponennya adalah David Hume, George Berkeley dan John Locke.
6. Positivisme
Istilah positivisme
sangat berkaitan erat dengan istilah naturalisme dan dapat dirunut asalnya ke
pemikiran Auguste Comte pada abad ke-19. Comte berpendapat, positivisme adalah
cara pandang dalam memahami dunia dengan berdasarkan sains. Penganut paham
positivisme meyakini bahwa hanya ada sedikit perbedaan (jika ada) antara ilmu
sosial dan ilmu alam, karena masyarakat dan kehidupan sosial berjalan
berdasarkan aturan-aturan, demikian juga alam.
7. Materialisme
Kata materialisme
terdiri dari kata materi dan isme. Materi dapat dipahami sebagai bahan; benda;
segala sesuatu yang tampak. Materialisme adalah pandangan hidup yang mencari
dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan
semata-mata, dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra.
Sementara itu, orang-orang yang hidupnya berorientasi kepada materi disebut sebagai
materialis. Orang-orang ini adalah para pengusung paham (ajaran) materialisme
atau juga orang yang mementingkan kebendaan semata (harta,uang,dsb). Maka
materilisme adalah paham yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan
benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan
semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materi adalah satu-satunya
substansi. Kemudian, istilah inipun sering digunakan dalam filsafat.
Filsuf yang pertama
kali memperkenalkan paham ini adalah Epikuros. Ia merupakan salah satu filsuf
terkemuka pada masa filsafat kuno. Selain Epikuros, filsuf lain yang juga turut
mengembangakan aliran filsafat ini adalah Demokritos dan Lucretius Carus.
Pendapat mereka tentang materialisme, dapat kita samakan dengan materialisme
yang berkembang di Prancis pada masa pencerahan. Dua karangan karya La Mettrie
yang cukup terkenal mewakili paham ini adalah L'homme machine (manusia mesin)
dan L'homme plante (manusia tumbuhan).
Dalam waktu yang sama,
di tempat lain muncul seorang Baron von Holbach yang mengemukakan suatu
materialisme ateisme. Materialisme ateisme serupa dalam bentuk dan
substansinya, yang tidak mengakui adanya Tuhan secara mutlak. Jiwa sebetulnya
sama dengan fungsi-fungsi otak. Pada Abad 19, muncul filsuf-filsuf materialisme
asal Jerman seperti Feuerbach, Moleschott, Buchner, dan Haeckel. Merekalah yang
kemudian meneruskan keberadaan materialisme.
8. Humanisme
Humanisme adalah
istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya
ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan
manusia. Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya
diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan
sistem-sistem beretika tradisonal yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok
etnis tertentu. Humanisme modern dibagi kepada dua aliran. Humanisme
keagamaan/religi dan Humanisme Sekular.
Diantara tokoh-tokoh
Humanisme: Abraham Maslow, Albert Einstein, Bertrand Russell, Carl Rogers,
Cicero, Edward Said, Erasmus, Gene Roddenberry, Hans-Georg Gadamer, Dr. Henry
Morgentaler, Isaac Asimov, Israel Shahak, Jacob Bronowski.
9. Feminisme
Tokoh feminisme disebut
Feminis adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan
dan keadilan hak dengan pria. Mengenai latar belakang lahirnya gerakan
feminisme adalah ketika pada waktu itu setelah Revolusi Amerika 1776 dan
Revolusi Prancis pada 1792 berkembang pemikiran bahwa posisi perempuan kurang
beruntung daripada laki-laki dalam realitas sosialnya. Ketika itu, perempuan,
baik dari kalangan atas, menengah ataupun bawah, tidak memiliki hak-hak seperti
hak untuk mendapatkan pendidikan, berpolitik, hak atas milik dan pekerjaan.
Oleh karena itulah, kedudukan perempuan tidaklah sama dengan laki-laki dihadapan
hukum.
Pada 1785 perkumpulan
masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middelburg, sebuah
kota di selatan Belanda. Gerakan feminisme berkaitan dengan Era Pencerahan di
Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet.
Sedangkan mengenai tokoh-tokoh yang terkenal dalam faham feminisme diantaranya
adalah Foucault, Naffine, Derrida (Derridean)
10. Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah
aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung
jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang
benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang
benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa
kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas
menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Eksistensialisme adalah
salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat.
Eksistensialisme mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu
dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan
eksistensialisme adalah melulu soal kebebasan. Apakah kebebasan itu?
bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu
kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap
kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri.
Dalam studi sekolahan
filsafat eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang
terkenal dengan diktumnya "human is condemned to be free", manusia
dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia
bertindak. Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai derivasi kebebasan
eksistensialis adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas? atau "dalam
istilah orde baru", apakah eksistensialisme mengenal "kebebasan yang
bertanggung jawab"? Bagi eksistensialis, ketika kebebasan adalah
satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari kebebasan dari setiap
individu adalah kebebasan individu lain.
D. PENGERTIAN AKHLAK MAHMUDAH (TERPUJI)
Akhlak mahmudah (terpuji) adalah perbuatan yang dibenarkan oleh agama
(Allah dan RasulNya). Contohnya : disiplin, hidup bersih, ramah, sopan-santun, syukur nikmat, hidup sederhana, rendah hati, jujur,
rajin, percaya diri, kasih sayang, taat, rukun, tolong-menolong, hormat
dan patuh, sidik, amanah, tablig, fathanah, tanggung jawab, adil, bijaksana,
teguh pendirian, dermawan, optimis, qana’ah, dan tawakal, ber-tauhiid, ikhlaas,
khauf, taubat, ikhtiyaar, shabar, syukur, tawaadu', husnuzh-zhan, tasaamuh dan
ta’aawun, berilmu, kreatif, produktif, akhlak dalam berpakaian, berhias,
perjalanan, bertamu dan menerima tamu, adil, rida, amal salih, persatuan dan
kerukunan, akhlak terpuji dalam pergaulan remaja, serta pengenalan tentang
tasawuf.
1.
Contoh-Contoh Akhlak Mahmudah
Dalam pembahasan ini
kami akan menjabarkan akhlak mahmudah yang meliputi ikhlas, sabar, syukur,
jujur, adil dan amanah.
a. Ikhlas
Kata ikhlas mempunyai
beberapa pengertian. Menurut al-Qurtubi, ikhlas pada dasarnya berarti
memurnikan perbuatan dari pengaruh-pengaruh makhluk. Abu Al-Qasim Al-Qusyairi
mengemukakan arti ikhlas dengan menampilkan sebuah riwayat dari Nabi Saw, “Aku
pernah bertanya kepada Jibril tentang ikhlas. Lalu Jibril berkata, “Aku telah
menanyakan hal itu kepada Allah,” lalu Allah berfirman, “(Ikhlas) adalah salah
satu dari rahasiaku yang Aku berikan ke dalam hati orang-orang yang kucintai
dari kalangan hamba-hamba-Ku.”
Keikhlasan seseorang
ini, akan menghasilkan kemenangan dan kejayaan. Anggota masyarakat yang
mengamalkan sifat ikhlas, akan mencapai kebaikan lahir-bathin dan
dunia-akhirat, bersih dari sifat kerendahan dan mencapai perpaduan,
persaudaraan, perdamaian serta kesejahteraan.
b. Amanah
Secara bahasa amanah
bermakna al-wafa’ (memenuhi) dan wadi’ah (titipan) sedangkan secara definisi amanah
berarti memenuhi apa yang dititipkankan kepadanya. Hal ini didasarkan pada
firman Allah SWT: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk mengembalikan
titipan-titipan kepada yang memilikinya, dan jika menghukumi diantara manusia
agar menghukumi dengan adil…” (QS 4:58).
c. Adil
Adil berarti
menempatkan/meletakan sesuatu pada tempatnya. Adil juga tidak lain ialah berupa
perbuatan yang tidak berat sebelah. Para Ulama menempatkan adil kepada beberapa
peringkat, yaitu adil terhadap diri sendiri, bawahan, atasan/ pimpinan dan
sesama saudara. Nabi Saw bersabda, “Tiga perkara yang menyelamatkan yaitu takut
kepada Allah ketika bersendiriaan dan di khalayak ramai, berlaku adil pada
ketika suka dan marah, dan berjimat cermat ketika susah dan senang; dan tiga perkara
yang membinasakan yaitu mengikuti hawa nafsu, terlampau bakhil, dan kagum
seseorang dengan dirinya sendiri.” (HR. AbuSyeikh).
d. Bersyukur
Syukur menurut kamus
“Al-mu’jamu al-wasith” adalah mengakui adanya kenikmatan dan menampakkannya
serta memuji (atas) pemberian nikmat tersebut.Sedangkan makna syukur secara
syar’i adalah : Menggunakan nikmat AllahSWT dalam (ruang lingkup) hal-hal yang
dicintainya. Lawannya syukur adalah kufur.Yaitu dengan cara tidak memanfaatkan
nikmat tersebut, atau menggunakannya pada hal-hal yang dibenci oleh Allah SWT.
E. PENGERTIAN AKHLAK MAZMUMAH (TERCELA)
Akhlak Mazmumah (tercela) adalah perbuatan yang tidak dibenarkan oleh agama
(Allah dan RasulNya). Contohnya : hidup kotor, berbicara jorok/kasar, bohong,
sombong, malas, durhaka, khianat, iri, dengki, membangkang, munafik, hasud,
kikir, serakah, pesimis, putus asa, marah, fasik, dan murtad, kufur, syirik,
riya, nifaaq, anaaniah, putus asa, ghadlab, tamak, takabbur, hasad, dendam,
giibah, fitnah, dan namiimah, aniaya dan diskriminasi, perbuatan dosa besar (seperti
mabuk-mabukan, berjudi, zina, mencuri, mengkonsumsi narkoba), israaf,
tabdzir.
Dalam konteks pembahasan Akhlak itu,
maka akhlak dapat di bagi kepada 3 (tiga) bagian yaitu :
1.
Akhlak
kepada Allah SWT
Akhlak kepada Allah adalah perbuatan hambaNya terhadap Allah SWT.
2.
Akhlak
kepada MakhlukNya
Akhlak kepada MakhlukNya adalah perbuatan hambaNya terhadap makhluk Allah,
seperti Malaikat, Jin, Manusia, dan Hewan.
3.
Akhlak
kepada Lingkungan
Akhlak kepada lingkungan adalah perbuatan hambaNya terhadap lingkungan
(semesta alam), seperti : tumbuh-tumbuhan, air (laut, sungai, danau), gunung,
dan sebagainya.
Contoh Sifat Mazmumah (Tercela) yaitu:
1. Penyakit hati antara
lain disebabkan karena ada perasaan iri:
Iri adalah sikap kurang
senang melihat orang lain mendapat kebaikan atau keberuntungan. Sikap ini
kemudian menimbulkan prilaku yang tidak baik terhadap orang lain, misalnya
sikap tidak senang, sikap tidak ramah terhadap orang yang kepadanya kita iri
atau menyebarkan isu-isu yang tidak baik. Jika perasaan ini dibiarkan tumbuh
didalam hati, maka akan muncul perselisihan, permusuhan, pertengkaran, bahkan
sampai pembunuhan, seperti yang terjadi pada kisah Qabil dan Habil.
2. Penyakit hati
disebabkan karena perasaan dengki.
Dengki artinya merasa
tidak senang jika orang lain mendapatkan kenikmatan dan berusaha agar
kenikmatan tersebut cepat berakhir dan berpindah kepada dirinya, serta merasa
senang kalau orang lain mendapat musibah. Sifat dengki ini berkaitan dengan sifat
iri. Hanya saja sifat dengki sudah dalam bentuk perbuatan yang berupa
kemarahan, permusuhan, menjelek-jelekkan, menjatuhkan nama baik orang lain.
3. Hasud
Hasud adalah sikap suka
menghasud dan mengadu domba terhadap sesama. Menghasud adalah tindakan yang
jahat dan menyesatkan, karena mencemarkan nama baik dan merendahkan derajat
seseorang dan juga karena mempublikasikan hal-hal jelek yang sebenarnya harus
ditutupi. Saudaraku (sidang pembaca) tahukah antum, bahwa iri, dengki dan hasud
itu adalah suatu penyakit. Pada mulanya iri yaitu perasaan tidak suka terhadap
kenikmatan yang dimiliki orang lain. Kemudian, jika dibiarkan tumbuh, iri hati
akan berubah menjadi kedengkian. Penyakit kedengkian jika dibiarkan terus akan
berubah menjadi penyakit yang lebih buruk lagi, yaitu hasud.
F. APLIKASI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DALAM
AHLAK MAZMUMAH DAN MAHMUDAH
Sifat Mahmudah atau juga dikenali dengan akhlak terpuji ialah sifat yang
lahir didalam diri seseorang yang menjalani pembersihan jiwa dari sifat-sifat
yang keji dan hina (sifat mazmumah). Sifat Mazmumah boleh dianggap seperti
racun-racun yang boleh membunuh manusia secara tidak disedari dan sifat ini
berlawanan dengan sifat mahmudah yang sentiasa mengajak dan menyuruh manusia
melakukan kebaikan. Oleh itu, dalam
Islam, yang menjadi pengukur bagi menyatakan sifat seseorang itu sama ada baik
atau buruk adalah berdasarkan kepada akhlak dan perilaku yang dimilik oleh
seseorang.
Dalam mengamalkan sifat-sifat mahmudah atau etika hidup yang murni, ia
merangkumi banyak aspek antaranya :
1.
Akhlak Terhadap Diri Sendiri,
seperti menjaga kesihatan diri, membersih jiwa daripada akhlak yang buruk dan
keji serta tidak melakukan perkara-perkara maksiat.
2.
Akhlak Terhadap Keluarga, seperti
pergaulan dan komunikasi yang baik antara suami isteri, berbuat baik kepada
kedua ibu bapa, menghormati yang lebih tua dan mengasihi orang-orang muda
daripada kita.
3.
Akhlak Terhadap Masyarakat,
seperti sentiasa menjaga amanah, menepati janji, berlaku adil, menjadi saksi
yang benar dan sebagainya.
Akhlak dapat dibentuk dengan baik
sekiranya kita benar-benar mengikuti lunas-lunas yang telah disyariatkan oleh
Allah dan Rasul-Nya. Antara jalan terbaik untuk membentuk akhlak yang mulia
ialah :
1. Mempunyai Ilmu Pengetahuan. setiap mukmin perlu mempelajari apakah yang
dimaksudkan dengan akhlak terpuji (akhlak mahmudah) dan tahu membezakan dengan
akhlak yang keji ( akhlak mazmumah ).
2. Menyedari Kepentingan Akhlak Yang Diamalkan. Ini kerana akhlak merupakan
cermin diri bagi seseorang muslim dan membawa imej Islam, malahan daya tarikan
Islam juga bergantung kepada akhlak yang mulia.
3. Mempunyai Keazaman Yang Tinggi, melalui keazaman yang tinggi dan kuat
sahajalah jiwa seseorang dapat dibentuk untuk benar-benar menghayati sifat yang
mulia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bermula dari zaman Nabi Adam a.s,
manusia sudah ditakdirkan untuk menjalani peringkat hidup duniawi di atas muka
bumi ini. Sedari detik itu sehingga kini, manusia terus menjalani hidup dengan
berbagai cara dan peristiwa yang membentuk sejarah dan tamaddun manusia. Sifat
dan keperibadian manusia penuh pertentangan dan beraneka ragam. Manusia bukan
makhluk sosial semata-mata malah bukan jua diciptakan untuk mementingkan diri
sendiri semata-mata.
Rasulullah sallallahu alaihi
wasallam diutuskan kepada manusia untuk menyempurnakan akhlak sebagaimana yang
dinyatakan dalam hadis Rasulullah SAW. Dengan akhlak Rasulullah memenuhi
kewajiban dan menunaikan amanah, menyeru manusia kepada tauhid dan dengan akhlak
jualah baginda menghadapi musuh di medan perang.
DAFTAR
PUSTAKA
Abuddin
Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1996.
Abdul Rozak. Isep Zainal Arifin. 2002. Filsafat Umum.
Bandung: Gema Media Pusakatama
Amin, Ahmad,
Etika (Ilmu Akhlak), (Terj), Farid
M’aruf, dari judul asli al-Akhlak,
Jakarta: Bulang Bintang, 1983
Dagun. Save M. 1990. Filsafat
Eksistensialisme. Jakarta:Rineka Cipta.
Haryon. Imam. 1994. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta : Gramedi.
Muhammad Alim. “Pendidikan Agama Islam”. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2006. Hal
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق