KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
hanyalah milik Allah SWT. Kepada-Nya kita memuji dan bersyukur, memohon
pertolongan dan ampunan. Kepada-Nya pula kita memohon perlindungan dari
keburukan diri dan syaiton yang selalu menghembuskan kebatilan.
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Alloh SWT, maka tak seorang pun dapat
menyesatkannya dan barangsiapa disesatkan oleh-Nya maka tak seorang pun dapat
memberi petunjuk kepadanya. Sholawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat, juga pada orang-orang yang senantiasa
mengikuti sunnah-sunnahnya.
Dengan rahmat dan
pertolongan-Nya Alhamdulillah makalah yang berjudul “Takhrij Hadits” ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Banyak sekali kekurangan penulis
dalam menyusun makalah ini baik menyangkut isi atau yang lainnya, mudah-mudahan
semua itu dapat menjadi suatu pembelajaran bagi penulis agar lebih
meningkatkan kualitas makalah ini di masa yang akan datang.
Bandar
Lampung, 25 November 2019
Pemakalah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................
2
DAFTAR ISI ............................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 4
B. Perumusan
Masalah...............................................................................
5
C. Tujuan
dan Kegunaan...........................................................................
5
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Takhrij Hadits.........................................................................
6
B. Sejarah
dan Pengenalan Kitab – Kitab Takhrij..................................... 7
C. Metode Takhrij..................................................................................... 9
D. Tujuan
dan Manfaat Takhrij.................................................................. 13
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan............................................................................................ 14
B.
Saran......................................................................................................
14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits merupakan sumber
hukum dalam Islam setelah Al-Qur’an, hadits di sampaikan oleh Rasulullah SAW atas petunjuk Allah SWT, Allah SWT memerintahkan Rasul-Nya untuk memberikan
penjelasan akan Al-Qur’an yang diturunkan padanya, Allah SWT berfirman dalam
surat An-Nahl ayat 44:
ÏM»uZÉit7ø9$$Î/
Ìç/9$#ur
3
!$uZø9tRr&ur
y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9
Ĩ$¨Z=Ï9 $tB
tAÌhçR
öNÍkös9Î) öNßg¯=yès9ur crã©3xÿtGt
ÇÍÍÈ
“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan
kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya
mereka memikirkan”.
Dengan adanya perintah tersebut, Rasulullah SAW telah menjelaskan
Al-Qur’an pada umatnya secara terperinci maupun secara global, hal itu di
interpretasikan dengan perkataan, perbuatan dan taqrir atau persetujuan yang di
tetapkan olehnya, yang mana itu disebut hadits sehingga sempurnalah Al-Qur’an.
Dalam rangka untuk mengetahui apakah suatu hadits yang kita terima
merupakan hadits yang sahih, hasan ataupun daif, sehingga memudahkan kita untuk mengamati hadits
tersebut. Apakah hadits maqbul atau mardud, kegiatan takhrij hadits sangatlah penting.
Serta akan menguatkan keyakinan kita untuk mengamalkan hadits tersebut. Dalam
hal ini kita bersama-sama akan membahas tentang cara penyampaian hadits (takhrij hadits).
B.
Perumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Takhrij Hadits ?
2. Bagaimana sejarah
perkembangan dan apa saja kitab-kitab yang memuat tentang Takhrij Hadits ?
3. Bagaimana metode dalam men takhrij hadits ?
C.
Tujuan Dan Kegunaan
1.
Dapat mengetahui definisi Takhrij Hadits.
2.
Dapat mengetahui sejarah perkembangan dan kitab-kitab dalam men takhrij hadits.
3.
Dapat mengetahui metode-metode dalam men takhrij hadits.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Takhrij Hadits
Takhrij menurut bahasa memiliki beberapa makna. Yang paling mendekati disini
adalah berasal dari kata kharaja (خرج) yang artinya nampak dari tempatnya atau keadaaannya,
dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj (الاخرج) yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan
kata al-makhraj (المخرج) yang artinya tempat keluar.
Secara bahasa takhrij hadits adalah: “Mengeluarkan sesuatu dari
suatu tempat”.
Definisi takhrij hadits telah mengalami tahap-tahap perkembangan sebagi
berikut:
1. Pada tahap pertama takhrij berarti penyebutan hadits-hadits dengan sanadnya
masing-masing. Terkadang menitik beratkan pada masalah sanadnya atau pada
msalah matan.
2. Pada tahap kedua istilah takhrij berkembang menjadi penyebutan hadits-hadits
dengan sanadnya yang berbeda dengan sanad yang adapada kitab hadits sebelumnya.
3. Pada tahap ketiga, dimana hadits-hadits telah di koleksi dalam kitab-kitab
hadits istilah takhrij bermakna perujukan riwayat-riwayat hadits kepada
kitab-kitab yang ada.[1]
1.
Sinonim dan ikhraj, yakni seorang rawi mengutarakan suatu hadits dengan
menyebutkan sumber keluarnya (pemberita) hadits tersebut.
2.
Mengeluarkan hadits-hadits dari kitab-kitab, kemudian sanad-sanadnya
disebutkan.
3.
Menukil hadits dari kitab-kitab sumber (diwan hadits) dengan menyebut
mudawinnya serta dijelaskan martabat haditsnya.
Dari ketiga definisi di atas, maka Mahmud al-Thahhan mendefinisikan
tentang ta’rif takhrij adalah :
Takhrij ialah
penunjukan terhadap tempat hadits dalam sumber aslinya yang
dijelaskan sanadnya dan martabatnya sesuai dengan keperluan”.
Dari uraian diatas dapat
disimpulkan, bahwa takhrij meliputi kegiatan :
a. Periwayatan (penerimaan,
perawatan, pentadwinan, dan penyampaian) hadits.
b. Penukilan hadits dari
kitab-kitab asal untuk dihimpun dalam suatu kitab tertentu.
c. Mengutip hadits-hadits
dari kitab-kitab fan (tafsir, tauhid, fiqh, tasawuf, dan akhlak) dengan
menerangkan sanad-sanadnya.
d. Membahas hadits-hadits
sampai diketahui martabat kualitas (maqbul-mardudnya).
Utang Ranuwijaya menyimpulkan bahwa dalam pentakhrijan hadits ada
dua hal yang mesti dilakukan:
1.
Berusaha menemukan para penulis hadits tersebut dengan rangkaian
sanad-sanadnyadan menunjukannya pada karya-karya mereka, seperti
kata-kata akhrojahu al-Baihaqi, akhrojahu at-Tabrani fi mu’jamihi atau akhrojahu Ahmad fi musnadihi.
2. Memberikan kwalitas hadits
apakah hadits itu sohih atau tidak. Peniliaian ini dilakukan andaikata
diperlukan. Artinya, bahwa penilaian kwalitas suatu hadits dalam mentakhrij hadits tidak selalu harus
dilakukan. Kegiatan ini hanya melengkapi kegiatan takhrij tersebut.
Sebab, dengan diketahhui dari mana hadits itu diperoleh sepintas dapat
dilihat sejauh mana kwalitasnya.
B. Sejarah dan Pengenalan Kitab – Kitab Takhrij
1. Sejarah Ilmu Takhrij
Ulama-ulama terdahulu belum begitu membutuhkan ilmu takhrij hadits ini, khususnya
ulama yang berada pada awal abad kelima, karena Allah memberi karunia kepada
mereka suka menghafal dan banyak mengkaji kitab-kitab yang bersanad yang
menghimpun hadits-hadits Nabi SAW. Keadaan ini terus berlanjut sampai beberapa
abad, hingga tradisi kecintaan terhadap hafalan dan kajian kitab-kitab hadits
serta sumber rujukan pokoknya menjadi lemah. Ketika tradisi ini lemah,
para ulama selanjutnya mulai menemui kesulitan untuk mengetahui sumber suatu
hadits yang terdapat dalam Kitab Fiqih Tafsir dan Tarikh, maka muncullah
segolongan ulama yang mulai melakukan Takhrij hadits terhadap
karya-karya ilmu tersebut dan menjelaskan kedudukan hadits itu apakah statusnya
shohih. Hasan atau dhoif. Waktu itulah muncul kutub at-takhrij (kitab-kitab takhrij).[2]
Kitab-kitab Takhrij generasi pertama, seperti yang
dikemukakan oleh Mahmud al-Thahhan adalah kitab-kitab buah pena al-Khatib
al-Baghdadiy [w. 463 H]. Diantara kitab yang terkenal adalah:
a. Takhrij al-Fawaid
al-Muntakhobah al-Shihah wa al-Ghoroib karya Abi Al-Ghoroib.
b. Takhrij al-Fawaid
al-Muntakhobah al-Shihah wa al-Ghoroib karya Abi Qosim al-Mahrowani.
c. Kitab Takhrijhadits al-Muhazzab oleh karya Muhammad bin Musa al-Hazimi.
2. Pengenalan kitab-kitab takhrij
Berikut adalah kitab-kitab takhrij yang termasyhur.
·
Nashb ar-Royah li Ahadits al-Hidayah karya
Abdulloh bin Yusuf al-Zaila’i (w. 762 H).
Kitab ini mentakhrij hadits-hadits yang
dijadikan oleh al-Allamah Ali bin Abi Bakar al-Marghinani al-Hanafi (w.593 H)
dalam kitab al-Hidayah. Kitab ini merupakan kitab fikih Hanafi, sedangkan kitab takhrij ini
merupakan yang paling luas dan yang paling dikenal dibanding kitab takhrij lainnya.[3]
Al- Kattani berkata,
“kitab ini adalah kitab takhrij yang sangat bemanfaat sekali
dijadikan patokan oleh kalangan pensyarah kitab al-Hidayah, bahkan
Ibnu Hajar banyak mengambil manfaat dari buku dalam disiplin ilmu hadits,
nama-nama perawi dan luasnya pandangan beliau tentang hadits marfu’.
Dalam melakukan takhrij,
seseorang memerlukan kitab-kitab tertentu yang dapat dijadikan pegangan atau
pedoman sehingga dapat melakukan kegiatan takhrij secara mudah
dan mencapai sasaran yang dituju. Diantara kitab-kitab yang dapat dijadikan
pedoman dalam mentakhrij adalah:
a) Usul al – Takhrij wa
Dirasat Al – Asanid oleh Muhammad
Al-Tahhan,
b) Husul al-Tafrij bi Usul
al-Takhrij oleh Ahmad ibn
Muhammad al-Siddiq al- Gharami.
c) Turuq Takhrij Hadits Rasul Allah
Saw karya Abu Muhammad
al-Mahdi ibn `Abd al-Qadir ibn `Abd al Hadi.
B.
Metode Takhrij
Di dalam melakukan takhrij,
ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai pedoman, yaitu:
1. Takhrij Berdasarkan
Perawi Sahabat
Metode ini adalah metode dengan
cara mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadits, adapun kitab-kitab
pembantu dari metode ini adalah:
a. Al-Masanid
(musnad-musnad). Dalam kitab ini
disebutkan hadits-hadits
yang diriwayatkan oleh
setiap sahabat secara tersendiri. Selama kita sudah mengetahui nama sahabat
yang meriwayatkan hadits, maka kita mencari hadits tersebut dalam kitab
ini hingga mendapatkan petunjuk dalam satu musnad dari kumpulan
musnad tersebut. Musnad yang dapat digunakan adalah; musnad Ahmad ibn Hanbal
, Musnad Dawud Al Tayalisi, Musnad Al Humaidi, Musnad Abu Hanifah, Musnad As
Syafi’i, dsb. Cara penggunaannya adalah; misalnya sahabat yang meriwayatkan
hadits itu bernama Ali, maka pencarian atau penelusuran dilakukan melalui huruf
‘ayn.
b. Kitab-kitab Al-Atraf.
Kebanyakan kitab al-atraf disusun berdasarkan musnad-musnad para sahabat dengan
urutan nama mereka sesuai huruf kamus.
c. Al- ma`ajim
(mu`jam-mu`jam). Susunan hadits di dalamnya berdasarkan urutan musnad para
sahabat atau syuyukh (guru-guru) sesuai huruf kamus hijaiyah. Dengan mengetahui
nama sahabat dapat memudahkan untuk merujuk haditsnya. Dan kitab mu’jam yang dapat kita
gunakan adalah; mu’jam Al Kabir, Mu’jam Al Awsat, dan Mu’jam Al Saghir yang
kesemuanya adalah karya Al Tabrani.
Kelebihan metode ini adalah bahwa proses takhrij dapat
diperpendek. Akan tetapi, kelemahan dari metode ini adalah ia tidak dapat
digunakan dengan baik, apabila perawi yang hendak diteliti itu tidak diketahui.
2. Takhrij Melalui Lafadz Pertama Matan Hadits
Metode takhrij hadits menurut lafadz
pertama, yaitu suatu metode yang berdasarkan pada lafadz pertama matan hadits,
sesuai dengan urutan huruf-huruf hijaiyah dan alfabetis,
sehingga metode ini mempermudah pencarian hadits yang dimaksud. Misalnya, apabila akan men takhrij hadits yang berbunyi:
لَيْسَ الشَّدِيْد بِالصُرْعَةِ ُ
Untuk mengetahui lafadz lengkap dari penggalan matan tersebut, langkah yang
harus dilakukan adalah menelusuri penggalan matan itu pada urutan awal matan
yang memuat penggalan matan yang dimaksud.
Setelah diperiksa, bunyi lengkap matan hadits yang dicari adalah:
عَن اَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْل اللّهِ
صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاَلَ: لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِاالصُرْعَةِ اِنَّمَا الشَدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ
نَفْسَهُ عِنْدَالغَيْبِ.
Artinya: Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda, “(Ukuran) orang
yang kuat (perkasa) itu bukanlah dari kekuatan orang itu dalam berkelahi,
tetapi yang disebut sebagai orang yang kuat adalh orang yang mampu menguasai
dirinya tatkala dia marah”.
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan kemungkinan yang besar
bagi seorang mukharrij untuk menemukan hadits-hadits yang dicari
dengan cepat. Akan tetapi, metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu, apabila
terdapat kelainan atau perbedaan lafadz pertamanya sedikit saja, maka akan
sulit untuk menemukan hadits yang dimaksud.
Kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan huruf kamus, misalnya: “Al-Jami’u
Ash Shoghir min Ahadits Al-Basyir An Nadzir” karya As
Suyuti. [4]
3. Takhrij Melalui Kata-Kata dalam Matan Hadits
Metode ini adalah metode yang berdasarkan pada kata-kata yang terdapat
dalam matan hadits, baik berupa kata benda ataupun kata kerja. Dalam metode ini
tidak digunakan huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan adalah bagian haditsnya
sehingga pencarian hadits-hadits yang dimaksud dapat diperoleh lebih cepat.
Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitik beratkan pencarian
hadits berdasarkan lafadz – lafadznya yang asing dan jarang penggunaanya.
Kitab yang berdasarkan metode ini di antaranya adalah kitab Al –
Mu`jam Al – Mufahras li Al-faz Al – Hadit An – Nabawi.
Contohnya pencarian hadits berikut:
اِنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللّهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ طَعَمِ الْمُتَبَارِيَيْنِ أَنْ يُؤْكَلَ
Dalam pencarian hadits di atas, pada dasrnya dapat ditelusuri melalui
kata-kata naha (نَهَى) ta’am(طَعَام),
yu’kal (يُؤْكَلْ) al-mutabariyaini (المُتَبَارِيَينِ).
Akan tetapi dari sekian kata yang dapat dipergunakan, lebih dianjurkan untuk
menggunakan kata al-mutabariyaini (المُتَبَارِيَيْنِ)
karena kata tersebut jarang adanya. Menurut penelitian para ulama hadits,
penggunaan kata tabara (تَبَارَى) di dalam kitab induk hadits (yang berjumlah
Sembilan) hanya dua kali.
Penggunaan metode ini dalam mentakhrij suatu hadits dapat
dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah pertama, adalah menentukan kata kuncinya yaitu kata yang akan
dipergunakan sebagai alat untuk mencari hadits. Sebaiknya
kata kunci yang dipilih adalah kata yang jarang
dipakai, karena semakin asing kata tersebut akan semakin mudah proses
pencarian hadits. Setelah itu, kata tersebut dikembalikan kepada bentuk
dasarnya.
Langkah kedua, adalah mencari bentuk kata kunci tadi sebagaimana yang
terdapat di dalam hadits yang akan kita temukan melalui Mu’jam ini. Di bawah kata
kunci tersebut akan ditemukan hadits yang sedang dicari dalam bentuk
potongan-potongan hadits (tidak lengkap).
Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu; Metode ini mempercepat
pencarian hadits dan memungkinkan pencarian hadits melalui kata-kata apa saja
yang terdapat dalam matan hadits. Selain itu, metode ini juga memiliki beberapa
kelemahan yaitu; Terkadang suatu hadits tidak didapatkan dengan satu kata
sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain.
4. Takhrij Berdasarkan Tema Hadits
Metode ini berdasarkan pada tema dari suatu hadits. Oleh karena itu untuk
melakukan takhrij dengan metode ini, perlu
terlebih dahulu disimpulkan tema dari suatu hadits yang akan di – takhrij dan kemudian baru
mencarinya melalui tema itu pada kitab-kitab yang disusun menggunkan metode
ini.
Cara ini banyak dibantu dengan kitab “Miftah Kunuz As-Sunnah” yang
berisi daftar isi hadits yang disusun berdasarkan judul-judul pembahasan.
Dari keterangan diatas jelaslah bahwa takhrij dengan metode ini sangat tergantung
kepada pengenalan terhadap tema hadits.
Metode ini memiliki kelebihan yaitu : Hanya menuntut pengetahuan akan
kandungan hadits, tanpa memerlukan pengetahuan tentang lafadz pertamanya. Akan
tetapi metode ini juga memiliki berbagai kelemahan, terutama apabila kandungan
hadits sulit disimpulkan oleh seorang peneliti, sehingga dia tidak dapat
menentukan temanya, maka metode ini tidak mungkin diterapkan.
D. Tujuan dan Manfaat Takhrij
Tujuan takhrij hadits bertujuan
mengetahui sumber asal hadits yang di takhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui ditolak atau diterimanya hadits-hadits
tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadits-hadits yang
pengutipannya memperhatikan kaidah-kaidah ulumul hadits yang berlaku sehingga
hadits tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.
Dalam melakukan takhrij tentunya ada tujuan yang ingin
dicapai. Tujuan pokok dari Takhrij yang ingin dicapai seorang
peneliti adalah:
1. Mengetahui eksitensi suatu
hadits apakah benar suatu hadits yang ingin diteliti terdapat dalam buku-buku
hadits atau tidak.
2. Mengetahui sumber otentik
suatu hadits dari buku hadits apa saja.
3. Mengetahui ada berapa
tempat hadits tersebut dengan sanad yang berbeda di dalam sebuah buku hadits
atau dalam beberapa buku induk hadits.
4. Mengetahui kualitas hadits
(maqbul/ diterima atau mardud/ tertolak).
Faedah dan manfaat takhrij cukup banyak di antaranya yang
dapat dipetik oleh yang melakukannya adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui referensi
beberapa buku hadits, dengan takhrij seseorang dapat mengetahui siapa perawi
suatu hadits yag di teliti dan di dalam kitab hadits apa saja hadits tersebut
di dapatkan.
2. Menghimpun sejumlah sanad
hadits,dengan takhrij seseorang dapat
menemukan sebuah hadits yang akan diteliti di sebuah atau
beberapa buku induk hadits, misalnya terkadang di beberapa tempat di
dalam kitab Al-bukhari saja,atau di dalam kitab- kitab lain.Dengan
demikian ia akan menghimpun sejumlah sanad.
3. Mengetahui keadaan sanad
yang bersambung dan yang terputus dan mengetahui kadar kemampuan perawi dalam
mengingat hadits serta kejujuran dalam periwayatan.
4. Mengetahui status suatu
hadits.Terkadang ditemukan sanad suatu hadits dha’if, tetapi melalui sanad lain
hukumnya shahih.
5. Meningkatkan suatu hadits
yang dhoif menjadi hasan li ghayrihi karena adanya dukungan sanad lain
yang seimbang atau lebih tinggi kualitasnya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bahwasanya ilmu takhrij hadits sangat perlu
dipelajari, karena untuk mengetahui riwayat suatu hadits, baik sanad, matan,
perowi dan yang berkaitan dengan hadits.
Ada perbedaan di kalangan ulama hadis dalam mendefenisikan Takhrij hadits, namun dapat disimpulkan
bahwa takhrij hadits adalah menelusuri suatu
hadis kesumber asalnya pada kitab-kitab Jami, sunan, dan musnad kemudian jika
diperlukan menyebutkan kualitas hadis tersebut apakah sohih, Hasan atau dhoif.
Ada beberapa cara dalam men takhrij hadits:
·
Takhrij menurut lafaz
pertama matan hadits.
·
Takhrij meurut lafaz-lafaz
yang terdapat dalam matan .
Beberapa kitab yang diperlukan dalam mentakhrij hadis adalah:
·
Usul Takhrij oleh mahmud Attahhan.
·
Hushul al-Tafrij oleh Ahmad Ibn. Muhammad Al Gharami.
·
Turuq Takhrij oleh Abd Muhdi
·
al-Mu’jam al-Mufharos li Alfazi Ahadis al-Nabawi oleh A.J. Wensinck
·
Miftah Kunuz al-Sunnah oleh pengarang yang sama diterjemahkan oleh Muhammad
Fuad Abd Baqi.
B.
Saran
Dalam rangka untuk mengetahui apakah suatu hadits yang kita terima
merupakan hadits yang sahih, hasan ataupun daif, sehingga memudahkan kita untuk mengamati hadits
tersebut. Apakah hadits maqbul atau mardud, kegiatan takhrij hadits sangatlah penting.
Serta akan menguatkan keyakinan kita untuk mengamalkan hadits tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Zuhdi, Masyfuk. 1983. Pengantar Ilmu Hadits.
Cet. Ke-4. Surabaya: Bina Ilmu.
Ash Shidqi, Teungku Muhammad Hashbi. 2009. Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits. Semarang
:Pustaka Rizki Putra.
Abdul Qadir, Abdul Muhdi bin. 1986. Al-Madhkal
Ila As-Sunnah An-Nabawiyah. Cairo: Dar Al-I’tisham.
Al Qaththan, Manna’. Pengantar Studi Ilmu Hadits. 2008.
Jakarta: Pustaka Al kautsar.
Suyadi, M. Agus Sholahudin dan Agus. Ulumul Hadits. 2011. Bandung: CV. Pustaka Setia.. Cet. II.
Muhammad Abdul Lathif, Abdul Mawjud. 1990. As-Sunnah
An-Nabawiyyah Bain Du’at Al-Fitnah Wal A’diya Al-‘Ilm. Cet. Ke-2. Cairo:
Makhtabah Tayyibah.
[1]Abu Muhammad
‘Abd al-hadiy ibn Abd al-qadir ibn Abdal-hadiy, Metode Takhrij Hadits terjemahan
S. Agil Husin al-Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar dari Turuq Takhrij Hadits
Rasulillah, (semarang: Dina Utama, 1994).
[2] Teungku Muhammad Hashbi
Ash Shidqi. Sejarah & Pengantar ILMU HADITS. Semarang :Pustaka Rizki
Putra, 2009.
[4] Syuhud ismail,
cara praktis……