BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Sufisme dan
Tarekat merupakan wacana dan praktik keagamaan yang cukup popular di Indonesia.
Bahkan akhir-akhir ini kecenderungan sufistik telah menjangkau kehidupan
masyarakat kelas menengah sampai masyarakat kelas atas(elite) dengan angka
pertumbuhan yang cukup signifikanterutama di daerah perkotaan.Tampaknya gejala
gaya hidup ala sufistik mulai digandrungi sebagian orang yang selama ini
dianggap bertentangan dengan kondisi dan gaya hidup mereka (perkotaan). Gejala
ini bisa jadi sebagai bentuk pemenuhan unsure spiritual yang belum juga
terpenuhi oleh ibadah rutin.[1]
Menguatnya
gejala sufistik yang terjadi pada semua lapisan masyarakat, mengindikasikan
bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam sufisme dan tarekat secara psikologis
mampu membawa anak bangsa ini menuju masyarakat yang lebih bermartabat dan
manusiawi, sehinga tarekat diharapkan dapat mengatasi
sebagian persoalan hidup terutama dalam bidang moralitas.[2]
Tarekat sebagai
bentuk proses penguatan nilai spiritual bagi para penganutnya yang dalam hal
ini disebut Murid[3],
dengan masuknya seorang murid pada tarekat beserta bimbingan spiritual yang
diberikan oleh mursyid kepada murid, maka disitulah letak proses pembinaan
spiritual bagi murid, sehingga murid selalu terbimbing yang pada akhirnya akan
muncul sebuah dampak yang positif akan berubahnya nilai-nilai spiritualitas
pada diri seorang murid.
Al-Qur’an
sendiri sangat menekankan nilai-nilai moralitas yang baik (al-Akhlak
al-Karimah), proses pembenahan jiwa yang dalam hal ini melalui dzikir,
yang mana dzikir adalah bagian perintah dalam al-Qur’an yang dalam
penyebutannya tidak sedikit atau berulang-ulang, bahkan dalam al-Qur’an sendiri
menyebutkan bahwa dzikir adalah sebuah cara untuk memperoleh ketenangan jiwa,
dari ketenangan jiwa inilah yang menjadi tujuan inti orang bertarekat.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian tarekat?
2.
Bagaimana
sejarah timbulnya tarekat?
3.
Apa saja
aliran-aliran tarekat dalam islam?
4.
Bagaimana
pengaruh tarekat di dunia islam?
C. Tujuan Makalah
1.
Untuk mengetahui pengertian
tarekat
2.
Untuk mengetahui bagaimana
sejarah timbulnya tarekat
3.
Untuk mengetahui aliran-aliran
tarekat dalam islam
4.
Untuk mengetahui bagaimana
pengaruh tarekat di dunia islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tarekat
Tarekat (thariqah) mempunyai beberapa arti,
antara lain jalan lurus (islam yang benar, berbeda dari kekufuran dan syirik),
tradisi sufi atau jalan spiritual (tasawuf), dan persaudaraan sufi. Pada arti
ketiga, tarekat berarti organisasi sosial sufi yang memiliki anggota dan
peraturan yang harus ditaati, serta berpusat pada hadirnya seorang mursyid.[4]
Asal kata
tarekat dalam bahasa arab adalah thariqah yang berarti jalan, keadaan, aliran,
atau garis pada sesuatu.[5]
Tarekat adalah jalan yang ditempuh para sufi. Dapat pula digambarkan sebagai
jalan yang berpangkal dari syariat sebab jalan utama disebut syari’ sedangkan anak jalan disebut thariq. Kata turunan ini menunjukan
bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan cabang bagi
setiap muslim. Tidak mungkin ada anak jalan apabila tidak ada jalan utama
tempat berpangkal. Pengalaman mistik tidak mungkin didapat apabila perintah
syariat yang mengikat itu tidak ditaati.
Menurut Harun
Nasution, tarekat berasal dari kata thariqah
yang artinya jalan yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi agar ia berada
sedekat mungkin dengan Allah[6]. Thariqah kemudian mengandung arti
organisasi (tarekat). Setiap thariqah
mempunyai syaikh, upacara ritual, dan dzikir tersendiri.
B.
Sejarah Timbulnya
Tarekat
Pada mulanya
tarekat dilalui oleh seorang sufi secara individual. Namun seiring dengan
perjalanannya, tarekat diajarkan baik secara individual maupun kolektif.
Pengajaran tarekat kepada orang lain ini sudah diawali sejak Al-Hallaj (858-922
M) dan dilakukan pula oleh sufi-sufi besar lainnya. Dengan demikian, timbullah
dalam sejarah islam kumpulan sufi yang mempunyai syaikh yang menganut tarekat
tertentu sebagai amalannya dan memiliki pengikut.[7]
Sistem hubungan
antara mursyid dan murid menjadi fondasi bagi pertumbuhan tarekat sebagai
sebuah organisasi dan jaringan.[8]
Fungsi mursyid yang demikian sentral sebagai pembimbing rohani dalam rangka
menjalani maqamat, menjadikan murid
secara alami menerima otoritas dan bimbingannya. Penerimaan ini tampaknya
didasarkan atas keyakinan bahwa setiap manusia mempunyai kemungkinan yang
inheren dalam dirinya berupa kemampuan untuk mewujudkan proses dan pengalaman
“bersatu” dengan Tuhan. Akan tetapi, potensi ini terpendam dan dapat terwujud
hanya dengan iluminasi tertentu yang dianugerahkan oleh Tuhan, tanpa bimbingan
dari seorang mursyid.[9]
Tarekat dalam
proses bimbingan diatas, pada mulanya adalah suatu metode praktis yang biasanya
sejajar dengan istilah-istilah lain seperti mazhab ri’ayah, dan suluk. Kemudian
tarekat berkembang yang bertujuan
membimbing seorang pencari dengan menelusuri suatu jalan berpikir, merasa, dan
bertindak melalui urutan maqamat dan ahwal menuju pengalaman tentang realitas
Ilahi. Dengan demikian, sebagaimana dikemukakan oleh J. Spencer Trimingham,
pada awalnya tarekat berarti sekadar metode gradual mistisisme kontemplatif dan
pelepasan diri. Sekelompok murid berkumpul mengelilingi seorang guru sufisme
terkenal, mencari pelatihan melalui persatuan dan kebersamaan yang awalnya beum
mengenal ucapan spesifik dan prosesi baiat apapun.
Trimingham
membagi kawasan utama pemikiran dan praktik sufi berdasarkan perkembangan
tarekat menjadi tiga lingkungan utama: 1) lingkungan Mesopotamia, 2) lingkungan
Mesir dan Maghribi, 3) lingkungan Iran, Turki, dan India.
Lingkungan
utama tarekat di Mesopotamia meliputi Baghdad, Syiria, dan Mesir. Alur utama isnad tarekat dalam lingkungan ini
adalah Al-Junaidi Al-Baghdadi (w. 298 H/910 M), menuju Ma’ruf Al-Karkhi (w. 200
H/815 M), dan Sari As-Saqati (w. 251 H/865 M). Tarekat-tarekat utama yang
tumbuh dilingkungan Mesopotamia adalah tarekat Suhrawardiyyah, Rifa’iyyah, dan
Qadiriyyah.
Adapun Mesir
dan Maghribi lebih merupakan lingkungan perkembangan beberapa tarekat besar
setelah masa pembentukan sebelumnya. Tarekat yang berkembang secara baik pada
lingkungan ini adalah tarekat Syadziliyyah. Namun demikian, jaringan yang
muncul dari lingkungan Mesir dan Maghribi mencakup banyak tarekat kecil dan
kurang tersebar ke wilayah lain.
Adapun
lingkungan Iran, memadukan dua kecenderungan sufi awal Iraqi dan Khurasani yang
dikaitkan dengan nama Al-Junaidi (sufi Mesopotamia) dan Abu Yazid Al-Busthami
(sufi Malamati, Khurasani). Tarekat-tarekat besar yang tumbuh dalam lingkungan
ini adalah tarekat Kubrawiyyah, Yasaviyyah, Maulawiyyah, Naqsyabandiyyah,
Chistiyyah, dan Suhrawardiyyah India.
Peralihan
tasawuf dari bersifat personal kepada tarekat yang bersifat lembaga tidak
terlepas dari perkembangan tasawuf itu sendiri. Semakin luas pengaruhnya,
semakin banyak pula orang yang memiliki pengetahuan yang dapat menuntun mereka.
Belajar dari seorang guru dengan metode mengajar yang disusun berdasarkan
pengaaman dalam suatu ilmu yang bersifat praktikla dalah keharusan bagi mereka.
Seorang guru biasanya memformulasikan suatu sistem pengajaran yang kemudian
menjadi ciri khas dan membedakannya dari tarekat lain.
C.
Aliran-Aliran
Tarekat dalam Islam
Tarekat
berkembang secara pesat dihampi seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Perkembangan tarekat yang pesat membawa dampak positif bagi perkembangan
dakwah, karena perkembangan tarekat juga merupakan perkembangan dakwah islam.
Di antara
aliran-aliran tarekat yang berkembang dalam dunia islam adalah sebagai berikut:
1.
Tarekat
Qadiriyyah
Tarekat
Qadiriyyah adalah tarekat yang didirikan oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani
(470-561 H/1077-1166 M) yang terkenal dengan sebutan Syaikh Abdul Qadir
Al-Jailani Al-Ghauws atau “Quthb Al-Auliya” atau “Sulthan Al-Auliya”. Ia sangar
terkenal dikalangan muslim. Manakib (biografi) nya sering dibaca oleh para pengikutnya,
karena ia dipercaya sebagai seorang wali yang memiliki derajat tinggi. Tarekat
Qadiriyyah menempati posisi yang amat penting dalam sejarah spiritualitas di
dunia islam, karena tidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi tarekat,
tetapi juga sebagai cikal bakal munculnya berbagai cabang tarekat di dunia
islam.[10]
Tarekat
Qadiriyah ini dikenal luwes. Yaitu bila murid sudah mencapai derajat syeikh,
maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti tarekat
gurunya. Bahkan dia berhak melakukan modifikasi tarekat yang lain ke dalam
tarekatnya. Hal itu seperti tampak pada ungkapan Abdul Qadir Jaelani
sendiri,”Bahwa murid yang sudah mencapai derajat gurunya, maka dia jadi mandiri
sebagai syeikh dan Allah-lah yang menjadi walinya untuk seterusnya.”
Mungkin karena keluwesannya
tersebut, sehingga terdapat puluhan tarekat yang masuk dalam kategori Qadiriyah
di dunia Islam. Seperti Banawa yang berkembang pada abad ke-19, Ghawtsiyah
(1517), Junaidiyah (1515 M), Kamaliyah (1584 M), Miyan Khei (1550 M),
Qumaishiyah (1584), Hayat al-Mir, semuanya di India. Di Turki terdapat tarekat
Hindiyah, Khulusiyah, Nawshahi, Rumiyah (1631 M), Nabulsiyah, Waslatiyyah. Dan
di Yaman ada tarekat Ahdaliyah, Asadiyah, Mushariyyah, ‘Urabiyyah, Yafi’iyah
(718-768 H/1316 M) dan Zayla’iyah. Sedangkan di Afrika terdapat tarekat
Ammariyah, Bakka’iyah, Bu’ Aliyya, Manzaliyah dan tarekat Jilala, nama yang
biasa diberikan masyarakat Maroko kepada Abdul Qodir Jilani. Jilala dimasukkan
dari Maroko ke Spanyol dan diduga setelah keturunannya pindah dari Granada,
sebelum kota itu jatuh ke tangan Kristen pada tahun 1492 M dan makam mereka
disebut “Syurafa Jilala”.
2.
Tarekat
Syadziliyyah
Berdasarkan ajaran yang diturunkan
oleh Imam Syadzili kepada para muridnya, terbentuklah tarekat yang dinisbatkan
kepadanya, yaitu tarekat As-syadziliyah. Tarekat ini berkembang pesat antara
lain di Tunisia, Mesir, Aljazair, Sudan, suriah hingga ke wilayah Asia termasuk
Indonesia.
Tarekat Syadzaliyyah tidak
meletakkan syarat-syarat yang berat kepada syaikh, kecuali mereka harus:
a.
Meninggalkan
semua perbuatan maksiat
b.
Memelihara
segala ibadah yang wajib
c.
Membaca
istigfar dan shalawat 100 kali
d.
Melakukan
ibadah sunnah seperlunya
Tarekat
Syadziliyyah merupakan tarekat yang terkenal dengan variasi hizb-nya. Hizb ialah
bacaan wirid tertentu yang dibaca oleh para pengikut tarekat dengan tujuan
taqarrub kepada Allah.
3.
Tarekat
Syattariyyah
Tarekat Syattariyah adalah aliran
tarekat yang pertama kali muncul di India pada abad ke 15. Tarekat ini
dinisbahkan kepada tokoh yang mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya,
Abdullah asy-Syattar.
Awalnya tarekat ini lebih dikenal di
Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah
Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah. Kedua nama ini diturunkan dari
nama Abu Yazid al-Isyqi, yang dianggap sebagai tokoh utamanya. Akan tetapi
dalam perkembangan selanjutnya Tarekat Syattariyah tidak menganggap dirinya
sebagai cabang dari persatuan sufi mana pun.
Amalan praktis tarekat Syattariyyah
antara lain diletakkan pada dzikir, baiat, dan talkin.
4.
Tarekat
Naqsyabandiyyah
Tarekat Naqsabandiyyah adalah
tarekat yang didirikan oleh Muhammad An-Naqsyabandi. Tarekat naqsyabandiyyah
merupakan sebuah tarekat yang mempunyai dampak dan pengaruh sangat besar kepada
masyarakat muslim di berbagai wilayah. Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia
Tengah kemudian meluas ke Turki, Syiria, Afghanistan, dan India.
Tarekat ini mempunyai ciri yang
menonjol. Pertama, dalam hal agama,
memberlakukan syariat secara ketat, menekankan keseriusan beribadah sehingga
menolak musik dan tari, serta lebih menyukai berdzikir dalam hati. Kedua, dalam hal politik, adanya upaya
serius dalam memengaruhi kehidupan penguasa dan mendekatkan negara pada agama.
Berbeda dengan tarekat lainnya, tarekat ini tidak menganut kebijaksanaan
isolasi diri dalam melancarkan konfrontasi dengan berbagai kekuatan politik.
Selain itu, tarekat inipun membebankan tanggung jawab yang sama kepada para penguasa
dan menganggap bahwa upaya memperbaiki penguasa adalah sebagai prasyarat untuk
memperbaiki masyarakat.
5.
Tarekat
Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah
Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah
adalah sebuah tarekat yang berdiri pada abad XIX M. oleh seorang sufi besar asal
Indonesia, Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi. Hal ini menunjukkan bahwa dinamika
intelektual umat Islam Indonesia pada saat itu cukup memberikan sumbangan yang
berarti bagi sejarah peradaban Islam, khususnya di Indonesia. Kemunculan
tarekat ini dalam sejarah sosial intelektual umat Islam Indonesia dapat
dikatakan sebagai jawaban atas keresahan Umat akan merebaknya ajaran wihdah
al-wujud yang lebih cenderung memiliki konotasi panteisme dan kurang menghargai
Syari'at Islam. Jawaban ini bersifat moderat, karena selain berfaham syari'at
sentris juga mengakomodasi kecenderungan mistis dan sufistis masyarakat Islam
Indonesia.
Pesatnya perkembangan tarekat ini
rupanya tidak terlepas dari corak dan pandangan kemasyarakatan. Contoh kiprah
kemasyarakatan termasuk dalam masalah politik yang diperankan oleh mursyid
tarekat ini memberikan isyarat bahwa tarekat ini tidak anti duniawi (pasif dan
ekslusif). Dengan demikian, kesan bahwa tarekat adalah lambang kejumudan sebuah
peradaban tidak dapat dibenarkan.
Pendiri tarekat baru ini adalah
seorang Syekh Sufi besar yang saat itu menjadi Imam Masjid Al-Haram di Makkah
al-Mukarramah, Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi al-Jawi (w.1878 M). Dia adalah
ulama besar nusantara yang tinggal sampai akhir hayatnya di Makkah. Syaikh Achmad
Khotib Al-Syambasi adalah mursyid Thariqah Qadiriyah.
Tarekat Qadiriyyah wa
Naqsyabandiyyah merupakan salah satu tarekat yang memiliki jumlah pengikut
terbanyak di Indonesia. Pusatnya adalah di Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya;
Pesantren Mranggen, Demak; dan Pesantren Rejoso, Jombang. Tarekat ini memiliki
banyak pengikut di Singapura dan Malaysia.
6.
Tarekat
Tijaniyyah
Tarekat ini didirikan oleh Abu
Al-Abbas Ahmad bin Muhammad bin Mukhtar At-Tijani (1150-1230 H/1737-1815 M).
Dalam tarekat Tijaniyyah, terdapat beberapa macam teknik dzikir (1) dzikir khafi, yaitu dzikir yang
diucapkan dalam hati; (2) dzikir jahr,
yaitu dzikir yang diucapkan dengan suara keras; dan (3) dzikir iqtishadi, yaitu dzikir yang diucapkan suara sedang. Kaum
Tijaniyyah yakin bahwa semua wirid yang diajarkan, seperti dzikir, istigfar,
tahmid, thalil, dan shalawat sesuia dengan petunjuk Alquran dan sunnah.
7.
Tarekat
Sanusiyyah
Tarekat ini didirikan oleh Muhammad
bin Ali As-Sanusi (1787-1859 M). Tarekat ini menolak segara pengaruh dari luar.
Namun, memiliki pengaruh yang cukup besar dalam bidang politik, khususnya dalam
pembentukan Negara Libya. Tarekat ini menolak segala pengaruh dari luar. Namun,
memiliki pengaruh yang cukup besar besar dalam bidang politik, khususnya dalam
pembentukan Negara Libya.
8.
Tarekat
Samaniyyah
Tarekat
Samaniyyah didirikian oleh Muhammad bin Abdul Karim Al-Madani Asy-Syafi’i
As-Saman (1130-1189 H/1718-1175 M). Di Indonesia tarekat ini berkembang,
khususnya di daerah Sulawesi Selatan. Menurut tarekat ini, ada lima adab yyang
harus dilakukan ketika seorang salik akan melakukan dzikir.
a.
Bertaubat dari
segala dosa
b.
Berwudhu jika
berhadas atau mandi ika bernujub
c.
Diam, tidak
berbicara, kecuali berdzikir
d.
Memohon kepada
Allah diiringi dengan bimbingan mursyid
e.
Mengetahui bahwa
hakekat meminta kepada mursyid merupakan meminta kepada nabi
9.
Tarekat
Rifa’iyyah
Tarekat ini didirikan oleh Ahmad bin
Ali Abu Al-Abbas Ar-Rifa’i (w. 578 H/1182 M) di Asia Kecil.[11]
Syaikh Ar-Rifa’i adalah seorang tokoh sufi besar, ahli hukum islam, dan
penganut mazhab Syafi’i.
Seperti tarekat
lainnya, tarekat rifa’iyyah juga berkembang di berbagai wilayah dunia islam,
seperti Turki, Syiria, Mesir, dan Indonesia. Di Indonesia, tarekat rifa’iyyah
terkenal dengan permainan debus dan tabuhan rebana yang dikenal di Aceh dengan
nama rapa’i dan di Sumatera Barat
dikenal dengan nama badabuih. Tarekat
ini juga dikenal di Banten dengan permainan debusnya.
10.
Tarekat
Khalwatiyyah
Tarekat ini didirikan oleh Syaikh
Muhammad Al-Khalwati (w. 1397 M) dan berkembang di Mesir. Ia adalah seorang
sufi yang sering melakukan khalwat atau mersemadi di tempat-tempat sepi.
Tarekat
Khalwatiyyah merupakan cabang dari Tarekat As-Suhrawardiyyah yang didirikan oleh
Syaikh Umar As-Suhrawardi (539-632 H). Tarekat Khalwatiyyah berkembang
diberbagai negara, seperti Mesir, Turki, Syiria, Hijaz, dan Yaman. Mengenai
perkembangan di Mesir, ajaran tarekat ini dibawa oleh Musthafa Al-Bakri,
seorang penyair sufi asal Damaskus, Syiria.
D.
Pengaruh
Tarekat di Dunia Islam
Dalam
perkembangannya, tarekat-tarekat itu tidak hanya memusatkan
perhatian kepada ajaran gurunya, tetapi juga mengikuti kegiatan
politik. Umpamanya tarekat Tijaniyyah yang dikenal dengan gerakan politik yang menentang
penjajahan Perancis di Afrika Utara. Sementara itu, gerakan tarekat Sanusiyyah
menentang penjajahan Italia di Libya. Jadi, walaupun kaum sufi memusatkan
perhatian kepada akhirat melalui amalan-amalan dzikir, mereka ikut bergerak
menyelamatkan umat islam dari bahaya yang mengancamnya.
Keberadaan
tarekat sangat penting dalam dunia islam. Tarekat secara umum memengaruhi dunia
islam mulai dari abad XIII. Kedudukan tarekat pada saat itu sama dengan
kedudukan partai politik. Terlebih lagi, banyak tentara menjadi anggota
tarekat. Penyokong tarekat Bektashi umpamanya, sebagian besar mereka adalah
tentara Turki. Jadi, tarekat tidak hanya bergerak dalam urusan agama tetapi
juga bergerak dalam urusan dunia.
Tarekat-tarekat
meluaskan pengaruh dan organisasinya ke seluruh pelosok negeri, menguasai
masyarakat melalui jenjang yang terancang dengan baik, dan memberikan otonomi
kedaerahan seluas-luasnya. Setiap desa ada wali lokalnya yang dimuliakan
sepanjang hidupnya, bahkan setelah wafat.
Akan tetapi,
pada saat-saat itu terjadi “penyelewengan” di dalam tarekat. Penyelewengan itu
antara lain terjadi dalam paham wasilah,
yaitu paham yang menjelaskan bahwa permohonan seseorang tidak dapat dialamatkan
langsung kepada Allah, tetapi harus melalui guru, sambung-menyambung sampai
kepada syaikh. Setelah itu, baru dapat berhubungan dengan-Nya.
Paham inilah
yang ditentang oleh Muhammad Abdul Wahab di arab Saudi, karena dianggap syirik.
Hal ini seperti di zaman pra-islam. Manna, Lata, dan Uzza adalah perantara
Tuhan orang-orang Jahiliyah yang semuanya dibasmi oleh Nabi. Itulah sebabnya
Wahabiyyah menentang keras paham ini dan menghancurkan makam nabi dan para
sahabat. Akan tetapi, perlakuan mereka tersebut mendapat kecapan dari dunia
islam.
Di samping itu,
tarekat umumnya hanya berorientasi akhirat, tidak mementingkan dunia. Tarekat
menganjurkan banyak beribadah dan jangan mengikuti dunia, karena dunia adalah
bangkai dan yang mengerjakannya adalah anjing. Ajaran ini tampaknya
menyelewengkan umat islam dari jalan yang harus ditempuhnya. Demikian juga
sikap tawakal, menunggu apa saja yang akan datang. Para pembaharuan dalam dunia
islam melihat bahwa tarekat bukan hanya mencemarkan paham tauhid, tetapi juga
membawa kemunduran bagi umat islam.
Oleh karena
itu, pada abad XIX mulailah timbul pemikiran yang sisnis terhadap tarekat dan
tasawuf. Banyak orang menentang dan meninggalkannya. Muhammad Abdul yang semula
merupakan pengikut tarekat yang patuh, setelah bertemu Jamaluddin Al-Afghani,
ia berubah pendirian dengan meninggalkan tarekatnya dan mementingkan dunia ini,
di samping akhirat. Begitu juga Rasyid Ridha, setelah melihat bahwa tarekat
membawa kemunduran pada umat islam, ia meninggalkannya dan memusatkan
perhatiannya untuk memajukan umat islam.
Akan tetapi
pada akhir-akhir ini, perhatian kepada tasawuf timbul kembali dipengaruhi oleh
paham materialisme. Orang-orang barat melihat bahwa materialisme itu memerlukan
sesuatu yang bersifatb rohani sehingga banyak orang yang kembali memperhatikan
tasawuf.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Tarekat merupakan jalan yang
harus ditempuh oleh seorang calon sufi agar ia berada sedekat mungkin dengan
Allah. Pada mulanya tarekat dilalui oleh
seorang sufi secara individual. Namun seiring dengan perjalanannya, tarekat
diajarkan baik secara individual maupun kolektif. Diantara
aliran-aliran tarekat yang berkembang dalam dunia islam antara lain:
Qadiriyyah, Syadziliyyah, Syattariyyah, Naqsyabandiyyah, Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah,
Tijaniyyah, Sanusiyyah, Samaniyyah, Rifa’iyyah dan Khalwatiyyah. Keberadaan tarekatpun berpengaruh dalam islam.
Selain menjadi media untuk mendekatkan diri kepada Allah, tarekat juga dapat berpengaruh
terhadap kedudukan partai politik, bahkan ada juga penyelewengan dalam kehidupan
beragama.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2015.IlmuTasawuf.
Jakarta: Amzah.
Arbery, A.J. 1963. Sufisme. London: George
Allen & Unwin Ltd.
Bruinessen, Martin Van.2006. Tarekat Naqsyabandiyah
di Indonesia. Bandung: Mizan.
Mudhor, Zuhdi.1986. Kamus Al-Ashri Yogyakarta:
Multi Karya Grafika.
Mulyati, Sri et al.2011. Mengenal dan Memahami
Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Mulyati, Sri. 2006. Tarekat`-Tarekat
Muktabarah Di Indonesia. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Rusli, Ris’an. 2013.Tasawuf dan Tarekat.
Jakarta: Rajawali Pers.
Said,
Fuad. 2003. Hakikat Tarikat
Naqsyabandiyah. Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru.
[1]Ris’an Rusli, Tasawuf dan
Tarekat, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, Hal. 183
[3]Sri mulyati, Tarekat`-Tarekat Muktabarah Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, Cet. Ke-3. 2006, Hal. 11
[4]SamsulMunir
Amin, IlmuTasawuf, Jakarta: Amzah, 2015, Cet. Ke-03, Hal. 294
[5]A.
ZuhdiMudhor, kamusAl-Ashri, Yogyakarta: Multi KaryaGrafika, 1996, Hal.
1231
[6]Ris’anRusli,op.
cit. Hal. 185
[7]Samsul
Munir Amin, op. cit. Hal. 290
[8]Martin
Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan, 2006,
Hal.17
[9]Samsu
lMunir, op. cit. Hal. 298
[10]Sri
Mulyati et al., Mengenaldan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di
Indonesia, Jakarta: Kencana, 2011, Cet. 4, Hal.
[11]A.J.
Arbery, Sufisme, George Allen & Unwin Ltd., London, 1963, Hal. 85