الجمعة، مايو 11

makalah tarekat


BAB I

PENDAHULUAN

A.    LatarBelakang
Sufisme dan Tarekat merupakan wacana dan praktik keagamaan yang cukup popular di Indonesia. Bahkan akhir-akhir ini kecenderungan sufistik telah menjangkau kehidupan masyarakat kelas menengah sampai masyarakat kelas atas(elite) dengan angka pertumbuhan yang cukup signifikanterutama di daerah perkotaan.Tampaknya gejala gaya hidup ala sufistik mulai digandrungi sebagian orang yang selama ini dianggap bertentangan dengan kondisi dan gaya hidup mereka (perkotaan). Gejala ini bisa jadi sebagai bentuk pemenuhan unsure spiritual yang belum juga terpenuhi oleh ibadah rutin.[1]
Menguatnya gejala sufistik yang terjadi pada semua lapisan masyarakat, mengindikasikan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam sufisme dan tarekat secara psikologis mampu membawa anak bangsa ini menuju masyarakat yang lebih bermartabat dan manusiawi, sehinga tarekat diharapkan dapat mengatasi sebagian persoalan hidup terutama dalam bidang moralitas.[2]
Tarekat sebagai bentuk proses penguatan nilai spiritual bagi para penganutnya yang dalam hal ini disebut Murid[3], dengan masuknya seorang murid pada tarekat beserta bimbingan spiritual yang diberikan oleh mursyid kepada murid, maka disitulah letak proses pembinaan spiritual bagi murid, sehingga murid selalu terbimbing yang pada akhirnya akan muncul sebuah dampak yang positif akan berubahnya nilai-nilai spiritualitas pada diri seorang murid.
Al-Qur’an sendiri sangat menekankan nilai-nilai moralitas yang baik (al-Akhlak al-Karimah), proses pembenahan jiwa yang dalam hal ini melalui dzikir, yang mana dzikir adalah bagian perintah dalam al-Qur’an yang dalam penyebutannya tidak sedikit atau berulang-ulang, bahkan dalam al-Qur’an sendiri menyebutkan bahwa dzikir adalah sebuah cara untuk memperoleh ketenangan jiwa, dari ketenangan jiwa inilah yang menjadi tujuan inti orang bertarekat.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian tarekat?
2.      Bagaimana sejarah timbulnya tarekat?
3.      Apa saja aliran-aliran tarekat dalam islam?
4.      Bagaimana pengaruh tarekat di dunia islam?
C.    Tujuan Makalah
1.      Untuk mengetahui pengertian tarekat
2.      Untuk mengetahui bagaimana sejarah timbulnya tarekat
3.      Untuk mengetahui aliran-aliran tarekat dalam islam
4.      Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tarekat di dunia islam


BAB II

PEMBAHASAN


A.    Pengertian Tarekat
Tarekat (thariqah) mempunyai beberapa arti, antara lain jalan lurus (islam yang benar, berbeda dari kekufuran dan syirik), tradisi sufi atau jalan spiritual (tasawuf), dan persaudaraan sufi. Pada arti ketiga, tarekat berarti organisasi sosial sufi yang memiliki anggota dan peraturan yang harus ditaati, serta berpusat pada hadirnya seorang mursyid.[4]
Asal kata tarekat dalam bahasa arab adalah thariqah yang berarti jalan, keadaan, aliran, atau garis pada sesuatu.[5] Tarekat adalah jalan yang ditempuh para sufi. Dapat pula digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syariat sebab jalan utama disebut syari’ sedangkan anak jalan disebut thariq. Kata turunan ini menunjukan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan cabang bagi setiap muslim. Tidak mungkin ada anak jalan apabila tidak ada jalan utama tempat berpangkal. Pengalaman mistik tidak mungkin didapat apabila perintah syariat yang mengikat itu tidak ditaati.
Menurut Harun Nasution, tarekat berasal dari kata thariqah yang artinya jalan yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi agar ia berada sedekat mungkin dengan Allah[6]. Thariqah kemudian mengandung arti organisasi (tarekat). Setiap thariqah mempunyai syaikh, upacara ritual, dan dzikir tersendiri.
B.     Sejarah Timbulnya Tarekat
Pada mulanya tarekat dilalui oleh seorang sufi secara individual. Namun seiring dengan perjalanannya, tarekat diajarkan baik secara individual maupun kolektif. Pengajaran tarekat kepada orang lain ini sudah diawali sejak Al-Hallaj (858-922 M) dan dilakukan pula oleh sufi-sufi besar lainnya. Dengan demikian, timbullah dalam sejarah islam kumpulan sufi yang mempunyai syaikh yang menganut tarekat tertentu sebagai amalannya dan memiliki pengikut.[7]
Sistem hubungan antara mursyid dan murid menjadi fondasi bagi pertumbuhan tarekat sebagai sebuah organisasi dan jaringan.[8] Fungsi mursyid yang demikian sentral sebagai pembimbing rohani dalam rangka menjalani maqamat, menjadikan murid secara alami menerima otoritas dan bimbingannya. Penerimaan ini tampaknya didasarkan atas keyakinan bahwa setiap manusia mempunyai kemungkinan yang inheren dalam dirinya berupa kemampuan untuk mewujudkan proses dan pengalaman “bersatu” dengan Tuhan. Akan tetapi, potensi ini terpendam dan dapat terwujud hanya dengan iluminasi tertentu yang dianugerahkan oleh Tuhan, tanpa bimbingan dari seorang mursyid.[9]
Tarekat dalam proses bimbingan diatas, pada mulanya adalah suatu metode praktis yang biasanya sejajar dengan istilah-istilah lain seperti mazhab ri’ayah, dan suluk. Kemudian tarekat berkembang yang bertujuan membimbing seorang pencari dengan menelusuri suatu jalan berpikir, merasa, dan bertindak melalui urutan maqamat dan ahwal menuju pengalaman tentang realitas Ilahi. Dengan demikian, sebagaimana dikemukakan oleh J. Spencer Trimingham, pada awalnya tarekat berarti sekadar metode gradual mistisisme kontemplatif dan pelepasan diri. Sekelompok murid berkumpul mengelilingi seorang guru sufisme terkenal, mencari pelatihan melalui persatuan dan kebersamaan yang awalnya beum mengenal ucapan spesifik dan prosesi baiat apapun.
Trimingham membagi kawasan utama pemikiran dan praktik sufi berdasarkan perkembangan tarekat menjadi tiga lingkungan utama: 1) lingkungan Mesopotamia, 2) lingkungan Mesir dan Maghribi, 3) lingkungan Iran, Turki, dan India.
Lingkungan utama tarekat di Mesopotamia meliputi Baghdad, Syiria, dan Mesir. Alur utama isnad tarekat dalam lingkungan ini adalah Al-Junaidi Al-Baghdadi (w. 298 H/910 M), menuju Ma’ruf Al-Karkhi (w. 200 H/815 M), dan Sari As-Saqati (w. 251 H/865 M). Tarekat-tarekat utama yang tumbuh dilingkungan Mesopotamia adalah tarekat Suhrawardiyyah, Rifa’iyyah, dan Qadiriyyah.
Adapun Mesir dan Maghribi lebih merupakan lingkungan perkembangan beberapa tarekat besar setelah masa pembentukan sebelumnya. Tarekat yang berkembang secara baik pada lingkungan ini adalah tarekat Syadziliyyah. Namun demikian, jaringan yang muncul dari lingkungan Mesir dan Maghribi mencakup banyak tarekat kecil dan kurang tersebar ke wilayah lain.
Adapun lingkungan Iran, memadukan dua kecenderungan sufi awal Iraqi dan Khurasani yang dikaitkan dengan nama Al-Junaidi (sufi Mesopotamia) dan Abu Yazid Al-Busthami (sufi Malamati, Khurasani). Tarekat-tarekat besar yang tumbuh dalam lingkungan ini adalah tarekat Kubrawiyyah, Yasaviyyah, Maulawiyyah, Naqsyabandiyyah, Chistiyyah, dan Suhrawardiyyah India.
Peralihan tasawuf dari bersifat personal kepada tarekat yang bersifat lembaga tidak terlepas dari perkembangan tasawuf itu sendiri. Semakin luas pengaruhnya, semakin banyak pula orang yang memiliki pengetahuan yang dapat menuntun mereka. Belajar dari seorang guru dengan metode mengajar yang disusun berdasarkan pengaaman dalam suatu ilmu yang bersifat praktikla dalah keharusan bagi mereka. Seorang guru biasanya memformulasikan suatu sistem pengajaran yang kemudian menjadi ciri khas dan membedakannya dari tarekat lain.

C.    Aliran-Aliran Tarekat dalam Islam
Tarekat berkembang secara pesat dihampi seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Perkembangan tarekat yang pesat membawa dampak positif bagi perkembangan dakwah, karena perkembangan tarekat juga merupakan perkembangan dakwah islam.
Di antara aliran-aliran tarekat yang berkembang dalam dunia islam adalah sebagai berikut:
1.      Tarekat Qadiriyyah
Tarekat Qadiriyyah adalah tarekat yang didirikan oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani (470-561 H/1077-1166 M) yang terkenal dengan sebutan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Al-Ghauws atau “Quthb Al-Auliya” atau “Sulthan Al-Auliya”. Ia sangar terkenal dikalangan muslim. Manakib (biografi) nya sering dibaca oleh para pengikutnya, karena ia dipercaya sebagai seorang wali yang memiliki derajat tinggi. Tarekat Qadiriyyah menempati posisi yang amat penting dalam sejarah spiritualitas di dunia islam, karena tidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi tarekat, tetapi juga sebagai cikal bakal munculnya berbagai cabang tarekat di dunia islam.[10]
Tarekat Qadiriyah ini dikenal luwes. Yaitu bila murid sudah mencapai derajat syeikh, maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Bahkan dia berhak melakukan modifikasi tarekat yang lain ke dalam tarekatnya. Hal itu seperti tampak pada ungkapan Abdul Qadir Jaelani sendiri,”Bahwa murid yang sudah mencapai derajat gurunya, maka dia jadi mandiri sebagai syeikh dan Allah-lah yang menjadi walinya untuk seterusnya.”
Mungkin karena keluwesannya tersebut, sehingga terdapat puluhan tarekat yang masuk dalam kategori Qadiriyah di dunia Islam. Seperti Banawa yang berkembang pada abad ke-19, Ghawtsiyah (1517), Junaidiyah (1515 M), Kamaliyah (1584 M), Miyan Khei (1550 M), Qumaishiyah (1584), Hayat al-Mir, semuanya di India. Di Turki terdapat tarekat Hindiyah, Khulusiyah, Nawshahi, Rumiyah (1631 M), Nabulsiyah, Waslatiyyah. Dan di Yaman ada tarekat Ahdaliyah, Asadiyah, Mushariyyah, ‘Urabiyyah, Yafi’iyah (718-768 H/1316 M) dan Zayla’iyah. Sedangkan di Afrika terdapat tarekat Ammariyah, Bakka’iyah, Bu’ Aliyya, Manzaliyah dan tarekat Jilala, nama yang biasa diberikan masyarakat Maroko kepada Abdul Qodir Jilani. Jilala dimasukkan dari Maroko ke Spanyol dan diduga setelah keturunannya pindah dari Granada, sebelum kota itu jatuh ke tangan Kristen pada tahun 1492 M dan makam mereka disebut “Syurafa Jilala”.
2.      Tarekat Syadziliyyah
Berdasarkan ajaran yang diturunkan oleh Imam Syadzili kepada para muridnya, terbentuklah tarekat yang dinisbatkan kepadanya, yaitu tarekat As-syadziliyah. Tarekat ini berkembang pesat antara lain di Tunisia, Mesir, Aljazair, Sudan, suriah hingga ke wilayah Asia termasuk Indonesia.
Tarekat Syadzaliyyah tidak meletakkan syarat-syarat yang berat kepada syaikh, kecuali mereka harus:
a.       Meninggalkan semua perbuatan maksiat
b.      Memelihara segala ibadah yang wajib
c.       Membaca istigfar dan shalawat 100 kali
d.      Melakukan ibadah sunnah seperlunya
Tarekat Syadziliyyah merupakan tarekat yang terkenal dengan variasi hizb-nya. Hizb ialah bacaan wirid tertentu yang dibaca oleh para pengikut tarekat dengan tujuan taqarrub kepada Allah.

3.      Tarekat Syattariyyah
Tarekat Syattariyah adalah aliran tarekat yang pertama kali muncul di India pada abad ke 15. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya, Abdullah asy-Syattar.
Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah. Kedua nama ini diturunkan dari nama Abu Yazid al-Isyqi, yang dianggap sebagai tokoh utamanya. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya Tarekat Syattariyah tidak menganggap dirinya sebagai cabang dari persatuan sufi mana pun.
Amalan praktis tarekat Syattariyyah antara lain diletakkan pada dzikir, baiat, dan talkin.
4.      Tarekat Naqsyabandiyyah
Tarekat Naqsabandiyyah adalah tarekat yang didirikan oleh Muhammad An-Naqsyabandi. Tarekat naqsyabandiyyah merupakan sebuah tarekat yang mempunyai dampak dan pengaruh sangat besar kepada masyarakat muslim di berbagai wilayah. Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah kemudian meluas ke Turki, Syiria, Afghanistan, dan India.
Tarekat ini mempunyai ciri yang menonjol. Pertama, dalam hal agama, memberlakukan syariat secara ketat, menekankan keseriusan beribadah sehingga menolak musik dan tari, serta lebih menyukai berdzikir dalam hati. Kedua, dalam hal politik, adanya upaya serius dalam memengaruhi kehidupan penguasa dan mendekatkan negara pada agama. Berbeda dengan tarekat lainnya, tarekat ini tidak menganut kebijaksanaan isolasi diri dalam melancarkan konfrontasi dengan berbagai kekuatan politik. Selain itu, tarekat inipun membebankan tanggung jawab yang sama kepada para penguasa dan menganggap bahwa upaya memperbaiki penguasa adalah sebagai prasyarat untuk memperbaiki masyarakat.


5.      Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah
Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah adalah sebuah tarekat yang berdiri pada abad XIX M. oleh seorang sufi besar asal Indonesia, Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi. Hal ini menunjukkan bahwa dinamika intelektual umat Islam Indonesia pada saat itu cukup memberikan sumbangan yang berarti bagi sejarah peradaban Islam, khususnya di Indonesia. Kemunculan tarekat ini dalam sejarah sosial intelektual umat Islam Indonesia dapat dikatakan sebagai jawaban atas keresahan Umat akan merebaknya ajaran wihdah al-wujud yang lebih cenderung memiliki konotasi panteisme dan kurang menghargai Syari'at Islam. Jawaban ini bersifat moderat, karena selain berfaham syari'at sentris juga mengakomodasi kecenderungan mistis dan sufistis masyarakat Islam Indonesia.
Pesatnya perkembangan tarekat ini rupanya tidak terlepas dari corak dan pandangan kemasyarakatan. Contoh kiprah kemasyarakatan termasuk dalam masalah politik yang diperankan oleh mursyid tarekat ini memberikan isyarat bahwa tarekat ini tidak anti duniawi (pasif dan ekslusif). Dengan demikian, kesan bahwa tarekat adalah lambang kejumudan sebuah peradaban tidak dapat dibenarkan.
Pendiri tarekat baru ini adalah seorang Syekh Sufi besar yang saat itu menjadi Imam Masjid Al-Haram di Makkah al-Mukarramah, Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi al-Jawi (w.1878 M). Dia adalah ulama besar nusantara yang tinggal sampai akhir hayatnya di Makkah. Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi adalah mursyid Thariqah Qadiriyah.
Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah merupakan salah satu tarekat yang memiliki jumlah pengikut terbanyak di Indonesia. Pusatnya adalah di Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya; Pesantren Mranggen, Demak; dan Pesantren Rejoso, Jombang. Tarekat ini memiliki banyak pengikut di Singapura dan Malaysia.


6.      Tarekat Tijaniyyah
Tarekat ini didirikan oleh Abu Al-Abbas Ahmad bin Muhammad bin Mukhtar At-Tijani (1150-1230 H/1737-1815 M). Dalam tarekat Tijaniyyah, terdapat beberapa macam teknik dzikir (1) dzikir khafi, yaitu dzikir yang diucapkan dalam hati; (2) dzikir jahr, yaitu dzikir yang diucapkan dengan suara keras; dan (3) dzikir iqtishadi, yaitu dzikir yang diucapkan suara sedang. Kaum Tijaniyyah yakin bahwa semua wirid yang diajarkan, seperti dzikir, istigfar, tahmid, thalil, dan shalawat sesuia dengan petunjuk Alquran dan sunnah.
7.      Tarekat Sanusiyyah
Tarekat ini didirikan oleh Muhammad bin Ali As-Sanusi (1787-1859 M). Tarekat ini menolak segara pengaruh dari luar. Namun, memiliki pengaruh yang cukup besar dalam bidang politik, khususnya dalam pembentukan Negara Libya. Tarekat ini menolak segala pengaruh dari luar. Namun, memiliki pengaruh yang cukup besar besar dalam bidang politik, khususnya dalam pembentukan Negara Libya.
8.      Tarekat Samaniyyah
Tarekat Samaniyyah didirikian oleh Muhammad bin Abdul Karim Al-Madani Asy-Syafi’i As-Saman (1130-1189 H/1718-1175 M). Di Indonesia tarekat ini berkembang, khususnya di daerah Sulawesi Selatan. Menurut tarekat ini, ada lima adab yyang harus dilakukan ketika seorang salik akan melakukan dzikir.
a.       Bertaubat dari segala dosa
b.      Berwudhu jika berhadas atau mandi ika bernujub
c.       Diam, tidak berbicara, kecuali berdzikir
d.      Memohon kepada Allah diiringi dengan bimbingan mursyid
e.       Mengetahui bahwa hakekat meminta kepada mursyid merupakan meminta kepada nabi

9.      Tarekat Rifa’iyyah
Tarekat ini didirikan oleh Ahmad bin Ali Abu Al-Abbas Ar-Rifa’i (w. 578 H/1182 M) di Asia Kecil.[11] Syaikh Ar-Rifa’i adalah seorang tokoh sufi besar, ahli hukum islam, dan penganut mazhab Syafi’i.
            Seperti tarekat lainnya, tarekat rifa’iyyah juga berkembang di berbagai wilayah dunia islam, seperti Turki, Syiria, Mesir, dan Indonesia. Di Indonesia, tarekat rifa’iyyah terkenal dengan permainan debus dan tabuhan rebana yang dikenal di Aceh dengan nama rapa’i dan di Sumatera Barat dikenal dengan nama badabuih. Tarekat ini juga dikenal di Banten dengan permainan debusnya.
10.  Tarekat Khalwatiyyah
Tarekat ini didirikan oleh Syaikh Muhammad Al-Khalwati (w. 1397 M) dan berkembang di Mesir. Ia adalah seorang sufi yang sering melakukan khalwat atau mersemadi di tempat-tempat sepi.
            Tarekat Khalwatiyyah merupakan cabang dari Tarekat As-Suhrawardiyyah yang didirikan oleh Syaikh Umar As-Suhrawardi (539-632 H). Tarekat Khalwatiyyah berkembang diberbagai negara, seperti Mesir, Turki, Syiria, Hijaz, dan Yaman. Mengenai perkembangan di Mesir, ajaran tarekat ini dibawa oleh Musthafa Al-Bakri, seorang penyair sufi asal Damaskus, Syiria.
D.    Pengaruh Tarekat di Dunia Islam
Dalam perkembangannya, tarekat-tarekat itu tidak hanya memusatkan perhatian kepada ajaran gurunya, tetapi juga mengikuti kegiatan politik. Umpamanya tarekat Tijaniyyah yang dikenal dengan gerakan politik yang menentang penjajahan Perancis di Afrika Utara. Sementara itu, gerakan tarekat Sanusiyyah menentang penjajahan Italia di Libya. Jadi, walaupun kaum sufi memusatkan perhatian kepada akhirat melalui amalan-amalan dzikir, mereka ikut bergerak menyelamatkan umat islam dari bahaya yang mengancamnya.
Keberadaan tarekat sangat penting dalam dunia islam. Tarekat secara umum memengaruhi dunia islam mulai dari abad XIII. Kedudukan tarekat pada saat itu sama dengan kedudukan partai politik. Terlebih lagi, banyak tentara menjadi anggota tarekat. Penyokong tarekat Bektashi umpamanya, sebagian besar mereka adalah tentara Turki. Jadi, tarekat tidak hanya bergerak dalam urusan agama tetapi juga bergerak dalam urusan dunia.
Tarekat-tarekat meluaskan pengaruh dan organisasinya ke seluruh pelosok negeri, menguasai masyarakat melalui jenjang yang terancang dengan baik, dan memberikan otonomi kedaerahan seluas-luasnya. Setiap desa ada wali lokalnya yang dimuliakan sepanjang hidupnya, bahkan setelah wafat.
Akan tetapi, pada saat-saat itu terjadi “penyelewengan” di dalam tarekat. Penyelewengan itu antara lain terjadi dalam paham wasilah, yaitu paham yang menjelaskan bahwa permohonan seseorang tidak dapat dialamatkan langsung kepada Allah, tetapi harus melalui guru, sambung-menyambung sampai kepada syaikh. Setelah itu, baru dapat berhubungan dengan-Nya.
Paham inilah yang ditentang oleh Muhammad Abdul Wahab di arab Saudi, karena dianggap syirik. Hal ini seperti di zaman pra-islam. Manna, Lata, dan Uzza adalah perantara Tuhan orang-orang Jahiliyah yang semuanya dibasmi oleh Nabi. Itulah sebabnya Wahabiyyah menentang keras paham ini dan menghancurkan makam nabi dan para sahabat. Akan tetapi, perlakuan mereka tersebut mendapat kecapan dari dunia islam.
Di samping itu, tarekat umumnya hanya berorientasi akhirat, tidak mementingkan dunia. Tarekat menganjurkan banyak beribadah dan jangan mengikuti dunia, karena dunia adalah bangkai dan yang mengerjakannya adalah anjing. Ajaran ini tampaknya menyelewengkan umat islam dari jalan yang harus ditempuhnya. Demikian juga sikap tawakal, menunggu apa saja yang akan datang. Para pembaharuan dalam dunia islam melihat bahwa tarekat bukan hanya mencemarkan paham tauhid, tetapi juga membawa kemunduran bagi umat islam.
Oleh karena itu, pada abad XIX mulailah timbul pemikiran yang sisnis terhadap tarekat dan tasawuf. Banyak orang menentang dan meninggalkannya. Muhammad Abdul yang semula merupakan pengikut tarekat yang patuh, setelah bertemu Jamaluddin Al-Afghani, ia berubah pendirian dengan meninggalkan tarekatnya dan mementingkan dunia ini, di samping akhirat. Begitu juga Rasyid Ridha, setelah melihat bahwa tarekat membawa kemunduran pada umat islam, ia meninggalkannya dan memusatkan perhatiannya untuk memajukan umat islam.
Akan tetapi pada akhir-akhir ini, perhatian kepada tasawuf timbul kembali dipengaruhi oleh paham materialisme. Orang-orang barat melihat bahwa materialisme itu memerlukan sesuatu yang bersifatb rohani sehingga banyak orang yang kembali memperhatikan tasawuf.


BAB III

PENUTUP

A.    Simpulan

Tarekat merupakan jalan yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi agar ia berada sedekat mungkin dengan Allah. Pada mulanya tarekat dilalui oleh seorang sufi secara individual. Namun seiring dengan perjalanannya, tarekat diajarkan baik secara individual maupun kolektif. Diantara aliran-aliran tarekat yang berkembang dalam dunia islam antara lain: Qadiriyyah, Syadziliyyah, Syattariyyah, Naqsyabandiyyah, Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah, Tijaniyyah, Sanusiyyah, Samaniyyah, Rifa’iyyah dan Khalwatiyyah. Keberadaan tarekatpun berpengaruh dalam islam. Selain menjadi media untuk mendekatkan diri kepada Allah, tarekat juga dapat berpengaruh terhadap kedudukan partai politik, bahkan ada juga penyelewengan dalam kehidupan beragama.


DAFTAR PUSTAKA


Amin, Samsul Munir. 2015.IlmuTasawuf. Jakarta: Amzah.
Arbery, A.J. 1963. Sufisme. London: George Allen & Unwin Ltd.
Bruinessen, Martin Van.2006. Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Bandung: Mizan.
Mudhor, Zuhdi.1986. Kamus Al-Ashri Yogyakarta: Multi Karya Grafika.
Mulyati, Sri et al.2011. Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Mulyati, Sri. 2006. Tarekat`-Tarekat Muktabarah Di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Rusli, Ris’an. 2013.Tasawuf dan Tarekat. Jakarta: Rajawali Pers.
Said, Fuad. 2003. Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah. Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru.



[1]Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, Hal. 183
[2]Ris’an Rusli, loc. Cit.
[3]Sri mulyati, Tarekat`-Tarekat Muktabarah Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. Ke-3. 2006, Hal.  11
[4]SamsulMunir Amin, IlmuTasawuf, Jakarta: Amzah, 2015, Cet. Ke-03, Hal. 294
[5]A. ZuhdiMudhor, kamusAl-Ashri, Yogyakarta: Multi KaryaGrafika, 1996, Hal. 1231
[6]Ris’anRusli,op. cit. Hal. 185
[7]Samsul Munir Amin, op. cit. Hal. 290
[8]Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan, 2006, Hal.17
[9]Samsu lMunir, op. cit. Hal. 298
[10]Sri Mulyati et al., Mengenaldan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2011, Cet. 4, Hal.
[11]A.J. Arbery, Sufisme, George Allen & Unwin Ltd., London, 1963, Hal. 85